Prinsip utama dalam asuransi
syari’ah adalah ta’awanu ‘ala
al birr wa al-taqwa (tolong
–menolong kamu sekalian dalam kebaikan
dan takwa) dan al-ta’min (rasa
aman). Prinsip ini menjadikan para
anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan
yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat
dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad
tabaduli (saling menukar)
yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan.
Para pakar ekonomi Islam
mengemukakan bahwa asuransi syari’ah
atau asuransi tafakul ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu:
1).
Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa
tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau
kerugian dengan ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat akhlas adalah
ibadah.
Rasa tanggung jawab terhadap sesama
merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa
tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling
membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran
bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa dan harmonis.
Dengan prinsip ini, maka asuransi tafakul
merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam
As-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memerhatikan kepentingan diri sendiri
semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.
2). Saling bekerjasama atau saling membantu, yang
berarti di antara peserta asuransi tafakul yang satu dengan yang lainnya saling
bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami
karena sebab musibah yang diderita. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah
ayat 2 :
Ï¢(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya :”...
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Dengan prinsip ini maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT
dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam
As-Sunnah tentang kewajiban hidap bersama dan saling menolong di antara sesama
unat manusia.
3). Saling melindungi penderitaan satu sama lain,
yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi musibah
yang di deritanya. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. Quraisy (106) ayat 4:
üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
Artinya :”Yang Telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.”
Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT tentang
kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.
Karnaen A. Perwataatmadja
mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, namun beliau
menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari
unsur-unsur gharar, maisir dan
riba. Sehingga terdapat 4 prinsip
asuransi syariah yaitu:
1.Saling bertanggung jawab;
2.Saling bekerja sama atau saling membantu;
3.Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan
4.Menghindari unsur gharar, maisir dan riba.[1]
Terdapat beberapa solusi untuk
menyiasati agar bentuk usaha asuransi dapat terhindar dari unsur gharar, maisir
dan riba.
1.Gharar (uncertainty)
atau ketidakpastian ada dua bentuk:
a. Bentuk akad syari’ah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensional, kontrak dan perjanjian dalam asuransi jiwa
dapat dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran yaitu
pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa
yang dibayarkan dan berapa yang diterima.
Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan
diterima (sejumlah uang pertanggungan),
tetapi tiadak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena
hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep syari’ah keadaan ini akan lain
karena akad yang digunakan adalah akad takafuli atau tolong menolong dan
saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin
satu sama lainnya.
b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan
syar’i penerima uang klaim itu sendiri. Dalam konsep asuransi
konvensional, peserta tidak mengetahui
dari dana pertanggungan ysng diberikan perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya tahu jumlah pembayaran klaim
yang akan diterimanya. Dalam konsep
takaful, setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, masuk ke rekening
pemegang polis dan satu lagi di masukkan ke rekening khusus peserta yang harus
di niatkan tabarru’ atau derma untuk
membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep
takaful diambil dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang
di berikan oleh para peserta.
2. Maisir (gambling) artinya ada salah satu pihak yang untung
namun di pihak lain justru mengalami kerugian.
Unsur ini dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa
perjanjian peserta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak
berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan, keuntungan diperoleh ketika
peserta yang belum lama menjadi anggota (jumlah premi yang disetor
sedikit) menerima dana pembayaran klaim
yang jauh lebih besar.
Dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan
atau musibah selama menjadi peserta,
maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang di
masukkan ke dalam dana tabarru’.
3. Unsur riba tercermin dalam cara perusahaan asuransi
konvensional melakukan usaha dan investasi di mana meminjamkan dana premi
yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam
konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinsip bagi
hasil, terutama mudharabah dan musyarakah.[2]
No comments:
Post a Comment