Tuesday, February 14, 2012

Merek



a.  Pengertian Merek
Menurut American Marketing Association (AMA) yang dikutip langsung oleh Keller (2003), Kotler (2001), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Aaker (1996), menyatakan bahwa merek merupakan nama dan atau symbol (seperti logo, merek dagang atau desain kemasan) atau kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu perusahaan.
Menurut Rangkuti (2002: 2) merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti:
b.  Tingkat Pengertian Merek
Rangkuti (2002) menyatakan bahwa merek memiliki enam tingkat pengertian:
Setiap merek memiliki atribut.  Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.  Misalnya, BMW seri 7 merupakan merek mobil yang dirancang dengan kualitas tinggi, selalu menjaga keamanan, bergengsi, berharga jual mahal, serta dipakai oleh para senior eksekutif perusahaan multinasional.


Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat.  Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat.  Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun emosional.  Misalnya atribut “aman” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, yaitu tidak perlu mengganti berbagai fungsi rem serta balon pelindung.
   Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen.  Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut .
Merek juga mewakili budaya tertentu.  Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk-produk yang berkalitas tinggi.
Merek juga mewakili kepribadian, yaitu kepribadan bagi penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan tersebut.

Merek juga menunjukkan jenis atau kelas konsumen pemakai merek tersebut.  Misalnya, untuk mengambarkan orang yang sukses selalu menggunakan BMW seri 7.
c.  Tingkatan Merek
Model yang dikemukakan oleh Goodyear dalam Rangkuti (2002), untuk memahami proses perkembangan suatu merek diperlukan 6 tahap perkembangan merek, yaitu:
1)  Tahap 1:  Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded)
Tahap pertama ini menjelaskan bahwa produk dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak diperlukan.  Kondisi ini sangat mendukung apabila permintaan lebih banyak dibanding dengan pasokan, biasanya hal ini terjadi pada situasi perekonomian yang bersifat monopolistik.  Semakin murah harga dan semakin jelas fungsi yang dapat ditampilkan dari suatu produk, maka posisi produk ini semakin baik.  Misalnya untuk produk dalam tahap ini adalah beras murah, BBM, minyak goreng murah, ikan asin, garam dan obat generik.
2) Tahap 2:  Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference)
Tahap kedua ini sudah terjadi sedikit persaingan, meskipun tingkatnya belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya. Tujuannya adalah agar produk tersebut memliki perbedaan terhadap produk pesaing. Strategi differensiasi yang diterapkan adalah dengan melakukan perubahan terhadap atribut fisik produk. Contohnya sepatu olahraga dengan sepatu kekantor, dan buku tulis bergaris dengan buku gambar.
3)  Tahap 3:  Merek sebagai personaliti (Brand as Personality)
Differensiasi antar merek berdasarkan atribut fungsi menjadi semakin sulit dilakukan, karena hampir sebagian perusahaan melakukan hal yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkan oleh pesaing, perusahaan melakukan tambahan nilai-nilai personaliti pada masing-masing merek. Contohnya, sabun mandi kesehatan, sabun mandi bayi, dsb.
4)  Tahap 4:  Merek sebagai simbol (Brand as Icon)
Pada tahap ini merek menjadi milik pelanggan. Pelanggan memiliki pengetahuan yang lebih dalam mengenali merek yang ia gunakan. Pada umumnya merek yang masuk pada tahap ini adalah merek yang bersifat internasional dan pelanggan yang menggunakan merek ini dapat mengekspresikan dirinya atau dapat menunjukkan jati dirinya. Contohnya rokok Mallboro.
5)  Tahap 5:  Merek sebagai sebuah perusahaan (Brand as Company)
Merek merupakan wakil perusahaan sehingga merek dapat mewakili sebuah perusahaan, semua direksi dan karyawan memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya.  Komunikasi yang keluar dari perusahaan telah terintegrasi kesemua lini kegiatan operasional, sehingga informasi mengalir secara lancar, baik dari manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya dari pelangan ke manajemen.  Iklan dalam tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek tersebut.  Contoh, microsoft software dimana pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung setiap saat melalui internet dengan perusahaan, begitu juga sebaliknya.
6)  Tahap 6:  Merek sebagai kebijakan moral (Brand as Policy)
Tahap yang terakhir ini terdapat suatu kondisi dimana hanya ada beberapa perusahaan saja, yaitu perusahaan yang telah mengoperasikan kegiatannya secara transparan baik mulai dari bahan baku yang digunakan, proses produksi dan operasionalnya sampai produk maupun jasa pelayanan purna jual kepada pelanggan.  Informasi disampaikan secara transparan, jelas dan tidak ada yang ditutup-tutupi secara etika bisnis, sosial, maupun dampak politisnya.  Contoh, iklan body shop.

No comments:

Post a Comment