1.1
Latar Belakang
Memasuki
era pasar global, persaingan di dunia usaha semakin ketat, yang menuntut setiap
perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan
atau bahkan lebih berkembang. Untuk itu perusahaan perlu mengembangkan suatu
strategi yang tepat agar bisa mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki
kinerjanya. Salah satu usaha untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat
adalah melalui ekspansi. Ekspansi perusahaan dapat dilakukan baik dalam bentuk
ekspansi internal maupun ekspansi eksternal. Ekspansi internal terjadi pada
saat divisi-divisi yang ada dalam perusahaan tumbuh secara normal melalui kegiatan
capital budgeting. Sedangkan ekspansi eksternal dapat dilakukan dalam
bentuk penggabungan usaha.
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan
hukum, perpajakan atau alasan lainnya. Namun, tidaklah mudah untuk mewujudkan
penggabungan yang ideal. Penggabungan usaha industri perusahaan di
negara-negara maju telah lama terjadi. Penggabungan usaha baru terlihat
signifikan setelah krisis melanda kawasan Asia. Kompetisi yang kian ketat serta
tuntutan kemampuan teknologi serta kualitas pelayanan, memaksa perusahaan Asia
memilih merger dan akuisisi. Di Indonesia didorong oleh semakin besarnya pasar
modal, transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan. Di Indonesia isu
merger dan akuisisi hangat
2
dibicarakan
baik oleh para pengamat ekonomi, ilmuwan dan praktisi bisnis sejak tahun
1970-an. Pada periode 1989-1992 saja telah terjadi 32 kasus merger dan akuisisi
terhadap 79 perusahaan (Santoso, 1992).
Alasan
perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah untuk memperoleh sinergi, strategic
opportunities, meningkatkan efektifitas dan mengeksploitasi mispricing di
pasar modal (Foster, 1994). Pada umumnya tujuan dilakukannya merger dan
akuisisi adalah mendapatkan sinergi atau nilai tambah. Oleh sebab itu keunggulan
masing-masing perusahaan untuk saling melengkapi menjadi pertimbangan utama
dalam menjajaki merger. Merger antara perusahaan selain harus memperhatikan
daya saing ekonomi juga kepuasan bagi pemegang saham. Teknik merger sudah tentu
harus diterapkan secara optimal dalam konteks keterkaitan persamaan sifat-sifat
usahanya.
Keputusan
untuk merger dan akuisisi bukan sekedar menjadikan dua ditambah dua menjadi
empat tetapi merger dan akuisisi harus menjadikan dua ditambah dua menjadi
lima. Nilai tambah yang dimaksud tersebut lebih bersifat jangka panjang
dibanding nilai tambah yang hanya bersifat sementara saja. Oleh karena itu, ada
tidaknya sinergi suatu merger dan akuisisi tidak bisa dilihat beberapa saat
setelah merger dan akuisisi terjadi, tetapi diperlukan waktu yang relatif
panjang. Sinergi yang terjadi sebagai akibat penggabungan usaha bisa berupa
turunnya biaya rata-rata per unit karena naiknya skala ekonomis, maupun sinergi
keuangan yang berupa kenaikan modal.
Keputusan
merger dan akuisisi selain membawa manfaat tidak terlepas dari permasalahan
(Suta, 1992), diantaranya biaya untuk melaksanakan merger dan
3
akuisisi
sangat mahal, dan hasilnya pun belum pasti sesuai dengan yang diharapkan. Di
samping itu, pelaksanaan akuisisi juga dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap posisi keuangan dari acquiring company apabila strukturisasi
dari akuisisi melibatkan cara pembayaran dengan kas dan melalui pinjaman.
Pennasalahan yang lain adalah kemungkman adanya corporate culture, sehingga
berpengaruh pada sumber daya manusia yang akan dipekerjakan.
.
Merger dan akuisisi merupakan bentuk investasi bisnis yang memerlukan
pertimbangan-pertimbangan strategis dalam keputusannya. Secara umum keputusan
akuisisi ditujukan untuk mencapai nilai sinergi, yaitu peningkatan competitiveness
dan cash flow yang dihasilkan yang tidak dapat dicapai jika
dilakukan oleh kedua perusahaan yang bergabung itu sendiri-sendiri. Namun
demikian banyak lubang-lubang perangkap (synergy trap) yang melekat
dalam merger dan akuisisi (Payamta, 2004).
Keputusan
merger mempunyai pengaruh yang besar dalam perbaikan kondisi dan peningkatan
kerja perusahaaan, karena dengan bergabungnya dua perusahaan atau lebih dapat
saling menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih
besar dibandingkan bila dilakukan dengan sendiri-sendiri. Keuntungan yang lebih
besar akan semakin memperkuat posisi keuangan perusahaan yang melakukan merger.
