Penelitian yang
dilakukan LM-FEUI (Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia) pada tahun 1994 menemukan karakteristik usaha kecil (mikro) di
Indonesia sebagai berikut (Ahmad, n.d):
1. Hampir
setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang 60% atau kurang.
Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perencanaan dan
ketidakmampuan memperbesar pasar, dan lebih dari setengah perusahaan kecil
didirikan sebagai pengembangan usaha kecil-kecilan.
2. Masalah utama
yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha. Pada masa
pengembangan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yaitu, permodalan dan
kemudahan berusaha (lokasi dan perijinan). Pada tahap selanjutnya
sektor usaha kecil menghadapi kendala permodalan dan pengadaan bahan
baku. Selain hal itu juga karena kurangnya keterampilan teknis dan
administrasi.
3. Tingkat
ketergantungan terhadap bantuan pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan
pengadaan bahan baku relatif masih tinggi.
4. Hampir 60%
masih menggunakan teknologi tradisional.
5. Hampir 70%
usaha kecil melakukan pemasaran langsung terhadap konsumen.
6. Sebagian
besar pengusaha kecil dalam memperoleh bantuan perbankan merasa rumit dan
dokumen yang harus disiapkan sukar dipenuhi.
Sebagaimana
diketahui dari berbagai studi, bahwa dalam mengembangkan usahanya, UMKM
menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun
eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: manajemen, permodalan,
teknologi, bahan baku, informasi dan pemasaran, infrastruktur, birokrasi dan
pungutan, kemitraan. Dari beragamnya permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya
permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan
usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi (Sri, n.d).
Menurut
Dwiwinarno (2008 dalam Haryadi, 2010), ada beberapa faktor penghambat
berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya
modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas
usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali
tidak bisa untuk
memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk
mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana dan keterbasan
kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana. Kebanyakan usaha
skala kecil dalam menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan,
pengendalian maupun juga evalusi kegiatan usaha.
Menurut Andang
(2007), permasalahan UMKM dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Permasalahan
yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain
berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non
formal, sumber daya manusia (SDM), pengembangan produk dan akses
pemasaran;
2. Permasalahan
lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar
ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk
yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut
hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di
negara tujuan ekspor;
3. Permasalahan
antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait
untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi
persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain
dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan.
Dengan pemahaman
atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai berbagai problem
dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan
penanganannya pun seharusnya berbeda pula.
Menurut I Gusti
(2011), tantangan yang dihadapi UMKM dan Koperasi, antara lain :
1. Teknologi
Penelusuran
studi mengatakan bahwa komoditi yang dihasilkan pengusaha Mikro,
Kecil dan Menengah & Koperasi masih mempergunakan
teknologi relatif rendah. Sementara negara maju lainnya pengembangannya
berorientasi kepada teknologi maju. Berangkat dari situasi tersebut
daya saing produknya didaerah relatif kalah bersaing di banding produk -
produk dari negara-negara yang sudah berorientasi pada teknologi maju.
Kendala penggunaan teknologi terbesar adalah biayanya yang cukup besar
(mahal). Sering terjadi peluang pasar meningkat tetapi tak mampu
memanfaatkannya karena tidak tersedianya teknologi yang memungkinkan
peningkatan produktivitas.
2. Sumber Daya
Manusia (SDM)
Selama ini
sebagian besar tenaga kerja yang bergerak dalam usaha mikro, kecil dan
menengah & koperasi bukan merupakan tenaga kerja yang
profesional, yang mampu mengelola usaha dengan baik.
3. Manajemen
Manajemen
Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi merupakan salah
satu faktor daya saing yang sangat penting. Banyak perusahaan yang
punya teknologi, sumber daya manusia dengan skill yang memadai dan
modal yang cukup, namun kinerja masih belum memenuhi harapan.
4. Permodalan
Perkembangan
permodalan para pengusaha mikro, kecil dan menengah hingga
kini masih relatif lambat. Dan karenanya masih sering memerlukan
bantuan baik dari pemerintah maupun dari pengusaha besar. Modal adalah
bagian yang tak terpisahkan dalam usaha pengembangan suatu bisnis,
karena itu akses modal baik yang berwujud kredit, barang produksi
merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing
Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi. Kalangan perbankan masih
sering menilai para pengusaha mikro, kecil dan menengah &
koperasi belum Bankable.
5. Organisasi
dan kelembagaan
Masih banyak
terjadi bahwa perusahaan-perusahaan yang termasuk UMKM &
Koperasi belum menunjukkan kejelasan prinsip-prinsip organisasi
seperti kejelasan tujuan, kejelasan misi, kejelasan aktivitas,
kejelasan
rentang kendali. Adalah kenyataan pada umumnya para Pengusaha Mikro,
Kecil dan Menengah & Koperasi sering menggunakan tipe organisasi
yang sangat sederhana yang akibatnya berpengaruh terhadap
perkembangan dan peningkatan daya saing.
Hasil studi
Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, menunjukkan
bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang dapat diidentifikasikan
sebagai berikut (Joko dan Sri, 2006):
1. Sistem
pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti kaidah administrasi
standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut mengakibatkan
sulitnya menilai kinerja usaha mikro.
2. Margin usaha
yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat
3. Modal
terbatas
4. Pengalaman
manajerial perusahaan terbatas.
5. Skala ekonomi
yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan biaya untuk
mencapai efesiensi yang tinggi.
6. Kemampuan
pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas.
7. Kemampuan
untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah, karena
keterbatasan sistem administrasi.
Menurut Tulus
(2002), beberapa permasalahan yang sering dihadapi UKM, khususnya
industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) antara lain:
1. Kesulitan
pemasaran
Pemasaran sering
dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi
perkembangan UKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah
tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari
produk serupa
buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor.
2. Keterbatasan
finansial
UKM, khususnya
di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek
finansial: mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akses ke modal kerja
dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi
pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal
awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumber-sumber
informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering
tidak cukup
untuk kegiatan produksi.
3. Keterbatasan
sumber daya manusia (SDM)
Keterbatasan SDM
juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha
mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen,
teknik produksi, pengembangan produk, engineering
design,
quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik
pemasaran, dan penelitian pasar.
4. Masalah bahan
baku
Keterbatasan
bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah
satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan
produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia.
Hal ini
dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas serta harga bahan baku
yang tinggi.
5. Keterbatasan
teknologi
Keterbatasan
teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro),
disebabkan oleh banyak faktor di antaranya, keterbatasan modal investasi untuk
membeli mesin-mesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi,
keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau
mesin-mesin dan alat-alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang dapat
mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi
dalam produk maupun proses produksi.
Dalam hasil
survei BPS terhadap IK dan IRT menunjukkan bahwa masalah yang
paling sering disebut adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam pemasaran.
Sedangkan keterbatasan SDM dan teknologi modern ternyata bukan merupakan
masalah yang serius bagi banyak pengusaha di IK dan IRT
(Tulus, 2002).
No comments:
Post a Comment