Keterkaitan Antara Kecerdasan Emosional
Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa
SMU
Di tengah
semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang
wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak
berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Banyak usaha
yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang
terbaik seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif,
namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai
keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut
adalah kecerdasan emosional. Karena
kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk
menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan
kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka
sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang
lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang
baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki
motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali
atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak
kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki
pikiran yang jernih.
Sebuah laporan
dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa
keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau
kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan
sosial : yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan
bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal; mampu menunggu,
mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua
siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut, tidak memiliki
satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa memperdulikan
apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti
kertidakmampuan belajar). (Goleman, 2002:273).
Penelitian
Walter Mischel (1960) mengenai “marsmallow challenge” di Universitas Stanford
menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan
hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten,
lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, seta memiliki gairah belajar yang
lebih tinggi. Mereka memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi pada tes
SAT dibanding dengan anak yang tidak mampu menunda dorongan hatinya (dalam
Goleman, 2002 : 81).
Individu yang
memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih
terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit,
lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan
orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di
sekolah lebih baik (Gottman, 2001:xvii).
Keterampilan
dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan
proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar
pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar
kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian,
mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan
permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses
disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung
dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks
yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250).
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang
seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi
belajar yang lebih baik di sekolah.
No comments:
Post a Comment