Monday, July 2, 2012

SKRIPSI SENGKETA EKONOMI SYARIAH



A.     Latar Belakang Masalah
Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lembaga peradilan yang ada di Indonesia. semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi  absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi syari’ah.
Wewenang baru tersebut  bisa dikatakan sebagai tantangan  dan sekaligus peluang bagi lembaga peradilan  agama. Dikatakan sebagai tantangan karena selama ini bagi Pengadilan Agama belum ada pengalaman apa pun  dalam menyelesaikan sengketa  di bidang ekonomi syari’ah, sehingga kalau pun  sekiranya datang  suatu perkara tentang sengketa ekonomi syari’ah , maka bagi lembaga peradilan agama ini mesti mencari dan mempersiapkan diri dengan seperangkat peraturan perundangan maupun norma hukum yang terkait dengan persoalan ekonomi syari’ah.
     Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami perkembangan yang cukup berarti dalam masa kemerdekaan ini. Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat  dari kewenangan yang dimiliki oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam di Indonesia. Dulunya, putusan  PA murni berdasarkan fiqh para fuqaha', eksekusinya harus dikuatkan oleh  Peradilan Umum, Para  hakimnya hanya berpendidikan Syari'ah tradisional dan tidak berpendidikan hukum, organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung, dan lain-lain. Sekarang keadaan sudah berubah. Salah satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama yang baru, antara lain bidang ekonomi syari'ah.[1]  
     Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum positive yang secara terperinci mengatur tentang  acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini. Karena pada asasnya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili[2]       Oleh karena itu walau pun aturan formal yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah sudah seharusnya mengerahkan segenap potensinya untuk menjawab tantangan tersebut.
     Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini kiranya pengadilan agama harus berani dan mampu menggali nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam, baik yang terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun  kitab-kitab fiqh /ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama’ yang dalam hal ini melalui Dewan Syari’ah Nasional yang berkaitan dengan persoalan-persoalan diseputar ekonomi syari’ah.

B. Rumusan Masalah
     Berdasarkan kepada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pokok-pokok masalah sebagai berikut :
1.                   Mengapa  sengketa ekonomi syari’ah mesti diselesaikan melalui Badan Peradilan Agama ?
2.                   Bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama ?
3.                   Pengadilan Agama mana yang paling berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah  (kompetnsi  relative) ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang sengketa ekonomi syari’ah dan penyelesaiannya di Pengadilan Agama mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut:
1.                         Untuk mengetahui lebih mendalam mengapa Pengadilan Agama lebih berwenang dalam meyelesaikan  sengketa  ekonomi syari’ah  ?
2.                         Untuk menganalis lebih jelas bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama.
3.                          Untuk memperoleh informasi yang pasti tentang Pengadilan Agama mana yang paling berwenang (kompetensi relatif) memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syari’ah.

D. Manfaat Penelitian
     Penelitian tentang penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah  di lingkungan  Pengadilan agama diharapkan memiliki manfaat tertentu.. Manfaat tersebut sekurang-kurangnya meliputi dua aspek, yaitu:
1.                  Manfaat sosial (social value), yang diharapkan berguna untuk :
a.                          Memberi gambaran  atau  pedoman awal bagi lembaga Peradilan Agama tentang bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah.
b.                         Memberi informasi kepada masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, khususnya para pelaku bisnis syari’ah tentang cara-cara menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah melalui pengadilan agama.
c.                          Memberi pedoman praktis kepada para praktisi hukum khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah.
2.                   Manfaat akademik (academic value)
a.                                Diharapkan penulisan tesis  tentang proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah  di pengadilan agama ini dapat dijadikan sebagai pemenuhan salah satu syarat guna memperoleh  gelar Magister Studi Islam  pada Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia.
b.                                Manfaat lain dari penulisan tesis ini diharapkan  bisa menambah khazanah  keilmuan dalam bidang penyelesaian  sengkerta ekonomi syari’ah.


       [1] Rifyal Ka'bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah Sebagai Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama, dalam Varia Peradilan . tahun ke XXI, NOMOR245 April, 2006,hal. 12.
       [2]Lihat pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

No comments:

Post a Comment