Sebelum masuk ke
pembahasan, ada baiknya Anda jawab pertanyaan berikut ini. Pernahkah Anda
mendengarkan orang lain bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia dan Anda tidak
mengerti apa yang mereka bicarakan? Dalam situasi ini, bisakah Anda
‘nimbrung’ ikut-ikutan terlibat dalam percakapan tersebut? Nah, kedua orang
yang bercakap tadi sedang berkomunikasi, sedang meciptakan teks dan teks yang
mereka ciptakan adalah rekaman dari konteks yang mereka ketahui. Dengan bermodalkan bahasa yang sama,
pengetahuan tentang konteks yang sama mereka berhasil berwacana. Mengapa Anda
tidak bisa ‘nimbrung’? Karena Anda hanya tahu bahasa mereka tanpa mengetahui
konteks yang melingkupi pikiran mereka yang direalisasikan dalam bahasa.
Seandainya saja Anda nekat dan memaksa memberi komentar tentang apa yang mereka
bicarakan bisa jadi ujaran Anda tidak ‘nyambung’ sehingga jika percakapan itu
direkam dan dianalisis, ujaran Anda akan terlihat seperti ‘barang aneh’ yang
‘nyelonong’ tidak harmonis.
Contoh di atas, yang
menggambarkan bahwa orang tidak dapat begitu saja berpartisipasi dalam
pembicaraan orang lain, menunjukkan betapa pentingnya memahami konteks dan
sekaligus menunjukkan bahwa bahasa adalah rekaman dari konteks. Pada saat yang
sama bahasa atau teks yang kita ciptakan juga membentuk konteks sehingga
bagian-bagian teks yang tergelar (unfold)
harus dimaknai berdasarkan teks yang muncul sebelumnya. Jika ini yang terjadi
maka teks yang kita ciptakan bukan hanya merupakan sekumpulan kata yang
dihasilkan manusia melainkan juga disebut wacana.
Telah disebutkan
sebelumnya bahwa untuk mampu berwacana diperlukan konteks dan konteks ini
adalah pengetahuan yang dimiliki bersama oleh pihak-pihak yang berkomunikasi
atau yang lazim disebut shared knowledge.
Jika kita berkomunikasi dalam bahasa kita, yang kita perlukan adalah shared knowldge dan biasanya sebelum
kita ‘masuk’ ke tujuan komunikasi utama, kita membuat semacam pengantar untuk
menjajagi apakan lawan bicara siap untuk memasuki topik utama. Begitu kita tahu
bahwa informasi yang akan mendukung pembicaraan dimiliki bersama maka kita siap
memasuki tahap komunikasi transaksional apapun. Bagaimana dengan komunikasi
dalam bahasa asing?
Untuk berkomunikasi
dalam bahasa asing dengan orang asing kita terpaksa bekerja lebih keras karena
perbedaan budaya menyebabkan apa yang kita ketahui bukan jaminan akan diketahui
orang asing. Untuk memastikan adanya shared
knowledge kita perlu proses yang lebih panjang yang ada kalanya diwarnai
dengan ketidakfahaman.
Dalam proses
pengajaran bahasa siswa juga perlu memiliki pengetahuan tentang apa yang akan
dilakukan guru. Maka tahap penting yang tidak boleh dilewatkan oleh guru adalah
tahap building knowledge of the field
atau membangun konteks seperti pengenalan kosa kata, pola kalimat dan sebagainya.
Mengapa demikian? Proses pengajaran adalah proses komunikasi juga sebagaimana
yang terjadi dalam peristiwa komunikasi lainnya. Oleh karenanya berkomunikasi
atau membangun wacana tidak dimungkinkan tanpa adanya shared knowledge. Bagi orang yang berasal dari budaya yang sama shared knowledge ini menjadi
asumsi-asumsi atau konvensi tidak tertulis tetapi diketahui oleh umum; bagi
pelajar bahasa asing semua asumsi dan konvensi ini harus dipelajari.
Di dalam kelas, guru
dan siswa membentuk satu komunitas juga. Untuk membangun sebuah kompetensi komunikatif
tertentu (yang ada di standar kompetensi) diperlukan pengetahuan tentang kosa
kata, idiom-idiom, dan pengatahuan lainnya. Pelajaran tidak mungkin berjalan
dengan lancar sesuai harapan jika guru ‘melompat’ langsung menuju ke tahap yang
lebih tinggi dengan jalan pintas. Misalnya untuk membuat siswa bercakap-cakap,
mereka langsung diminta menghafalkan conversations,
dan setelah itu diuji untuk dilihat apakah siswa sudah bisa
mendemonstrasikannya dengan baik. Jika ini yang terjadi, barangkali siswa yang
pandai menghafal akan mendapat nilai tinggi sementara siswa yang sebenarnya
lebih mampu berkomunikasi secara alamiah justru mendapat nilai kurang karena
mereka bukan tipe penghafal. Menghafal bukan kegiatan yang salah, tetapi tujuan
pengajaran adalah mengembangan kompetensi berkomunikasi dalam konteks yang ada.
Menghafalkan frasa-frasa atau ungkapan-ungkapan yang merupakan ungkapan rutin
sehari-hari atau fixed expressions sangat dianjurkan bukan
hanya bagi siswa, tetapi juga bagi guru. Ungkapan-ungkapan inilah yang nantinya
digunakan dalam komunikasi nyata sesuai konteksnya. Kemampuan menggunakan
ungkapan-ungkapan yang benar sesuai konteks inilah yang menjadi indikator
berkembangnya kompetensi.
No comments:
Post a Comment