Dalam penelitian ini lebih memfokuskan penelitian pada perbandingan kinerja
perusahaan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi pada perusahaan go
public non bank yang terdaftar di BEI.
4
Kemudian
untuk menilai kinerja keuangan perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi
dapat dilihat dengan membandingkan dari neraca keuangannya dimana untuk
mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan, alat yang biasanya digunakan adalah
rasio keuangan.
Seperti
yang tertera di tabel 1.1 diatas, dimana masing-masing perusahaan yang
melakukan merger dan akuisisi mengalami dampak yang berbeda pada tahun sesudah
melakukan merger dan akuisisi tersebut. Terlihat dimana current ratio yang
merupakan rasio kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya diharapkan
mengalami peningkatan setelah melakukan merger dan akuisisi. Namun yang terjadi
justru sebaliknya seperti yang dialami oleh perusahaan Siantar Top Tbk (STTP)
dan Indo Acidatama (SRSN). Hal serupa didapat jika
5
melihat
berdasarkan quick ratio dimana sebagian perusahaan mengalami peningkatan
dan sebagian lainnya mengalami penurunan.
Lalu
beralih kepada rasio profitabilitas yang diukur berdasarkan ROE dan NPM dimana
perusahaan seperti Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan Mobile-8 Telecom Tbk (FREN)
mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini berarti setelah melakukan merger
dan akuisisi perusahaan belum dapat memanfaatkan modal sendiri yang dihasilkan
untuk menghasilkan keuntungan maksimal.
Kemudian
rasio DER yang menunjukkan semakin tinggi rasio tersebut maka semakin banyak
uang kreditur yang digunakan sebagai modal kerja untuk menghasilkan laba
sekaligus mencerminkan risiko perusahaan yang tinggi. Beberapa perusahaan yang
mengalami penurunan angka ini secara signifikan adalah Lippo Karawaci Tbk
(LPKR) dan Nusantara Infrastucture Tbk (META). Hal serupa juga didapat pada
variabel DAR dimana kedua perusahaan ini mengalami penurunan yang cukup besar.
Selanjutnya
berdasarkan tabel 1.1 sebelum melakukan merger dan akuisisi Total Asset Turn
Over rata-rata perusahaan mengalami peningkatan. Hal ini berarti kinerja
perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan revenue
semakin membaik. Meski begitu, tidak semua perusahaan mengalami
peningkatan. Seperti Agis Tbk (TMPI), Indo Acidatama Tbk (SRSN) dan Mobile-8
Telecom Tbk (FREN) justru mengalami penurunan. Sama halnya dengan FATO dimana
setelah melakukan merger dan akuisisi diharapkan perusahaan mengalami
peningkatan dalam menghasilkan penjualan melalui aktiva
6
tetapnya.
Meski secara rata-rata perusahaan mengalami peningkatan namun itu tidak terjadi
pada Agis Tbk (TMPI) dan Indo Acidatama Tbk (SRSN).
Dalam
penelitian terdahulu, penelitian dari Nurdin (1996) menemukan bahwa terdapat
perbedaan kinerja keuangan perusahaan dan kegiatan akuisisi berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Samosir
(2003) yang menyatakan bahwa dalam banyak hal merger merupakan kegiatan yang
tidak berdampak positif dan tidak sehat jika dilihat dari rasio keuangannya.
Menurut hasil penelitian Payamta (2004) proses merger ternyata tidak membuat
perbaikan kinerja keuangan dalam perusahaan, justru kinerja perusahaan
mengalami penurunan. Berbeda dengan hasil penelitian Widjanarko (2006), yang
menunjukkan proses merger dan akuisisi dalam jangka panjang memberi pengaruh
positif pada rasio return on equity dan debt to equity ratio.
Sependapat
dengan Widjanarko (2006) hasil positif juga didapat oleh Kumar (2003) yang
dalam penelitiannya menemukan peningkatan kinerja perusahaan setelah
dilakukannya merger dan akuisisi. Banyak penelitian untuk menginvestigasi
pengaruh merger pada perusahaan, namun hasil yang dicapai tidak selalu sama.
Berdasarkan
perbedaan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas, menarik untuk
menganalisis dan membahas mengenai perubahan yang terjadi dalam perusahaan
setelah terjadinya merger dan akuisisi. Pemilihan objek penelitian dilakukan
pada perusahaan non bank karena ingin mengkhususkan kategori bidang usaha dari
penelitian terdahulu yang lebih banyak fokus pada
7
perusahaan
bank dan manufaktur, sehingga dari pertimbangan diatas penelitian ini diberi
judul Analisis Kinerja Keuangan Pasca Merger dan Akuisisi Studi Kasus pada
Perusahaan Non Keuangan & Perbankan yang Go Public di Bursa Efek
Indonesia.
No comments:
Post a Comment