a. Memahami Reksadana Syari’ah
Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor8 Tahun
1995, Pasal 1 ayat 27, Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam.
Reksadana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi,
instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen di atas.
Dengan demikian, sebuah
reksadana merupakan hubungan trilateral karena melibatkan beberapa pihak yang
terikat sebuah kontrak atau trust deed secara legal. Mereka adalah
pemilik modal, manajer investasi, dan bank kustodian.
Manajer investasi
biasanya berbentuk perusahaan yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek.
Perusahaan pengelola disebut dengan fund management company. Di samping
sebagai pengelola investasi, fund management company juga menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan pemasaran dan adaministrasi dana.
Portofolio efek adalah kumpulan
(kombinasi) sekuritas, atau surat
berharga atau efek, atau instrumen yang dikelola.
Reksadana Syari’ah (Islamic
Investment Funds) dalam hal ini memiliki pengertian yang sama dengan
reksadana konvensional, hanya saja cara pengelolaan dan kebijakan investasinya
harus berdasarkan pada syariat Islam, baik dari segi akad, pelaksanaan
investasi, maupun dari segi pembagian keuntungan.
Islamic Investment Fund merupakan lembaga intermediaris yang membantu surplus
unit melakukan penempatan dan untuk diinvestasikan. Salah satu tujuan dari
Reksadana Syari’ah adalah memenuhi kebutuhan kelompok investor yang ingin
memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih dan dapat
dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan prinsip-prinsip
syari’ah.
Dengan demikian,
Reksadana Syari’ah adalah suatu wadah yang -digunakan oleh masyarakat untuk
berinvestasi secara kolektif, di mana pengelolaan dan kebijakan investasinya
mengacu pada syri’at Islam.
Reksadana merupakan jalan
keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal dengan
modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung resiko yang sedikit.
Reksadana memiliki andil yang amat besar dalam perekonomian nasional karena
dapat memobilisasi dana untuk pertumbuhan dan pengembangan
perusahaan-perusahaan nasional, baik BUMN maupun swasta. Di sisi lain,
reksadana memberikan keuntungan kepada masyarakat berupa keamanan dan
keuntungan materi yang meningkatkan kesejahteraan material.
Dari sisi tujuan
Reksadana Syari’ah dapat disejajarkan dengan Sosial Responsible Investment (SRI) atau Etical Investment , Sosially
Aware Investment, dan Value-based investment. Tujuan utama Reksadana
Syari’ah bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga memiliki
tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, komitmen terhadap nilai-nilai yang
diyakini tanpa harus mengabaikan keinginan investornya.
Oleh karena itu, Reksadana Syari’ah tidak boleh menginvestasikan dananya
pada bidang-bidang yang bertentangan dengan Syariat Islam, misalnya saham-saham
atau obligasi-obligasi dari perusahaan yang pengelolaan dan produknya
bertentangan dengan syariat islam; pabrik makanan atau minuman yang mengandung
alkohol, daging babi, rokok, tembakau, jasa keuangan konvensional, pornografi,
pelacuran, serta bisnis hiburan yang berbau maksiat.[1]
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001, Reksadana
Syari’ah adalah :
“ Reksadana yang beroperasi
menurut ketentuan dan prinsip syari’ah Islam, baik dalam bentuk akad antara
pemodal sebagai pemilik harta (shahibul maal/rabb al maal) dengan manajer
investasi sebagai wakil shahibul maal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahibul maal dengan pengguna
investasi.”
b. Ciri-Ciri dan Mekanisme Operasional Reksadana
Syari’ah
Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syari’ah :
1). Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan
Manajer Investasi (MI) agar senantiasa
sesuai dengan syariah Islam.
2). Hubungan
antara investor dari perusahaan didasarkan pada sistem mudharabah, di
mana satu pihak menyediakan 100% modal (investor), sedangkan satu pihak lagi
sebagai pengelola (manajer investasi).
3). Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang
tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Mekanisme
Operasional Reksadana Syari’ah
Perbedaan paling mendasar
antara reksadana konvensional dan reksadana syari’ah adalah terletak tada
proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut
prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki aktifitas haram
seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok dan lain
sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara
membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan
membersihkannya dengan cara charity.
Dalam mekanisme kerja
yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan,
yaitu:
1). Manajer investasi sebagai pengelola investasi.
