Wednesday, June 1, 2016

Pendahuluan Skripsi Financial Performance.

PENDAHULUAN


        1.1     Latar Belakang Masalah
 Dalam menjalankan sebuah perusahaan, kinerja perusahaan sangat penting untuk diukur dan diketahui bagaimana perkembangannya dari tahun ke tahun. Informasi tentang kinerja perusahaan ini berguna salah satunya untuk menetapkan kebijakan selanjutnya yang akan diambil oleh pihak manajemen. Kinerja perusahaan juga mempengaruhi minat para calon pembeli saham perusahaan di pasar modal. Kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangannya merupakan patokan suatu saham dapat dikatakan profitable atau tidak profitable. Sehingga ukuran kinerja dan faktor–faktor yang dapat memperbaiki kinerja perusahaan sangat penting untuk diketahui oleh perusahaan. Dengan terukurnya kinerja perusahaan maka nilai perusahaan itu juga dapat diketahui secara jelas oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan tata kelola yang lebih baik pula, perusahaan akan mempunyai daya saing yang lebih baik. 
 Dalam beberapa wacana tentang kinerja perusahaan, intellectual capital dan corporate governance sebagai unsur-unsur yang perlu diungkapkan dan diterapkan untuk menilai suatu perusahaan menjadi hal yang makin dipertimbangkan. Purwantini (2008) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir corporate governance menjadi sebuah isu penting dikalangan para eksekutif, organisasi-organisasi non government organization (NGO), para konsultan korporasi, akademisi, dan regulator (pemerintah) di berbagai belahan dunia. Munculnya “new economy” yang secara prinsip didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan, juga telah memicu tumbuhnya minat dalam pengungkapan intellectual capital (Petty dan Guthrie, 2000; Bontis, 2001) dalam Ulum (2007).
  Intellectual capital merupakan aset tidak berwujud yang terdapat di dalam laporan keuangan. Selama ini pengungkapan intellectual capital sudah banyak dilakukan dalam menentukan value perusahaan. Masuknya perusahaanperusahaan asing ke pasar Indonesia menuntut perusahaan dalam negeri untuk semakin memperbaiki nilai (value) dan kinerja (performance) perusahaannya guna menghadapi persaingan yang semakin ketat. Dalam proses perbaikan tersebut, perusahaan membutuhkan informasi yang lebih relevan tentang elemen yang diukur tidak hanya aset berwujud (tangiable asset) namun juga aset tidak berwujud (intangiable asset) guna mengungkapkan nilai dan kinerja perusahaan.  Nilai pasar (market value) dari beberapa perusahaan dapat beberapa kali lipat lebih besar dari nilai buku aset perusahaan (Roos, 1997 seperti dikutip oleh Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Perbedaan keduanya tersebut disebut sebagai “hidden value” yang tergambar dari persentasi dari nilai pasar. Dengan diketahui adanya  hidden value  tersebut dapat diindikasikan bahwa perusahaan memiliki intellectual capital. Selain itu Commisionner Steven M. H. Wallman (dikutip dari Sawarjuwono dan Kadir, 2003) menyarankan perusahaan untuk mulai mengungkapkan “hidden assets” yang dimiliki dengan menerbitkan pernyataan tambahan (suplemen) dalam laporan tahunan yang dipublikasikan. Hal ini sependapat dengan Rupert (dalam Sawarjuwono dan Kadir, 2003) yang menyatakan bahwa banyak perusahaan yang memiliki aktiva berwujud yang tidak signifikan dalam laporan keuangan namun penghargaan pasar atau nilai perusahaan tersebut sangat tinggi. Beberapa penulis (Bontis 2000; Sveiby 1998; Mouritsen 2000; Roos (1997) dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003) juga menyatakan bahwa:
 Adding a flow perspective to the stock perspective is a kind to adding a  profit and loss statement to a balance sheet in accounting. The two  perspectives combined (or the two reporting tools, in the case of  accounting) provide much more information than any single one alone. At  the same time, intellectual capital flow reporting presents some additional  challenges in terms of complexity.

