Tuesday, July 3, 2012

Landasan Teoritis Skripsi Bank Syari’ah



a.             Pengertian
     Bank Islam atau bank syari’ah secara teknis mempunyai persamaan pengertian. Para Pakar pebankan  Islam memberikan beberapa definisi.
        Menurut Karnaen A. Perwaatmadja, bank syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba.[1]
             Sedangkan Warkum Sumitro mengatakan bahwa bank Islam berarti bank yang tata cara operasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islami, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadits. Dalam operasionalisasinya, bank Islam harus mengikuti atau berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, bentuk-bentuk yang sudah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan hadits.[2]
             Senada dengan pengertian di atas, Amin Azis juga berpendapat bahwa bank Islam adalah lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan syariah Islam. Hal ini berarti, operasional bank syari ’ah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an maupun hadits, yaitu menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya sesuai dengan syari’ah Islam.[3]
Dari  beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Di mana sistem, tata cara, dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan pada syariat Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits.
Dalam Al-Qur’an, istilah bank tidak pernah disebutkan secara eksplisit, tetapi menurut Arifin, jika yang dimaksud merujuk pada sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas seperti zakat, shodaqoh, ghanimah, bai’, dan sebagainya., atau segala sesuatu yang memiliki fungsi atau peran tertentu yang dilaksanakan dalam kegiatan ekonomi.[4]
Sedangkan dilihat dari sisi ahlak, Al-Qu’an juga menyebutkan sebuah konsep yang secara eksplisit disebutkan dalam bentuk kisah maupun perintah. Konsep accountability merupakan contoh kongkrit yang tertera dalam beberapa ayat, misalnya QS al-Baqarah(2):282-283,
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãŠø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u Ÿwur ó§yö7tƒ çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gŠÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& Ÿw ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#ypk9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤=Ï9 #oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRr㍃Ïè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[5] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
.                   Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [6] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Surat Al-Baqarah: 282-283)
             
      Konsep trust (amanah) dalam QS al-Baqarah (2): 283, dan masih banyak ayat lain yang berkaitan dengan konsep keadilan, amar ma’ruf  nahi mungkar, menegakkan kebenaran, dan berlaku sabar dalam rangka menjaga stabilitas lembaga tersebut.[7]

b.Prinsip-Prinsip Prilaku Bisnis Syari’ah
Untuk menyesuaikan dengan aturan dan norma-norma Islam, sudah semestinya diterapkan dalam perilaku bisnis termasuk dalam hal ini praktek perbankan Islam, lima prinsip sebagai berikut :
1). Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);
2). Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat;
3). Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai Islam (haram);
4). Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maisir (judi) dan gharar (ketidakpastian);
5). Penyediaan Takaful (asuransi Islam).[8]


     [1]Karnaen A. Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, dalam  Sofiniyah Ghufron (Penyunting)  Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, cet. 1, (Jakarta : Renaisan, 2005), hal.18. 
     [2] Ibid, hal.19.
     [3] Ibid.
     [4]Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, dalam Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Ibid, hal. 20. 
       [5] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

       [6]barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.

       [7] Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, cet. I (Jakarta: Renaisan, 2005) hal.20.
      [8] Latifa M. Algaud dan Mervyn K. Lewis, Islamic Banking, diterjemahkan oleh Burhan Wirasubrata dengan judul Perbankan Syari’ah, Prinsip, Praktek, Pospek, cet.II (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 48. 

No comments:

Post a Comment