Manajer investasi ini bertanggungjawab atas kegiatan investasi, yang meliputi
analisa dan pemilihan jenis investasi, mengambil keputusan-keputusan investasi,
memonitor pasar investasi, dan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan
untuk kepentingan investor,. Manajer investasi (perusahaan pengelola) dapat
berupa:
a). Perusahaan efek, dimana
umumnya berbentuk devisi tersendiri atau PT yang khusus menangani reksa dana.
b). Perusahaan yang secara
khusus bergerak sebagai perusahaan manajemen
investasi (PMI) atau investment manajemen company.
2). Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan
usaha suatu bank yang bertindak sebagai penyimpan kekayaan (safe
keeper) serta administrator reksadana. Dana yang terkumpul dari sekian
banyak investor bukan merupakan bagian kekayaan manajer investasi maupun bank
kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan atas nama reksadana dari
bank kustodian. Baik manajer investasi maupun bank kustodian yang akan
melakukan kegiatan ini terlabih dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam.
3). Pelaku
(perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar uang
(bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.
c.
Jenis dan Instrumen Investasi
Investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan
yang sesuai dengan syari’ah Islam, yaitu
:
1).Instrumen saham yang sudah melalui penawaran
umum dan pembagian deviden didasarkan atas tingkat laba usaha.
2).Penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syari’ah.
3) Surat hutang jangka panjang dan jangka pendek
yang sesuai dengan prinsip syari’ah. [2]
Berikut ini adalah kaidah-kaidah syari’ah
yang telah dipenuhi dalam instrumen saham :
1). Kaidah syar’iah untuk saham :
a). Bersifat musyarakah jika saham
ditawarkan secara terbatas;
b). Bersifat mudharabah jika saham
ditawarkan secara terbatas.
c).Tidak boleh ada perbedaan jenis saham karena
resiko harus ditanggung oleh semua
pihak.
d).Seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi bila perusahaan dilikuidasi.
e). Investasi pada saham tidak dapat dicairkan kecuali setelah likuidasi.
2). Kaidah
syari’ah untuk emiten :
a). Produk/jasa yang dihasilkan dikategorikan
halal. Dalam hal ini, JII (Jakarta Islamic Index) telah melakukan penyaringan
terhadap saham yang listing. Berdasarkan fatwa DSN, BEJ memilih emiten
yang unit usahanya sesuai dengan syari’ah.
b). Hasil usaha tidak mengandung unsur riba
dan tidak bersifat zalim.
c). Tidak menempatkan investor dalam kondisi gharar
atau maysir.
_ Memberi informasi yang transparan
_ Resiko usaha yang wajar dan memenuhi
ketentuan.
_ Manajemen Islami
_
Menghormati HAM
_
Menjaga sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
3). Kaidah syariah untuk pasar perdana :
a). Semua akad harus berbasis pada transaksi yang
riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.
b). Tidak boleh menertibkan efek hutang untuk
membayar kembali hutang.
c). Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan
akan dietrima oleh perusahaan.
d). Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan manfaat
yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana hasil penjualan efek
dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi dari waktu..
4). Kaidah
syariah untuk pasar sekunder :
a). Semua
efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan)
atas
produk dan jasa yang halal.
b). Tidak boleh membeli efek hutang dengan dana
dari hutang atau menerbitkan surat hutang.
c). Tidak
boleh membeli berdasarkan tren atau indek.
d). Tidak boleh memperjual belikan hasil yang
diperoleh dari suatu efek (misalnya kupon, dividen) walaupun efeknya sendiri
dapat diperjualbelikan.
e). Tidak boleh melakukan transaksi murabahah
dengan menjadikan objek transaksi sebagai jaminan.
f). Transaksi
tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu dan cornering
Salah satu faktor utama yang menyebabkan gerakan yang tidak stabil dalam
harga saham adalah spekulasi dalam pembayaran uang muka atau obral saham dengan
harga marjinal. Para spekulan mencari keuntungan perbedaan harga dalam transaksi jangka
pendek.
Spekulan berbeda kontras dengan investor.
Tujuan investor yang sungguh-sungguh adalah mencari jalan keluar dari tabungan
saham yang mereka miliki jika mereka benar-benar mau menjual di kemudian hari.
Investor yang sesungguhnya tidak tertarik pada transaksi berjangka pendek dan
tujuan mereka, setidaknya saat pembelian, adalah memegang saham dalam jangka
panjang. Oleh karena itu, ada tiga hal yang mencirikan suatu inventasi di pasar
modal yaitu ;
a). Mengambil
saham yang telah dibeli,
b) Melakukan pembayaran penuh,
c) Keinginan pada
saat membeli untuk memegang saham dalam jangka waktu yang tidak tertentu.[3]
No comments:
Post a Comment