Saturday, July 13, 2013

UMKM Mebel Jepara


Jepara mulai dikenal sejak masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579). pada saat itu Jepara adalah bandar niaga utama dipulau Jawa dan pernah pula menjadi pangkalan Angkatan Laut. Ratu kalinyamat berjasa dalam membudayakan seni ukir, yang sampai sekarang menjadi andalan utama ekonomi Jepara. Seni ukir Jepara mempunyai keunikan tersendiri, yaitu merupakan perpaduan antara seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Bandar Duwung yang berasal dari Cina.
Tim Peneliti Rantai Nilai Mebel Jepara (2011) menjelaskan, bahwa Jepara tidak berada dijalur lintas ekonomi Pulau Jawa, sehingga Jepara harus mempunyai keunggulan komparatif untuk dapat bersaing dengan daerah sekitarnya. Sejak lama. Jepara telah mempunyai keunggulan dalam bidang seni ukir,sehingga dikenal dengan julukan “Jepara Kota Ukir”. Akhir-akhir ini industri mebel Jepara lesu yang antara lain disebabkan oleh berkembangnya industri sejenis ditempat lain dan menipisnya persediaan bahan baku kayu. Untuk itu, segala upaya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membangkitkan kembali kejayaan industri furnitur dan seni ukir Jepara.
Roda. et al (2004) meneliti Sebanyak 15.271 unit produksi telah diidentifikasi di Jepara, yang memperkerjakan sekitar 170.000 orang Menurut survei, setidaknya terdapat 14.091 unit kecil (92 %), 871 unit menengah (6 %), dan 309 unit besar (2 %) Kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan yang cukup besar, yaitu nilai tambah antara Rp 11.900 - 12.300 miliar/ tahun (sekitar Euro 1 miliar/tahun), atau Rp 70 -juta/pekerja/tahun. Konsumsi kayu bulat di Kabupaten Jepara adalah sebesar 1,5 hingga 2,2 juta m³/tahun, dengan kata lain, 9 m³ kayu bulat dapat menyokong pekerjaan 1 pekerja tetap selama satu tahun. Penataan produksi di daerah ini sama seperti di sentra industri lainnya, di mana hubungan dan sistem subkontrak antara sesama unit produksi serta tingkat spesialisasi tergolong tinggi, dan unit ukuran kecil dan sangat kecil menjadi cukup dominan dalam berbagai tahap produksi dibandingkan dengan unit terpadu yang lebih besar. Sebanyak 958 perusahaan (unit pada segala ukuran) dianalisa secara rinci. Perusahaan tersebut menghasilkan 949 jenis produk:
a. 7 unit menghasilkan empat jenis produk yang berbeda
b. 24 unit menghasilkan tiga jenis produk yang berbeda
c. 56 unit menghasilkan dua jenis produk yang berbeda
d. 862 unit menghasilkan satu jenis produk saja

Sebagian besar perusahaan membuat satu produk akhir, yang menunjukkan adanya tingkat spesialisasi yang tinggi pada perusahaan di Jepara. Hampir semua (95,5%) merupakan perusahaan keluarga yang dijalankan oleh saudara sendiri. Sedikit perusahaan melibatkan dua (4,3%) atau tiga (0,2%) keluarga atau garis keturunan. Hampir semua perusahaan mempunyai satu atau lebih perusahaan mitra. Singkatnya, perusahaan di Jepara sangat terkait satu sama lain, namun umumnya tidak melalui kepemilikan atau usaha patungan, melainkan dengan cara lain seperti ikatan bisnis murni.

Aliran tunai yang dinyatakan oleh unit yang disampel adalah Rp 825 miliar (jualan/tahun). Kalau angka ini diekstrapolasi pada Jepara secara keseluruhan, maka disinyalir bahwa aliran tunai industri mebel di Jepara adalah Rp 11.971 - 12.255 miliar/tahun , atau sekitar Euro 1 miliar/tahun. Pada tingkat kabupaten, rata-rata aliran tunai relatif adalah Rp 74 juta per pekerja (dengan derajat keyakinan 95%: Rp 70 - 78 juta/pekerja), namun tingkat dispersinya tinggi, sama halnya dengan heterogenitas spasial antar desa. Di beberapa desa, nilai tambah per pekerja adalah kurang dari Rp 1 juta/tahun, sedangkan ada yang menghasilkan lebih dari Rp 600 juta/tahun/pekerja.

Sejak tahun 1970-an, sebagian besar produksi mebel di Jepara dibuat untuk permintaan dalam negeri Posthuma (dalam Roda,dkk 2004) . Di kemudian hari, ekspor lebih banyak menonjol dan mencapai puncak antara tahun 1998-2002. Menurut beberapa pernyataan yang dicatat dalam survei, tampaknya kecenderungan ekspor ini mulai menurun sejak itu karena penjualan dalam negeri meningkat sejajar dengan kenaikan dalam permintaan dari masyarakat perkotaan dan/atau kelas menengah di Indonesia. Jumlah perusahaan yang menjual produknya pada pasaran di Jepara, menggaris bawahi betapa tingginya tingkat kegiatan subkontrak, yang mencerminkan kekhasan dalam pengaturan sentra industri.

No comments:

Post a Comment