Wednesday, May 1, 2013

PENGARUH FAKTOR KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN




ViralGen Referral Shopping
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini telah banyak terjadi kasus hukum yang melibatkan entitas
bisnis, terutama dalam manipulasi akuntansi. Peristiwa ini telah terjadi pada
perusahaan besar di Amerika seperti Enron, WorldCom, Xerox, dan lain-lain yang
pada akhirnya bangkrut. Hal tersebut menyebabkan profesi akuntan publik
menjadi kritikan karena diasumsikan memberikan informasi yang salah, hal ini
membuktikan bahwa auditor memiliki peranan penting dalam memprediksi
kebangkrutan perusahaan. Atas dasar banyaknya kasus tersebut, maka AICPA
(1988) mensyaratkan bahwa auditor harus mengemukakan secara eksplisit apakah
perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai
setahun kemudian setelah pelaporan (Januarti, 2008). Meskipun auditor tidak
bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan, tetapi dalam
melakukan audit kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan auditor dalam
memberikan opini.
Pemberian opini modifikasi (going concern) oleh auditor merupakan
dampak keraguan perusahaan untuk dapat melakukan kelangsungan usahanya.
2
Opini ini merupakan bad news bagi pemakai laporan keuangan. Sulitnya
memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan menyebabkan banyak
auditor yang mengalami dilema moral dan etika dalam memberikan opini going
concern (Januarti, 2008).
Masalah timbul ketika banyak terjadi kesalahan opini dibuat oleh auditor
menyangkut opini tersebut (Mayangsari, 2003). Beberapa penyebabnya antara
lain, self-fullfing propechy yang dikhawatirkan apabila auditor memberikan opini
going concern akan mempercepat kebangkrutan perusahaan karena banyaknya
investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya
(Venuti, 2007). Meskipun demikian, opini going concern harus diungkapkan
dengan harapan dapat segera mempercepat usaha penyelamatan perusahaan yang
bermasalah. Penyebab lain adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status
going concern yang terstuktur (Joanna, 1994). Pemberian status going concern
bukanlah suatu tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999).
Ross et al. (2002) mengungkapkan bahwa indikasi kebangkrutan dapat
dilihat dari apakah perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress),
yaitu suatu kondisi dimana arus kas operasi perusahaan mengalami mencukupi
untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Kesulitan keuangan akan menyebabkan
perusahaan mengalami arus kas negatif, rasio keuangan yang buruk dan gagal
bayar pada perjanjian hutang. Pada akhirnya, kesulitan keuangan ini akan
mengarah kepada kebangkrutan sehingga going concern perusahaan diragukan.
Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan yang sakit
banyak ditemukan masalah going concern (Ramadhany, 2004). Menurut Santosa
3
dan Wedari (2007) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu
atau memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima
opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah
mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit
going concern.
Tamba dan Siregar (2007) dan penelitian praptitorini, et al. (2007)
menemukan bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadi
kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan profitabilitas kebangkrutan dan
variabel lag laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrem (countrary
information), seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi
tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor
mungkin cenderung untuk mengeluarkan opini going concern. Chench dan
Chruch (1992) menemukan penambahan variabel status debt default dapat
meningkatkan R² sampel dari 35% menjadi 93%, hal ini mengindikasikan bahwa
variabel debt default sebagai variabel yang penting. Keadaan default terlihat dari
kesulitan memenuhi kewajibannya, seperti terpenuhinya syarat-syarat perjanjian
hutang atau tidak melakukan pembayaran sesuai jadwal.
Audit lag didefinisikan sebagai jumlah tanggal kalender antara tanggal
berakhirnya laporan keuangan tahunan (31 Desember) dengan tanggal selesainya
pekerjaan lapangan. McKeown et. al., (1991) menyatakan bahwa opini audit
going concern lebih banyak ditemui ketika pengeluaran opini terlambat. Hal ini
