Menurut Holmes dan Overmyer
(1975), untuk memahami pelaksanaan
sistem pengendalian, auditor
harus juga mengetahui berbagai bentuk kesalahan
(error)
dan kecurangan (fraud). Kesalahan berarti salah saji
atau hilangnya jumlah
atau pengungkapan dalam laporan
keuangan yang disengaja. Semua kesalahan
dalam akuntansi dapat bersifat
disengaja (intentional) dan tidak sengaja
(unintentional). Kesalahan yang disengaja timbul karena perencanaan yang
terlebih dahulu (disengaja),
biasanya dilakukan oleh orang yang tidak jujur.
Kesalahan yang tidak disengaja
timbul karena kurangnya kehati-hatian atau
karena kurang pengetahuan yang
tepat. Sedangkan kecurangan adalah suatu
perbuatan yang bersifat
penipuan dan tidak jujur. Diterapkan dalam akuntansi,
kecurangan merupakan suati
tindakan atau omisi mengenai atau yang bersifat
penipuan atau merupakan suatu
kelalaian yang besar sehingga menjadi suatu
kecurangan. Akibatnya adalah
milik seseorang tanpa persetujuan atau tanpa
sepengetahuan pemiliki, atau
memberikan gambaran yang salah mengenai situasi
baik disengaja maupun karena
kelalaian yang besar.
Menurut Tunggal (2010),
kecurangan (fraud) adalah suatu tindak
kesengajaan untuk menggunakan
sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan
salah menyajikan fakta untuk
memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan
kesalahan (error)
menurut SAS (Statement of Auditing Standard) No.53 mengenai
“The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and
Irreqularities”
(1989) adalah salah saji atau
hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan yang disengaja.
Kekeliruan dapat berupa kekeliruan dalam
17
pengumpulan atau pengolahan
data akuntansi yang dipakai sebagai dasar
pembuatan laporan keuangan dan
kesalahan estimasi akuntansi yang timbul
sebagai akibat dari kekhilafan
atau penafsiran yang salah mengenai standar
akuntansi yang menyangkut
jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau
pengungkapan.
Kesalahan dan kecurangan
merupakan salah satu dari jenis-jenis
kelemahan pengendalian
internal. Kelemahan atau tidak adanya prosedur
pengendalian internal tertentu
memungkinkan kesalahan dan kecurangan terjadi
berulang kali dan karena
terjadi berulang-ulang maka tingkat kelemahan
pengendalian internal menjadi
jumlah yang material. Menurut Prabowo, dkk
(2008), pengungkapan kelemahan
pengendalian internal berhubungan dengan
profitabilitas, laju
pertumbuhan, ukuran perusahaan, dan kompleksitas transaksi.
No comments:
Post a Comment