Friday, June 28, 2013

Pengungkapan Risiko


Praktik pengungkapan risiko perusahaan merupakan bagian dari penerapan konsep pengungkapan (disclosure). Apabila dikaitkan dengan data, pengungkapan berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Selanjutnya, apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Ghozali dan Chariri, 2007). Dalam interpretasi yang lebih luas, pengungkapan terkait dengan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan maupun informasi tambahan (supplementary communications) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian setelah tanggal pelaporan, analisis manajemen tentang operasi perusahaan di masa yang mendatang, prakiraan keuangan dan operasi, serta informasi lainnya (Nuswandari, 2009).
Tiga konsep mengenai pengungkapan yang diusulkan menurut Ghozali dan Chariri (2007) adalah pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full). Yang paling umum digunakan dari tiga konsep tersebut adalah pengungkapan yang cukup. Pengungkapan ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih positif. Pengungkapan secara wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relevan. Bagi beberapa pihak, pengungkapan yang layak ini diartikan sebagai penyajian informasi yang berlebihan, sehingga tidak bisa dikatakan akan layak (Hendriksen dan Breda, 1992 dalam Ghozali dan Chariri, 2007).
Dalam praktik pengungkapan risiko perusahaan, manajer harus memberikan pengungkapan yang cukup mengenai informasi risiko-risiko yang dihadapinya dalam laporan keuangan interim. Hal tersebut memberikan informasi yang minimal kepada investor dan kreditur dalam memutuskan keputusan investasi mereka. Perusahaan dikatakan telah mengungkapkan risiko jika pembaca laporan keuangan diberi informasi mengenai kesempatan atau prospek, bahaya, kerugian, ancaman atau eksposur, yang akan berdampak bagi perusahaan sekarang maupun masa mendatang (Linsley dan Shrives, 2006). Pelaporan risiko (pengungkapan risiko dalam laporan keuangan interim) merupakan salah satu aspek penting dalam melakukan manajemen risiko. Hal tersebut menjadi penting karena memiliki beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut:
1. membantu pengguna laporan keuangan untuk menilai risiko saat ini dan di masa mendatang, yang diperlukan untuk mengoptimalkan pendapatan mereka (Abraham dan Cox, 2007)
2. membantu dalam proses pengambilan keputusan investor dengan, mengevaluasi informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam membangun tingkatan berbagai risiko yang dihadapinya, kemudian keputusan yang diambil berdasarkan pengembalian yang diharapkan dan pertimbangan risiko (Cabedo dan Tirado, 2004)
3. meningkatkan akuntabilitas terhadap pengaruhnya dengan manajemen (stewardship), perlindungan investor dan kegunaan pelaporan keuangan. (ICAEW dalam Elzahar dan Hussainey, 2012).
Pengungkapan risiko perusahaan juga memiliki manfaat bagi perusahaan yaitu dapat mengurangi kemungkinan kegagalan keuangan (Baretta dan Bozzolan dalam Elzahar dan Hussainey, 2012). Selain itu, pengungkapan risiko dapat menurunkan biaya pendanaan eksternal perusahaan (Linsley dan Shrives dalam Elzahar dan Hussainey, 2012).
Pentingnya pengungkapan risiko dalam laporan keuangan interim telah membuat badan regulator di luar negeri dan Indonesia mengeluarkan aturan aturan yang mensyaratkan perusahaan melaporkan informasi risikonya dalam laporan keuangan. Aturan yang mendukung pengungkapan risiko dalam laporan keuangan interim yaitu Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomo r: Kep-36/PM/2003 dan Kep-346/BL/2011 mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala bagi Emiten atau Perusahaan  Publik, menyatakan bahwa emiten selain diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan tengah tahunan juga diwajibkan untuk menyertakan penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola risiko tersebut. Risiko-risiko itu misalnya, risiko yang disebabkan oleh fluktuasi kurs atau suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ketentuan negara lain atau peraturan internasional, dan kebijakan pemerintah.

Selanjutnya, PSAK No. 60 (Revisi 2010) yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan, menyebutkan bahwa pengungkapan yang dipersyaratkan adalah untuk mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi signifikansi instrumen keuangan terhadap posisi dan kinerja keuangan. Pengungkapan risiko yang harus dilakukan lebih pada jenis dan tingkat risiko yang timbul, yang kemudian dikategorikan dalam pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Pengungkapan kuantitatif meliputi risiko kredit, aset keuangan yang melewati jatuh tempo atau mengalami penurunan nilai, agunan dan peningkatan kualitas kredit yang diperoleh, risiko likuiditas, risiko pasar dan analisis sensitivitas, serta pengungkapan risiko pasar lainnya. Sedangkan pengungkapan kualitatif meliputi eksposure timbulnya risiko, tujuan, kebijakan dan proses pengelolaan risiko. PSAK No. 60 (Revisi 2010) tidak mengatur format ataupun tempat diungkapkannya informasi risiko dalam laporan keuangan. Namun, jika informasi tersebut telah diungkapkan dalam laporan keuangan, maka tidak perlu disajikan kembali dalam catatan atas laporan keuangan.

No comments:

Post a Comment