bisa dimungkinkan karena auditor terlalu banyak melakukan tes, manajer
melakukan negosisasi yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan
4
hidup atau auditor mengharapkan dapat memecahkan masalah yang dihadapi
untuk menghindari dikeluarkannya opini audit going concern. Audit lag
berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern, hal tersebut
seperti yang diungkapakan dalam penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008).
Reputasi sebuah kantor akuntan publik dipertaruhkan ketika opini yang
diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya.
Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi
yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Auditor yang bereputasi baik
cenderung akan menerbitkan opini audit going concern jika klien terdapat
masalah berkaitan going concern perusahaan. Beberapa penelitian menyebutkan
reputasi auditor berhubungan positif dengan ukuran auditor. Seperti DeAngelo
(1981) secara teoritis telah menganalisis hubungan antara kualitas audit dan
ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). DeAngelo berargumen bahwa berskala
auditor besar akan memiliki lebih banyak klien dan fee total akan dialokasikan
diantara para kliennya. Junaidi dan Hartono (2010) berpendapat bahwa auditor
berskala besar akan lebih independen, dan karenanya, akan memberikan kualitas
yang lebih tinggi atas audit.
Opinion shopping didefinisikan oleh security exchange commission (SEC),
sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang
diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan.
Perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor untuk menghindari
penerimaan opini going concern. Auditee yang di audit oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) baru mungkin lebih puas dengan beberapa pertimbangan. Pertama
5
perusahaan cenderung untuk mengganti auditor adalah bahwa mereka tidak puas
dengan pelayanan yang diberikan dari auditor sebelumnya atau mereka
mempunyai beberapa jenis perselisihan dengan auditor sebelumnya. Oleh karena
itu, perusahaan mengganti auditor dalam tiga tahun yang lalu dengan harapan
akan mengalami suatu peningkatan dalam kepuasan klien. Kedua perikatan audit
yang baru, ada ketidakyakinan manajemen klien terhadap kualitas pelayanan yang
disediakan dari Kantor Akuntan Publik. Tujuan pelaporan dalam opinion
shopping dimaksudkan untuk meningkatkan untuk meningkatkan (memanipulasi)
hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Opinion shopping menyebabkan
dampak negatif.
Pengujian selanjutnya pengaruh Disclosure terhadap opini going concern,
dimana belum banyak penelitian yang melakukan pengujian pada faktor ini.
Haron et al. (2009) dan penelitian Junaidi dan Hartono (2010), menyatakan bahwa
pengungkapan laporan keuangan berdampak signifikan terhadap opini going
concern. Disclosure laporan keuangan merupakan informasi yang sangat
dibutuhkan bagi auditor, misalnya, pengungkapan informasi keuangan mengenai
konsistensi penggunaan metode akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan,
kebijakan-kebijakan perusahaan, kerjasama perusahaan dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa perusahaan, serta kejadian setelah tanggal neraca
dalam hal pemberian opini going concern. Pengungkapan yang memadai atas
informasi keuangan perusahaan tersebut menjadi salah satu dasar auditor dalam
memberikan opininya terhadap kewajaran laporan keuangan perusahaan.
6
Penelitian yang akan dilakukan mengembangkan penelitian dari Junaidi
dan Jogianto (2010). Persamaan dengan penelitian sebelumnya menggunakan
variabel reputasi auditor dan disclosure sebagai prediktor dari penerimaan opini
audit going concern. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya juga terletak pada
tahun pengamatan 2006-2010.
Peneliti menguji kembali variabel reputasi auditor dan disclosure karena
hasil dari banyak penelitian belum konklusif serta menguji konsistensi hasil yang
diperoleh penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini peneliti menambahkan
variabel kondisi keuangan dan debt default karena dapat dijadikan suatu prediksi
kebangkrutan suatu entitas di masa akan datang. Sedangkan variabel opinon
shopping dan audit lag dapat dijadikan indikator integritas dan independensi
auditor.

No comments:

Post a Comment