Sejarah telah
menunjukkan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di
Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah
melanda sejak tahun 1997, bahkan menjadi katup penyelamat bagi pemulihan
ekonomi bangsa karena kemampuannya memberikan sumbangan yang cukup signifikan
pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja (Ravik dan Heru, 2005).
Sejak saat itu
peranan UMKM dalam menopang perekonomian nasional maupun regional
dari tahun ke tahun baik eksistensi, ketangguhan maupun kontribusinya
terus meningkat. Keberhasilan UMKM ini dikarenakan, pertama, UMKM tidak
memiliki utang luar negeri dan tidak banyak utang ke perbankan.
Kedua,
sektor-sektor kegiatan UMKM, seperti pertanian, perdagangan, industri rumah tangga,
dan lain-lainnya tidak bergantung sumber bahan baku dari luar negeri. UMKM
menggunakan bahan baku lokal. Ketiga, walaupun belum semuanya, UMKM
berorientasi ekspor. Dapat dikatakan UMKM merupakan soko guru
perekonomian nasional. Sumbangan UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB)
mencapai 54%-57%, dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar
96% (Kementerian Koperasi dan UKM, 2011).
Usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam
perekonomian di Indonesia. UMKM memiliki proporsi sebesar 99,99% dari total
keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 52,76 juta unit (BPS, 2009).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 tersebut juga menunjukkan
bahwa UMKM terbukti berkontribusi sebesar 56,92% dari total Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia atau setara dengan Rp1.213,25 Triliun. Selain itu, UMKM
memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja (menyerap 97,3% dari total
angkatan kerja yang bekerja) dan memiliki jumlah yang besar dari total unit
usaha di Indonesia serta kontribusi yang cukup besar terhadap investasi di
Indonesia yaitu sebesar Rp222,74 Triliun atau 51,80% dari total investasi pada
tahun 2008 (Bank Indonesia, 2011).
Usaha mikro
kecil menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas
lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat,
berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan
stabilitas nasional (Iman dan Adi, 2009)
Mengingat
besarnya peran UMKM tersebut, maka pemerintah melalui instansi terkait
terutama Kementerian Koperasi dan UKM telah meluncurkan berbagai program
bantuan. Kebijakan pemerintah untuk mendorong usaha kecil dan menengah
cukup serius. Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah menegaskan bahwa, usaha ini perlu diselenggarakan secara
menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif,
pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan
usaha seluas-luasnya (Haryadi, 2010).
Usaha mikro
merupakan kelompok pelaku usaha terbesar (96%) di Indonesia dengan
karakteristik berpenghasilan rendah, bergerak di sektor informal dan sebagian
besar termasuk dalam kelompok keluarga miskin. Bahkan dalam sebagian besar
kasus, kelompok usaha mikro masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasar
untuk hidup, seperti: gizi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Usaha mikro
memiliki karakteristik yang unik dan belum tentu dapat diberdayakan
secara optimal melalui mekanisme pasar yang bersaing. Untuk itu, pemberdayaan
usaha mikro perlu ditetapkan sebagai suatu strategi yang tersendiri, melalui
pengembangan pranata kelembagaan usaha mikro, pengembangan lembaga keuangan
mikro dan mendorong pengembangan industri pedesaan (Kementerian
Koperasi dan UKM, 2005).
Salah satu
kendala dalam perkembangan usaha mikro adalah keterbatasan modal yang
dimiliki dan sulitnya mengakses sumber permodalan. Mengutip laporan BPS,
Dibyo Prabowo (2004 dalam Noer, 2005) menegaskan bahwa 35,10% UKM
menyatakan kesulitan permodalan, kemudian diikuti oleh kepastian pasar 25,9% dan
kesulitan bahan baku 15,4%. Dalam kondisi yang demikian kelompok ini
akan sangat sulit keluar dari permasalahan yang biasanya sudah berjalan lama
tersebut, kecuali bila ada intervensi dari pihak lain. Kim (1984 dalam
Saudin, 2008) lebih lanjut mengatakan bahwa intervensi untuk memutus
rantai permasalahan ini dapat saja dilakukan jika ada komitmen yang kuat dari
pemerintah dan masyarakat melalui pemberian pinjaman modal. Hal inilah yang
menjadi dasar pemikiran pemerintah untuk melaksanakan perkuatan di
bidang permodalan. Belum terlihatnya pengaruh nyata dari intervensi pemerintah
tersebut diduga dikarenakan sangat kecilnya dana-dana pemerintah yang disalurkan
dibandingkan dengan besarnya jumlah UMKM yang membutuhkannya.
