Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampingan untuk mengimbangi harapan
pelanggan. Menurut Wyckof (Tjiptono,2000) kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan Kotler (2001) mengemukakan bahwa
kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi
konsumen.
Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa itu merupakan penilaian
menyeluruh konsumen atas keunggulan suatu layanan. Berdasarkan definisi
tersebut terdapat kesamaan bahwa kualitas pelayanan merupakan ukuran penilaian
menyeluruh dari perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan
kinerja aktual yang diterima pelanggan.
Menurut parasuraman (Tjiptono, 2000) ada dua faktor yang mempengaruhi
kualitas pelayanan yaitu: expected
service dan perceived service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived
service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa yang
dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan
pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.
Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka
kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dengan memenuhi harapan pelanggannya
secara konsisten.
Menurut Gronroos (Tjiptono, 2000:60) kualitas total suatu jasa terdiri
atas tiga komponen utama, yaitu:
Berdasarkan komponen-komponen tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang
dipergunakan dalam menilai kualitas jasa. Oleh karena pelanggan terlibat dalam
suatu proses jasa, maka seringkali penentuan kualitas jasa menjadi sangat
kompleks. Sedangkan kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 2000), sehingga citra kualitas jasa
yang baik bukanlan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa
melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan (Tjiptono, 2000).
Penetapan kualitas suatu jasa seharusnya bersifat konsisten. Konsistensi
kualitas suatu jasa dapat menyumbang pada keberhasilan suatu perusahaan
ditinjau dari kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan, dan profitabilitas
organisasi.
Menurut Schnaars (Ishaq, 2005) Kontribusi kualitas suatu jasa terhadap
profitabilitas usaha juga memberikan manfaat-manfaat yang lebih spesifik
diantaranya:
Zeithaml (Ishaq, 2005) mengemukakan lima dimensi dalam menentuakan
kualitas jasa dan menambahkan 1 dimensi yang lebih spesifik untuk bank syariah,
yaitu :
Yaitu
kemampuan untuk memenuhi dengan hukum islam dan beroperasi di bawah prinsip
perbankan islam dan ekonomi islam.
Meliputi
kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas
keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, keterampilan
memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan
jasa yang ditawakan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari
dimensi :
Yaitu
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
Meliputi
penampilan fasilitas fisik seperti gedung, ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
Yaitu
perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti:
kemudahan menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan
pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggannya. Dimensi emphaty ini
merupakan gabungan dari:
Yaitu
respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan layanan
yang cepat dan tanggap yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani
pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan menangani keluhan
pelanggan.
No comments:
Post a Comment