 Dalam kutipan tersebut Roos menyatakan bahwa dua perspektif yang dikombinasikan dalam pelaporan tersebut akan menghasilkan lebih banyak informasi daripada 1 perspektif saja. Abdolmohammadi (dalam Yuniasih, 2010) menyatakan jika modal intelektual merupakan sumber daya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka modal intelektual akan memberikan kontribusi terhadap kinerja perusahaan. Salah satu masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengukur intellectual capital. Beberapa konsep pengukuran intellectual capital telah dikembangkan oleh para peneliti, salah satunya adalah model yang dikembangkan oleh Pulic. Model VAICTM yang diciptakan Pulic terbukti dapat menunjukkan adanya hubungan positif diantara pada penelitian Chen (2005) dan Tan (2007). Komponen utama dari VAIC™ adalah physical capital (VACA - Value Added Capital Employed), human capital (VAHU - Value
Added Human Capital), dan structural capital (STVA - Structural Capital Value
Added).
                    Selain     memperbaiki      pengungkapan      laporan      keuangan      berupa
pengungkapan IC (intellectual capital), sebuah perusahaan juga dirasa perlu melakukan penerapan dan pengelolaan corporate governance yang baik. Newel dan Wilson (dalam Purwantini, 2008) menyatakan bahwa secara teoritis praktik corporate governance yang baik dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan kinerja keuangan dan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh tindakan manajemen yang cenderung menguntungkan diri mereka sendiri. Husain dan Malin (dalam Purwantini, 2008) menyatakan bahwa penyebab utama berkembangnya kebutuhan akan praktik-praktik corporate governance yang baik adalah sebagai akibat dari kebangkrutan perusahaan-perusahaan ternama, baik di sektor keuangan maupun non keuangan seperti WordCom di Amerika Serikat dan HIH dan One-tel di Australia. Menurut Tjager (dalam Purwantini, 2008), corporate governance dilatar belakangi beberapa permasalahan antara lain adanya tuntutan akan transparansi dan independensi yang memicu perusahaan agar memiliki lebih banyak komisaris independen yang mengawasi tindakan–tindakan para eksekutif. 
 Konsep corporate governance sebenarnya dapat didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme dalam mengendalikan suatu perusahaan agar kegiatan operasinya berjalan sesuai apa yang diharapkan oleh stakeholders atau pihak yang berkepentingan. Corporate governance menekankan pada pentingnya hak pemegang saham atau stockholder untuk memperoleh informasi yang andal, akurat, dan tepat waktu. Selain itu juga menunjukkan kewajiban manajemen perusahaan untuk mengungkapkan seluruh informasi kinerja keuangan secara independen, akurat, tepat waktu, dan transparan. Keseimbangan kepentingan dari dua belah pihak yaitu pemegang saham selaku pemilik dengan manajemen adalah tujuan yang diharapkan dari penerapan corporate governance. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun non-publik harus memandang corporate governance bukan sebagai aksesoris semata tetapi sebagai upaya peningkatan kinerja dan nilai perusahaan Tjager (dalam Darmawati, 2004).
 Corporate governance diproksikan antara lain dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, jumlah anggota komite audit, ukuran dewan komisaris, dan jumlah rapat dewan komisaris. Penelitian Cornett (dalam Bangun, 2008), menggunakan indikator mekanisme corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi komisaris independen. Dipilihnya proksi-proksi tersebut berdasarkan beberapa pendapat antara lain: Roos (1959) dalam Bangun (2008) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen akan cenderung berupaya meningkatkan kinerja perusahaan, Vafeas (2000) dalam Bangun (2008) menyatakan bahwa dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dan kualitas laba yang meningkat menunjukkan adanya peningkatan kinerja perusahaan dan Arif (2006) dalam Bangun (2008) menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen yang besar pula sehingga secara tidak langsung meningkatkan kinerjanya. Sedangkan sebagai indikator kinerja keuangan perusahaan digunakan proksi return on assets (ROA). ROA merupakan perbandingan dari return (laba) perusahaan dibanding aset yang dimilikinya. Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Semakin besar laba yang dihasilkan berarti kinerja  perusahaan semakin baik.
 Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti termotivasi melakukan penelitian kembali mengenai  

No comments:

Post a Comment