Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu. Sebagian individu mendefinisikan stres
sebagai tekanan, desakan atau respon emosional.
Para psikolog juga mendefinisikan stres
dalam pelbagai bentuk. Definisi stres
yang paling sering digunakan adalah definisi Lazarus dan Launier (Ognen dalam Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004) yang menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Stres merupakan konskuensi dari proses
penilaian individu, yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup
untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan.
Pengertian stres menunjukkan variasi antara ahli yang satu dengan
ahli yang lainnya. Folkman dan Lazarus
(Chaeruni, 1995)
mendefinisikan stres sebagai suatu akibat dari interaksi antara seseorang
dengan lingkungannya yang dinilai membahayakan dirinya. Gibson (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai interaksi antara stimulus dan
respon. Stres sebagai stimulus adalah
kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan
atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu. Stres sebagai respon yaitu respon individu
baik respon yang bersifat fisiologik maupun respon yang bersifat psikologik,
terhadap stresor yang berasal dari lingkungan.
Stresor tersebut merupakan peristiwa atau situasi dari luar yang
bersifat mengancam individu.
Selye (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik
terhadap setiap kebutuhan yang terganggu.
Davis ,
dkk (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah kejadian kehidupan seharian yang tidak
dapat dihindari. Kozier, dkk (Saseno,2001)
mendefinisikan stres adalah fenomena universal, setiap orang mengalaminya. Stres memberi dampak secara total
pada individu yaitu fisik, emosi, intelek, sosial, dan spiritual. Stres fisik mengancam keseimbangan
fisiologis. Stres emosi dapat
menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri. Stres intelektual akan mengganggu persepsi
dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Stres sosial akan menggangu hubungan individu dengan orang lain. Stress spiritual akan merubah pandangan
individu terhadap kehidupan (Saseno,
2001).
Stres adalah perasaan tertekan,
perasaan tertekan ini membuat orang mudah tersinggung, mudah marah, konsentrasi
terhadap pekerjaan menjadi terganggu.
Stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau
sulit. Stres membuat tubuh untuk
memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Stres yang ringan berguna dan
dapat dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan
berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup
sehari-hari. Stres ringan bisa
merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya
membosankan dan rutin. Tetapi stres yang
terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi
kesehatan (duel.melsa.ned.id).
Stres dibedakan menjadi dua yaitu
stres yang merugikan dan merusak yang disebut distress, dan stres yang positif
dan menguntungkan, yang disebut eustres.
Setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda terhadap jenis stres, dalam kenyataannya stres menyebabkan sebagian
individu menjadi putus asa tetapi bagi individu lain justru dapat menjadi
dorongan baginya untuk lebih baik
(Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004).
Lebih
lanjut Hans Selye (Subekti D.A, 1993), menyatakan bahwa ada tiga tahap respon
sistematik tubuh terhadap kondisi yang penuh stres, yaitu reaksi alarm, tahap
perlawanan dan penyesuaian, dan tahap kepayahan (exhaustion). Reaksi alarm
dari sistem saraf otonom, dalam reaksi ini tubuh akan merasakan kehadiran stres dan tubuh akan
mempersiapkan diri melawan atau menghindar, persiapan ini akan merangsang
hormon dari kelenjar endokrin yang akan menyebabkan detak jantung dan
pernapasan meninggi, kadar gula dalam darah, berkeringat, mata membelalak dan
melambatnya pencernaan. Pada tahap
perlawanan dan penyesuaian yang
merupakan bentuk respon fisiologik, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh stres. Jika penyebab stress tidak hilang, maka tubuh
tidak bisa memperbaiki kerusakan dan terus dalam kondisi reaksi alarm. Tahap
yang ketiga yaitu kepayahan (exhaustion), yang
terjadi apabila stres yang sangat kuat, stres berjalan cukup lama, usaha
perlawanan maupun penyesuaian terhadap stres gagal dilakukan. Jika berlanjut cukup lama maka individu akan terserang dari “penyakit
stres”, seperti migren kepala, denyut jantung yang tidak teratur, atau bahkan sakit mental seperti depresi.