Kota Semarang mempunyai
potensi industri yang cukup tinggi, sektor industri
mempunyai kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran
dalam perolehan produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2009
konstribusi masing-masing sektor usaha tersebut adalah sebagai berikut :
Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 29,86 %, industri pengolahan sebesar 24,52%,
dan sektor bangunan sebesar 19,27%. Hal tersebut menggambarkan
bahwa aktivitas ekonomi masyarakat Kota Semarang didominasi oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan
(www.semarangkota.go.id).
Jumlah usaha
mikro dan kecil di Kota Semarang tiap tahunnya mengalami
kenaikan,
sehingga hal tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang
produktif,
karena adanya pertumbuhan dan iklim usaha mikro dan kecil yang
membaik dan
kondusif. Kenyataan menunjukkan bahwa pada saat terjadi krisis
ekonomi, usaha
kecil dan mikro lebih resisten dibanding perusahaan-perusahaan
yang lebih
besar. Hal inilah yang akan terus dijaga dan ditingkatkan melalui
rencana
fasilitasi permodalan yang mampu mengembalikan koperasi sebagai soko
guru
perekonomian masyarakat yang tidak hanya aktif namun juga benar sehat
sehingga mampu
menjaga pertumbuhan ekonomi terutama dari pengembangan
usaha mikro dan
kecil (www.semarangkota.go.id).
Menurut
Peraturan Walikota Semarang Nomor 34 Tahun 2008 Tentang
Penjabaran Tugas
dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah Kota
Semarang dalam Pasal 4, salah satu fungsi Dinas Koperasi dan
Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yaitu pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian
6
bimbingan di
bidang koperasi usaha mikro, kecil dan menengah serta fasilitasi
pembiayaan di
lingkungan Kota Semarang.
Kecamatan
Semarang Tengah merupakan pusat kota yang juga menjadi
pusat
pemerintahan Kota Semarang. Di kecamatan ini terdapat daerah dengan
penduduk yang
tergolong masyarakat miskin di antaranya yaitu di Kelurahan
Pekunden. Daerah
tersebut merupakan segitiga emas karena dikelilingi oleh pusat
pemerintahan,
bisnis, pertokoan ataupun perbelanjaan. Dinas KUMKM menilai
wilayah Pekunden
perlu adanya pembinaan, perbaikan dari segi sosial-ekonomi
serta
peningkatan kesehatan di daerah tersebut. Kemiskinan merupakan persoalan
yang kompleks,
sehingga diperlukan penanganan terpadu dan berkelanjutan.
Dalam
penanggulangannya harus ada sinergitas antara pemerintah kota, dunia
usaha, perguruan
tinggi dan masyarakat. Ini penting untuk meningkatkan
kesejahteraan
warga miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
serta
pemberdayaan usaha ekonomi mikro (www.suaramerdeka.com).
Salah satu
program dari Dinas Koperasi dan UMKM adalah pemberian
bantuan modal
dan kredit kepada kelompok pelaku usaha mikro (KPUM) yang
mendapat
pembinaan dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang.
Kelompok pelaku
usaha mikro ini terdapat di beberapa kelurahan di kecamatan
yang ada di Kota
Semarang yang terdiri dari beberapa kelompok usaha per
kelurahan.
Setiap kelompok mempunyai anggota yang merupakan pelaku usaha
mikro.
Dalam penelitian
ini, obyek penelitian adalah kelompok pelaku usaha
mikro di
Kecamatan Semarang Tenga yaitu kelompok pelaku usaha mikro di
Kelurahan
Pekunden yang mendapat bantuan modal dan kredit dari Dinas
Koperasi dan
UMKM Kota Semarang.
Dengan melihat
penjelasan di atas, dengan permasalahan yang dihadapi
usaha mikro
dalam permodalan serta pengaruh kebijakan maupun peran
pemerintah dalam
membantu pengembangan usaha mikro, maka dalam penelitian
ini akan dibahas
mengenai perkembangan usaha mikro dalam modal usaha, omzet
penjualan, dan
laba setelah mendapat kredit dari pemerintah khususnya Dinas
Koperasi dan
UMKM Kota Semarang.
No comments:
Post a Comment