Praktik
pengungkapan risiko perusahaan merupakan bagian dari penerapan konsep
pengungkapan (disclosure). Apabila dikaitkan dengan data, pengungkapan berarti
memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Selanjutnya,
apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan mengandung arti bahwa
laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai
hasil aktivitas suatu unit usaha (Ghozali dan Chariri, 2007). Dalam
interpretasi yang lebih luas, pengungkapan terkait dengan informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan maupun informasi tambahan (supplementary
communications) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian
setelah tanggal pelaporan, analisis manajemen tentang operasi perusahaan di
masa yang mendatang, prakiraan keuangan dan operasi, serta informasi lainnya
(Nuswandari, 2009).
Tiga konsep
mengenai pengungkapan yang diusulkan menurut Ghozali dan Chariri (2007) adalah
pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full).
Yang paling umum digunakan dari tiga konsep tersebut adalah pengungkapan yang
cukup. Pengungkapan ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar
laporan keuangan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang
lebih positif. Pengungkapan secara wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat
memberikan perlakuan yang sama dan umum bagi semua pemakai laporan keuangan.
Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang
relevan. Bagi beberapa pihak, pengungkapan yang layak ini diartikan sebagai
penyajian informasi yang berlebihan, sehingga tidak bisa dikatakan akan layak
(Hendriksen dan Breda, 1992 dalam Ghozali dan Chariri, 2007).
Dalam praktik
pengungkapan risiko perusahaan, manajer harus memberikan pengungkapan yang
cukup mengenai informasi risiko-risiko yang dihadapinya dalam laporan keuangan
interim. Hal tersebut memberikan informasi yang minimal kepada investor dan
kreditur dalam memutuskan keputusan investasi mereka. Perusahaan dikatakan
telah mengungkapkan risiko jika pembaca laporan keuangan diberi informasi
mengenai kesempatan atau prospek, bahaya, kerugian, ancaman atau eksposur, yang
akan berdampak bagi perusahaan sekarang maupun masa mendatang (Linsley dan
Shrives, 2006). Pelaporan risiko (pengungkapan risiko dalam laporan keuangan
interim) merupakan salah satu aspek penting dalam melakukan manajemen risiko.
Hal tersebut menjadi penting karena memiliki beberapa manfaat, antara lain
sebagai berikut:
1. membantu
pengguna laporan keuangan untuk menilai risiko saat ini dan di masa mendatang,
yang diperlukan untuk mengoptimalkan pendapatan mereka (Abraham dan Cox, 2007)
2. membantu
dalam proses pengambilan keputusan investor dengan, mengevaluasi informasi yang
diungkapkan oleh perusahaan dalam membangun tingkatan berbagai risiko yang
dihadapinya, kemudian keputusan yang diambil berdasarkan pengembalian yang
diharapkan dan pertimbangan risiko (Cabedo dan Tirado, 2004)
3. meningkatkan
akuntabilitas terhadap pengaruhnya dengan manajemen (stewardship),
perlindungan investor dan kegunaan pelaporan keuangan. (ICAEW dalam Elzahar dan
Hussainey, 2012).
Pengungkapan
risiko perusahaan juga memiliki manfaat bagi perusahaan yaitu dapat mengurangi
kemungkinan kegagalan keuangan (Baretta dan Bozzolan dalam Elzahar dan
Hussainey, 2012). Selain itu, pengungkapan risiko dapat menurunkan biaya
pendanaan eksternal perusahaan (Linsley dan Shrives dalam Elzahar dan
Hussainey, 2012).
Pentingnya
pengungkapan risiko dalam laporan keuangan interim telah membuat badan
regulator di luar negeri dan Indonesia mengeluarkan aturan aturan yang mensyaratkan
perusahaan melaporkan informasi risikonya dalam laporan keuangan. Aturan yang
mendukung pengungkapan risiko dalam laporan keuangan interim yaitu Keputusan
Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomo r: Kep-36/PM/2003 dan Kep-346/BL/2011
mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala bagi Emiten atau
Perusahaan Publik, menyatakan bahwa
emiten selain diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan tengah tahunan
juga diwajibkan untuk menyertakan penjelasan mengenai risiko-risiko yang
dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola
risiko tersebut. Risiko-risiko itu misalnya, risiko yang disebabkan oleh
fluktuasi kurs atau suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ketentuan
negara lain atau peraturan internasional, dan kebijakan pemerintah.
Selanjutnya,
PSAK No. 60 (Revisi 2010) yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan, menyebutkan bahwa pengungkapan yang
dipersyaratkan adalah untuk mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna
laporan keuangan untuk mengevaluasi signifikansi instrumen keuangan terhadap
posisi dan kinerja keuangan. Pengungkapan risiko yang harus dilakukan lebih
pada jenis dan tingkat risiko yang timbul, yang kemudian dikategorikan dalam
pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Pengungkapan kuantitatif meliputi
risiko kredit, aset keuangan yang melewati jatuh tempo atau mengalami penurunan
nilai, agunan dan peningkatan kualitas kredit yang diperoleh, risiko
likuiditas, risiko pasar dan analisis sensitivitas, serta pengungkapan risiko
pasar lainnya. Sedangkan pengungkapan kualitatif meliputi eksposure timbulnya
risiko, tujuan, kebijakan dan proses pengelolaan risiko. PSAK No. 60 (Revisi
2010) tidak mengatur format ataupun tempat diungkapkannya informasi risiko
dalam laporan keuangan. Namun, jika informasi tersebut telah diungkapkan dalam
laporan keuangan, maka tidak perlu disajikan kembali dalam catatan atas laporan
keuangan.
No comments:
Post a Comment