Tuesday, April 22, 2014

Pengertian Agresivitas Pajak

Klik Disini untuk Download SKripsi LENGKAP tentang Agresivitas Pajak



Pembayaran pajak perusahaan seharusnya memiliki implikasi bagi masyarakat dan sosial karena membentuk fungsi yang penting dalam membantu mendanai penyediaan barang publik dalam masyarakat, termasuk hal-hal seperti pendidikan, pertahanan nasional, kesehatan masyarakat, transportasi umum, dan penegakan hukum (Friese, dkk, 2008 dalam Lanis dan Richardson, 2012). Akhirnya, seperti yang ditunjukkan oleh William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012), isu yang paling signifikan yang timbul dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip CSR untuk pajak perusahaan meliputi tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kewajiban pajak perusahaan melalui penghindaran pajak perusahaan dan perencanaan pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Balakrishnan, et.al. (2011) bahwa perusahaan terlibat dalam berbagai bentuk perencanaan pajak untuk mengurangi kewajiban pajak yang diperkirakan.

Hlaing (2012) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai kegiatan perencanaan pajak semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak yang efektif. Tidak ada definisi ataupun ukuran agresivitas pajak yang dapat diterima secara universal (Balakrishnan, et. Al., 2011) dan (Hanlon dan Heizman, 2010) dalam Ying (2011). Slemrod (2004) dalam Balakrishnan, et. al. (2011) berpendapat bahwa agresivitas pajak merupakan kegiatan yang lebih spesifik, yaitu mencakup transaksi yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan kewajiban pajak perusahaan. Balakrishnan, et. al. (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang agresif terhadap pajak ditandai dengan transparansi yang lebih rendah. Demikian juga dengan Jimenez (2008) yang menyatakan bahwa bukti empiris baru-baru ini menunjukkan bahwa agresivitas pajak lebih merasuk dalam tata kelola perusahaan yang lemah.

Sementara Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Yuan, McIver, dan Burrow (2012) mendefinisikan agresivitas pajak penghasilan badan (sering disebut sebagai penghindaran pajak) sebagai tingkat yang paling akhir dari spektrum serangkaian perilaku perencanaan pajak. Zuber (2007) menyatakan:
“Between tax avoidance and tax evasion, there exist potential gray area of aggressiveness. This gray area exists because there are tax shelters beyond what is specifically allowed by the tax law and the tax law does not specifically address all possible tax transaction. A bright line does not exist between tax avoidance and tax evasion because neither term adequately describes all transactions. Therefore, aggressive transactions and decision-making may potentially become either tax avoidance or tax evasion issues.”

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi dan pengambilan keputusan yang agresif mungkin secara potensial dapat menjadi masalah penghindaran pajak maupun penggelapan pajak. Harari, et.al. (2012) menyatakan bahwa agresivitas pajak dapat didefinisikan sebagai:
“The main purpose of the activity or activities that are the object of tax planning is to avoid paying taxes or to lower taxes significantly, and the commercial reason for that activity, if any, is marginal.”

Dari kutipan di atas dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa tujuan utama dari aktivitas perencanaan pajak adalah menghindari pembayaran pajak atau membuat rendah beban pajak yang dibayarkan secara signifikan. Hidayat dan Jaenudi (2006) menyatakan bahwa beban pajak yang dipikul oleh subjek pajak badan, memerlukan perencanaan yang baik, oleh karena itu strategi perpajakan menjadi mutlak diperlukan untuk mencapai perusahaan yang optimal. Strategi dan perencanaan pajak yang baik dan tentu saja harus legal, akan mampu mendorong perusahaan untuk dapat bersaing dengan perusahaan yang lain.
Ada berbagai macam proksi pengukuran agresivitas pajak, antara lain Effective Tax Rates (ETR), Book Tax Differences, Discretionary Permanent BTDs (DTAX), Unrecognize Tax benefit, Tax Shelter Activity, dan Marginal tax rate. Rego dan Wilson (2008) menyatakan bahwa tidak ada proksi agresivitas pajak yang dapat menangkap secara sempurna adanya agresivitas pajak. Beberapa peneliti seperti Timothy (2010), Balakrishnan, dkk (2011), serta Lanis dan Richardson (2012) menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas pajak. Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan menggunakan ETR sebagai proksi untuk mengukur agresivitas pajak, antara lain penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Slemrod, 2004; Dyreng et al, 2008; Robinson et al, 2010; Armstrong dkk menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas pajak, proksi ETR adalah proksi yang paling banyak digunakan dalam literatur, dan nilai yang rendah dari ETR dapat menjadi indikator adanya agresivitas pajak. Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan yang menghindari pajak perusahan dengan mengurangi penghasilan kena pajak mereka dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan memiliki nilai ETR yang lebih rendah. Dengan demikin, ETR dapat digunakan untuk mengukur agresivitas pajak. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan proksi Book Tax Defference (BTD) sebagai proksi pengukuran alternatif agresivitas pajak untuk memperkuat hasil empiris penelitian ini. Book tax difference menggambarkan selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan yang besar antara laba akuntansi dengan penghasilan kena pajak di perusahaan umumnya menunjukkan perilaku agresif terhadap pajak yang lebih besar. (Desai dan Dharmapala, 2006; Frank et al., 2009, Lanis dan Richardson, 2011).

1 comment:

  1. mau tanya ini refernsinya dari buku atau hanya dari jurnal penelitian ?

    ReplyDelete