BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta
berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan
profesionalisme.[1]
Tujuan dari BMT adalah untuk menyediakan dana murah dan cepat guna
pengembangan usaha kecil bagi anggotanya. BMT juga bertujuan meningkatkan kualitas
usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. [2]
Pada awalnya BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk
Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yaitu suatu
lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari anggota dan diperuntukkan bagi
anggota. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mencontoh proyek yang sering
dilakukan pemerintah dalam upaya pengembangan masyarakat.Secara Hukum BMT
berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya tidak jauh berbeda dengan
Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang
ada di Bank Syari’ah.
Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun
1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi.[3]
Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91
tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan syari’ah. Undang-undang tersebut
sebagai payung berdirinya BMT ( Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah). Meskipun
sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi
saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada
anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika
pembiayaannya telah selesai. [4]
Peraturan operasional bank syari’ah berdasarkan undang-undang
Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dengan ketentuan pelaksanaannya seperti PP Nomor
71 tahun 1992 tentang BPR serta PP Nomor 72 tahun 1992 yang mengatur mengenai
bank dengan prinsip bagi hasil. Kemudian Undang-undang Nomor 7 tahun 1992
tersebut telah diganti dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998.[5]
Gerakan BMT dicanangkan sebagai gerakan nasional oleh presiden
Soeharto pada pembukaan silaknas ICMI di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1995.[6]
Dalam beberapa tahun kemudian BMT dibina dan dikembangkan oleh PINBUK (Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) yang merupakan badan pekerja dari YINBUK (Yayasan
Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil). YINBUK
didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 dengan tujuan untuk mengembangkan
BMT secara meluas dan sehat.Upaya yang dilakukan PINBUK dengan beberapa langkah
kelembagaan antara lain, berupa
kerjasama dengan BI sejak 1995 melalui Proyek Hubungan Kerjasama (PHBK) dengan
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). [7]
Seiring dengan perkembangan keberadaan BMT,
selanjutnya PINBUK tidak lagi menjadi satu-satunya perintis dan pendukung
pendiriannya. Ormas Islam atau lembaga keislaman juga mengambil peran mereka
dalam memunculkan BMT-BMT baru. Ormas itu antara lain ICMI, MUI, NU dan Muhammadiyah. [8]
Bahkan sejak tahun 2005 pendirian BMT telah bergeser kepada perusahaan bisnis
yang disokong oleh seorang investor kuat atau kelompok bisnis. Tanda-tandanya
dapat dilihat dari kepemilikan dan kemunculan kantor kas-kantor kasnya dalam
jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Pada sisi legalitasnya terdapat
pergeseran pengakuan kewenangan legalitasnya yang semula diberikan oleh PINBUK
dengan bekerjasama dengan Departemen Koperasi dan PHBK BI beralih menjadi
kewenangan sepenuhnya Departemen Koperasi sehingga yang bertanggungjawab
membinanya secara legal tetaplah departemen koperasi.
[1] PINBUK, Modul Pelatihan
Pengelola Baitut Tamwil (Jakarta ,
PINBUK, tt). Hal 2-3.
[2] Ibid
[3] Baihaqi Abd. Madjid (Ed), Paradigma
Baru Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah : Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT, (Jakarta , PINBUK,2000), hal.
85-91.
[4] Ibid, hal 92.
[5] Umi Pujiastuti, Pendirian dan
Pengelolaan BMT di Lingkungan Pondok Pesantren, (Jakarta , Depag, 2000), hal.6.
[6] Baihaqi Abd Madjid (ed), Paradigma,
hal. 222.
[7] Ibid, hal 256.
[8] Muhammad (Ed), Bank Syari’ah, Analisis Kekuatan, Kelenahan,
Peluang dan Ancaman, (Yogyakarta ,
Ekonisia,2006), hal 144-148.
No comments:
Post a Comment