a. Pengertian Merek
Menurut American
Marketing Association (AMA) yang dikutip langsung oleh Keller (2003),
Kotler (2001), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau
kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk
mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk
atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Aaker (1996), menyatakan bahwa merek
merupakan nama dan atau symbol (seperti logo, merek dagang atau desain kemasan)
atau kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu perusahaan.
Menurut Rangkuti (2002: 2) merek dapat dibagi dalam
pengertian lainnya, seperti:
b. Tingkat Pengertian Merek
Rangkuti (2002) menyatakan bahwa merek memiliki enam
tingkat pengertian:
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan
agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terkandung dalam suatu merek. Misalnya,
BMW seri 7 merupakan merek mobil yang dirancang dengan kualitas tinggi, selalu
menjaga keamanan, bergengsi, berharga jual mahal, serta dipakai oleh para
senior eksekutif perusahaan multinasional.
Selain atribut, merek juga memiliki
serangkaian manfaat. Konsumen tidak
membeli atribut, mereka membeli manfaat.
Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional
maupun emosional. Misalnya atribut
“aman” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, yaitu tidak perlu
mengganti berbagai fungsi rem serta balon pelindung.
Merek
juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan
dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan
siapa pengguna merek tersebut .
Merek juga mewakili budaya
tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili
budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien,
dan selalu menghasilkan produk-produk yang berkalitas tinggi.
Merek juga mewakili kepribadian,
yaitu kepribadan bagi penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek,
kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan
tersebut.
Merek juga menunjukkan jenis atau
kelas konsumen pemakai merek tersebut.
Misalnya, untuk mengambarkan orang yang sukses selalu menggunakan BMW
seri 7.
c. Tingkatan Merek
Model yang dikemukakan oleh Goodyear dalam Rangkuti
(2002), untuk memahami proses perkembangan suatu merek diperlukan 6 tahap
perkembangan merek, yaitu:
1) Tahap 1: Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded)
Tahap pertama ini menjelaskan bahwa
produk dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak diperlukan. Kondisi ini sangat mendukung apabila
permintaan lebih banyak dibanding dengan pasokan, biasanya hal ini terjadi pada
situasi perekonomian yang bersifat monopolistik. Semakin murah harga dan semakin jelas fungsi
yang dapat ditampilkan dari suatu produk, maka posisi produk ini semakin
baik. Misalnya untuk produk dalam tahap
ini adalah beras murah, BBM, minyak goreng murah, ikan asin, garam dan obat
generik.
2) Tahap 2:
Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference)
Tahap kedua ini sudah terjadi sedikit
persaingan, meskipun tingkatnya belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang
produsen untuk membuat diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya.
Tujuannya adalah agar produk tersebut memliki perbedaan terhadap produk
pesaing. Strategi differensiasi yang diterapkan adalah dengan melakukan
perubahan terhadap atribut fisik produk. Contohnya sepatu olahraga dengan
sepatu kekantor, dan buku tulis bergaris dengan buku gambar.
3) Tahap 3: Merek sebagai personaliti (Brand as
Personality)
Differensiasi antar merek berdasarkan
atribut fungsi menjadi semakin sulit dilakukan, karena hampir sebagian
perusahaan melakukan hal yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkan
oleh pesaing, perusahaan melakukan tambahan nilai-nilai personaliti pada
masing-masing merek. Contohnya, sabun mandi kesehatan, sabun mandi bayi, dsb.
4) Tahap 4: Merek sebagai simbol (Brand as Icon)
Pada tahap ini merek menjadi milik
pelanggan. Pelanggan memiliki pengetahuan yang lebih dalam mengenali merek yang
ia gunakan. Pada umumnya merek yang masuk pada tahap ini adalah merek yang
bersifat internasional dan pelanggan yang menggunakan merek ini dapat
mengekspresikan dirinya atau dapat menunjukkan jati dirinya. Contohnya rokok
Mallboro.
5) Tahap 5: Merek sebagai sebuah perusahaan (Brand as
Company)
Merek merupakan wakil perusahaan
sehingga merek dapat mewakili sebuah perusahaan, semua direksi dan karyawan
memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya. Komunikasi yang keluar dari perusahaan telah
terintegrasi kesemua lini kegiatan operasional, sehingga informasi mengalir
secara lancar, baik dari manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya dari pelangan
ke manajemen. Iklan dalam tahap ini
memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih bersifat interaktif, sehingga
pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek tersebut. Contoh, microsoft software dimana pelanggan
dapat berkomunikasi secara langsung setiap saat melalui internet dengan
perusahaan, begitu juga sebaliknya.
6) Tahap 6: Merek sebagai kebijakan moral (Brand as
Policy)
Tahap yang terakhir ini terdapat
suatu kondisi dimana hanya ada beberapa perusahaan saja, yaitu perusahaan yang
telah mengoperasikan kegiatannya secara transparan baik mulai dari bahan baku yang digunakan, proses
produksi dan operasionalnya sampai produk maupun jasa pelayanan purna jual
kepada pelanggan. Informasi disampaikan
secara transparan, jelas dan tidak ada yang ditutup-tutupi secara etika bisnis,
sosial, maupun dampak politisnya.
Contoh, iklan body shop.
No comments:
Post a Comment