Istilah “kecerdasan emosional” pertama
kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard
University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :
“himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi
oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk
itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat
mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan
keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara
dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ
tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).
Sebuah
model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun
1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).
Gardner dalam bukunya yang
berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 : 50-53) mengatakan bahwa bukan
hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses
dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh
varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik,
interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai
kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri
dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa
yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu
membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan
yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah
kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri
serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh
kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2002 : 52).
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan
bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan
dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang
lain.” Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan
diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan
kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya
untuk menuntun tingkah laku”. (Goleman, 2002 : 53).
Berdasarkan kecerdasan
yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 200:57) memilih
kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai
dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya
kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati)
dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Menurut Goleman (2002 :
512), kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to
manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression)
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati
dan keterampilan sosial.
Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan
orang lain.
No comments:
Post a Comment