Wednesday, February 22, 2012

Pengertian Stres




       Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu.  Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional.  Para psikolog juga mendefinisikan stres dalam pelbagai bentuk.  Definisi stres yang paling sering digunakan adalah definisi Lazarus dan Launier (Ognen dalam Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004) yang menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan lingkungannya.  Stres merupakan konskuensi dari proses penilaian individu, yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan.
       Pengertian stres menunjukkan variasi antara ahli yang satu dengan ahli yang lainnya.  Folkman dan Lazarus (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai suatu akibat dari interaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai membahayakan dirinya.  Gibson (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai interaksi antara stimulus dan respon.  Stres sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu.  Stres sebagai respon yaitu respon individu baik respon yang bersifat fisiologik maupun respon yang bersifat psikologik, terhadap stresor yang berasal dari lingkungan.  Stresor tersebut merupakan peristiwa atau situasi dari luar yang bersifat mengancam individu.
       Selye (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu.  Davis, dkk (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah kejadian kehidupan seharian yang tidak dapat dihindari.  Kozier, dkk (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah fenomena universal, setiap orang mengalaminya. Stres memberi dampak secara total pada individu yaitu fisik, emosi, intelek, sosial, dan spiritual.  Stres fisik mengancam keseimbangan fisiologis.  Stres emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri.  Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan menyelesaikan masalah.  Stres sosial akan menggangu hubungan individu dengan orang lain.  Stress spiritual akan merubah pandangan individu terhadap kehidupan (Saseno, 2001).
       Stres adalah perasaan tertekan, perasaan tertekan ini membuat orang mudah tersinggung, mudah marah, konsentrasi terhadap pekerjaan menjadi terganggu.  Stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit.  Stres membuat tubuh untuk memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk mempertahankan diri.  Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia.  Stres yang ringan berguna dan dapat dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari.  Stres ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin.  Tetapi stres yang terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi kesehatan (duel.melsa.ned.id).
       Stres dibedakan menjadi dua yaitu stres yang merugikan dan merusak yang disebut distress, dan stres yang positif dan menguntungkan, yang disebut eustres.  Setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda terhadap jenis stres,  dalam kenyataannya stres menyebabkan sebagian individu menjadi putus asa tetapi bagi individu lain justru dapat menjadi dorongan baginya untuk lebih baik (Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004).
       Lebih lanjut Hans Selye (Subekti D.A, 1993), menyatakan bahwa ada tiga tahap respon sistematik tubuh terhadap kondisi yang penuh stres, yaitu reaksi alarm, tahap perlawanan dan penyesuaian, dan tahap kepayahan (exhaustion).  Reaksi alarm dari sistem saraf otonom, dalam reaksi ini tubuh akan merasakan kehadiran stres dan tubuh akan mempersiapkan diri melawan atau menghindar, persiapan ini akan merangsang hormon dari kelenjar endokrin yang akan menyebabkan detak jantung dan pernapasan meninggi, kadar gula dalam darah, berkeringat, mata membelalak dan melambatnya pencernaan.  Pada tahap perlawanan dan penyesuaian yang merupakan bentuk respon fisiologik, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh stres.  Jika penyebab stress tidak hilang, maka tubuh tidak bisa memperbaiki kerusakan dan terus dalam kondisi reaksi alarm.  Tahap yang ketiga yaitu kepayahan (exhaustion), yang terjadi apabila stres yang sangat kuat, stres berjalan cukup lama, usaha perlawanan maupun penyesuaian terhadap stres gagal dilakukan.  Jika berlanjut cukup lama maka individu akan terserang dari “penyakit stres”, seperti migren kepala, denyut jantung yang tidak teratur, atau bahkan sakit mental seperti depresi.  Apabila stres ini berlanjut selama proses kepayahan maka tubuh akan kehabisan tenaga dan bahkan fungsinya jadi terhenti.
       Beranjak dari beberapa definisi beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa stres merupakan respon spesifik dari organisme terhadap stresor yang dapat berakibat negatif maupun positif.  Bila organisme tidak kuat menghadapi dan menganggap stresor tersebut sebagai tuntutan dari lingkungan yang menekan, maka stresor dapat menyebabkan ketegangan yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan pada fisik dan psikisnya.  Namun, bila individu tersebut mampu menghadapi dan mengelola stresor dengan baik, maka akan timbul hal-hal yang positif.

1.      Aspek-aspek Stres
Menurut Crider, dkk (1983), gangguan-gangguan stress dibagi menjadi tiga yaitu:
a.       gangguan emosional
       Gangguan emosional biasanya berwujud keluhan-keluhan seperti tegang, khawatir, marah, tertekan dan perasaan bersalah.  Secara umum, hal tersebut diatas adalah sesuatu hal yang tidak menyenangkan atau emosi negatif yang berlawanan dengan emosi positif seperti senang, bahagia dan cinta.
       Hasil stress yang sering timbul adalah kecemasan dan depresi.  Kecemasan akan dialami apabila individu dalam mengantisipasi yang akan dihadapi mengetahui bahwa kondisi yang ada  adalah sesuatu yang menekan (stressful event), seperti hendak ujian, diwawancara dan sebelum pertandingan.
b.      gangguan kognitif
       Gejalanya tampak pada fungsi berpikir, mental images, konsentrasi dan ingatan.  Dalam keadaan stress, ciri berpikir dalam keadaan normal seperti rasional, logis dan fleksibel akan terganggu karena dipengaruhi oleh kekhawatiran tentang konsekuensi yang terjadi maupun evaluasi diri yang negatif.
 Mental images diartikan sebagai citra diri dalam bentuk kegagalan dan ketidakmampuan yang sering mendominasi kesabaran individu yang mengalami stress, seperti mimpi buruk, mimpi-mimpi yang menimbulkan imajinasi visual menakutkan dan emosi negatif.
 Konsentrasi diartikan sebagai kemampuan untuk memusatkan pada suatu stimulus yang spesifik dan tidak memperdulikan stimulus lain yang tidak berhubungan.  Pada individu yang mengalami stres, kemampuan konsentrasi akan menurun, yang akhirnya akan menghambat performansi kerja dan kemampuan pemecahan masalah (problem-solving).
 Memori pada individu yang mengalami stres akan terganggu dalam bentuk sering lupa dan bingung.  Hal ini disebabkan karena terhambatnya kemampuan memilahkan dan menggabungkan ingatan-ingatan jangka pendek dengan yang telah lama.


c.       gangguan fisiologik
 Gangguan fisiologik adalah terganggunya pola-pola normal dari aktivitas fisiologik yang ada.  Gejala-gejalanya yang timbul biasanya adalah sakit kepala, konstipasi, nyeri pada otot, menurunnya nafsu sex, cepat lelah dan mual.
 Beranjak dari gangguan-gangguan stres yang diungkapkan oleh Crider di atas dapat diambil kesimpulan bahwa stres yang diderita dalam waktu lama atau singkat dapat berpengaruh terhadap cara berpikir, kesabaran, emosi, konsentrasi, daya ingat dan bahkan kesehatan tubuh.  Bagi individu yang telah mengidap suatu penyakit, stres dapat memperlambat penyembuhan dan mungkin dapat pula memperparah penyakit tersebut.

No comments:

Post a Comment