Klik Disini untuk Download SKripsi LENGKAP tentang Agresivitas Pajak
Pembayaran
pajak perusahaan seharusnya memiliki implikasi bagi masyarakat dan sosial
karena membentuk fungsi yang penting dalam membantu mendanai penyediaan barang
publik dalam masyarakat, termasuk hal-hal seperti pendidikan, pertahanan
nasional, kesehatan masyarakat, transportasi umum, dan penegakan hukum (Friese,
dkk, 2008 dalam Lanis dan Richardson, 2012). Akhirnya, seperti yang ditunjukkan
oleh William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012), isu yang paling
signifikan yang timbul dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip CSR untuk pajak
perusahaan meliputi tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kewajiban pajak
perusahaan melalui penghindaran pajak perusahaan dan perencanaan pajak. Seperti
yang diungkapkan oleh Balakrishnan, et.al. (2011) bahwa perusahaan terlibat
dalam berbagai bentuk perencanaan pajak untuk mengurangi kewajiban pajak yang
diperkirakan.
Hlaing
(2012) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai kegiatan perencanaan pajak
semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak yang
efektif. Tidak ada definisi ataupun ukuran agresivitas pajak yang dapat
diterima secara universal (Balakrishnan, et. Al., 2011) dan (Hanlon dan
Heizman, 2010) dalam Ying (2011). Slemrod (2004) dalam Balakrishnan, et. al.
(2011) berpendapat bahwa agresivitas pajak merupakan kegiatan yang lebih
spesifik, yaitu mencakup transaksi yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan
kewajiban pajak perusahaan. Balakrishnan, et. al. (2011) menyatakan bahwa
perusahaan yang agresif terhadap pajak ditandai dengan transparansi yang lebih
rendah. Demikian juga dengan Jimenez (2008) yang menyatakan bahwa bukti empiris
baru-baru ini menunjukkan bahwa agresivitas pajak lebih merasuk dalam tata
kelola perusahaan yang lemah.
Sementara
Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Yuan, McIver, dan Burrow (2012) mendefinisikan
agresivitas pajak penghasilan badan (sering disebut sebagai penghindaran pajak)
sebagai tingkat yang paling akhir dari spektrum serangkaian perilaku perencanaan
pajak. Zuber (2007) menyatakan:
“Between
tax avoidance and tax evasion, there exist potential gray area of
aggressiveness. This gray area exists because there are tax shelters beyond
what is specifically allowed by the tax law and the tax law does not
specifically address all possible tax transaction. A bright line does not exist
between tax avoidance and tax evasion because neither term adequately describes
all transactions. Therefore, aggressive transactions and decision-making may
potentially become either tax avoidance or tax evasion issues.”
Dari
kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi dan pengambilan keputusan
yang agresif mungkin secara potensial dapat menjadi masalah penghindaran pajak
maupun penggelapan pajak. Harari, et.al. (2012) menyatakan bahwa agresivitas
pajak dapat didefinisikan sebagai:
“The
main purpose of the activity or activities that are the object of tax planning
is to avoid paying taxes or to lower taxes significantly, and the commercial
reason for that activity, if any, is marginal.”
Dari
kutipan di atas dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa tujuan utama dari
aktivitas perencanaan pajak adalah menghindari pembayaran pajak atau membuat
rendah beban pajak yang dibayarkan secara signifikan. Hidayat dan Jaenudi (2006)
menyatakan bahwa beban pajak yang dipikul oleh subjek pajak badan, memerlukan
perencanaan yang baik, oleh karena itu strategi perpajakan menjadi mutlak
diperlukan untuk mencapai perusahaan yang optimal. Strategi dan perencanaan
pajak yang baik dan tentu saja harus legal, akan mampu mendorong perusahaan
untuk dapat bersaing dengan perusahaan yang lain.
Ada
berbagai macam proksi pengukuran agresivitas pajak, antara lain Effective
Tax Rates (ETR), Book Tax Differences, Discretionary Permanent BTDs
(DTAX), Unrecognize Tax benefit, Tax Shelter Activity, dan Marginal
tax rate. Rego dan Wilson (2008) menyatakan bahwa tidak ada proksi
agresivitas pajak yang dapat menangkap secara sempurna adanya agresivitas
pajak. Beberapa peneliti seperti Timothy (2010), Balakrishnan, dkk (2011),
serta Lanis dan Richardson (2012) menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas
pajak. Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan
menggunakan ETR sebagai proksi untuk mengukur agresivitas pajak, antara lain
penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Slemrod, 2004;
Dyreng et al, 2008; Robinson et al, 2010; Armstrong dkk menggunakan ETR untuk
mengukur agresivitas pajak, proksi ETR adalah proksi yang paling banyak
digunakan dalam literatur, dan nilai yang rendah dari ETR dapat menjadi
indikator adanya agresivitas pajak. Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan
yang menghindari pajak perusahan dengan mengurangi penghasilan kena pajak
mereka dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan memiliki nilai ETR yang
lebih rendah. Dengan demikin, ETR dapat digunakan untuk mengukur agresivitas
pajak. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan proksi Book Tax
Defference (BTD) sebagai proksi pengukuran alternatif agresivitas pajak
untuk memperkuat hasil empiris penelitian ini. Book tax difference menggambarkan
selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan yang besar antara
laba akuntansi dengan penghasilan kena pajak di perusahaan umumnya menunjukkan
perilaku agresif terhadap pajak yang lebih besar. (Desai dan Dharmapala, 2006;
Frank et al., 2009, Lanis dan Richardson, 2011).
mau tanya ini refernsinya dari buku atau hanya dari jurnal penelitian ?
ReplyDelete