Apabila stres ini berlanjut selama proses kepayahan maka tubuh akan kehabisan tenaga dan bahkan fungsinya jadi terhenti.
Beranjak dari beberapa definisi
beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa stres merupakan respon spesifik dari
organisme terhadap stresor yang dapat berakibat negatif maupun positif. Bila organisme tidak kuat menghadapi dan
menganggap stresor tersebut sebagai tuntutan dari lingkungan yang menekan, maka
stresor dapat menyebabkan ketegangan yang selanjutnya dapat mengakibatkan
gangguan pada fisik dan psikisnya.
Namun, bila individu tersebut mampu menghadapi dan mengelola stresor
dengan baik, maka akan timbul hal-hal yang positif.
1.
Aspek-aspek Stres
Menurut Crider, dkk (1983), gangguan-gangguan stress dibagi menjadi tiga yaitu:
a.
gangguan emosional
Gangguan emosional biasanya berwujud keluhan-keluhan seperti tegang, khawatir, marah, tertekan dan
perasaan bersalah. Secara umum, hal
tersebut diatas adalah sesuatu hal yang tidak menyenangkan atau emosi negatif
yang berlawanan dengan emosi positif seperti senang, bahagia dan cinta.
Hasil stress yang sering timbul adalah kecemasan dan depresi. Kecemasan akan dialami apabila individu dalam
mengantisipasi yang akan dihadapi mengetahui bahwa kondisi yang ada adalah sesuatu yang menekan (stressful
event), seperti hendak ujian, diwawancara dan sebelum pertandingan.
b.
gangguan kognitif
Gejalanya tampak pada fungsi berpikir, mental images,
konsentrasi dan ingatan. Dalam keadaan
stress, ciri berpikir dalam keadaan normal seperti rasional, logis dan
fleksibel akan terganggu karena dipengaruhi oleh kekhawatiran tentang
konsekuensi yang terjadi maupun evaluasi diri yang negatif.
Mental images diartikan sebagai citra diri dalam bentuk kegagalan dan
ketidakmampuan yang sering mendominasi kesabaran individu yang mengalami
stress, seperti mimpi buruk, mimpi-mimpi yang menimbulkan imajinasi visual
menakutkan dan emosi negatif.
Konsentrasi diartikan
sebagai kemampuan untuk memusatkan pada suatu stimulus yang spesifik dan tidak
memperdulikan stimulus lain yang tidak berhubungan. Pada individu yang mengalami stres, kemampuan
konsentrasi akan menurun, yang akhirnya akan menghambat performansi kerja dan
kemampuan pemecahan masalah (problem-solving).
Memori pada individu yang mengalami stres akan terganggu dalam bentuk
sering lupa dan bingung. Hal ini
disebabkan karena terhambatnya kemampuan memilahkan dan menggabungkan
ingatan-ingatan jangka pendek dengan yang telah lama.
c.
gangguan fisiologik
Gangguan fisiologik
adalah terganggunya pola-pola normal dari aktivitas fisiologik yang ada. Gejala-gejalanya yang timbul biasanya adalah
sakit kepala, konstipasi, nyeri pada otot, menurunnya nafsu sex, cepat lelah
dan mual.
Beranjak dari gangguan-gangguan stres yang diungkapkan oleh Crider di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa stres yang diderita dalam waktu lama atau singkat dapat
berpengaruh terhadap cara berpikir, kesabaran, emosi, konsentrasi, daya ingat
dan bahkan kesehatan tubuh. Bagi
individu yang telah mengidap suatu penyakit, stres dapat memperlambat
penyembuhan dan mungkin dapat pula memperparah penyakit tersebut.
No comments:
Post a Comment