Monday, April 21, 2014

Pengertian Intellectual Capital (IC)


Ketertarikan mengenai Intellectual Capital (IC) berawal ketika Tom Stewart, Juni 1991, menulis sebuah artikel yang berjudul Brain Power- How Intellectual Capital Is Becoming America‟s Most Valuabel Asset. Dalam artikelnya, Stewart mendefinisikan IC sebagai berikut :
“ the sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth = collective brain power”.
Definisi Intellectual Capital telah banyak diungkapkan oleh beberapa peneliti. Klein dan Prusak (dalam Ulum, 2009) memberikan definisi awal tentang IC. Menurut mereka intellectual capital adalah “material yang disusun, ditangkap, dan digunakan untuk menghasilkan nilai asset yang lebih tinggi”. Roos et.al (1997) dalam Ulum (2009) menyatakan bahwa :
“ IC includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance–sheet and all the intangible assests (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider…”.
Salah satu definisi IC yang banyak digunakan adalah yang ditawarkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 1999) yang menjelaskan IC sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tak berwujud: (1) organisational (structural) capital; dan (2) human capital. Lebih tepatnya, organisational (structural) capital mengacu pada hal-hal seperti sistem software, jaringan distribusi, dan rantai pasokan. Human capital meliputi sumber daya manusia di dalam organisasi (yaitu sumber daya tenaga kerja/karyawan) dan sumber daya eksternal yang berkaitan dengan organisasi, seperti konsumen dan supplier. Menurut
21
Ulum (2007) definisi yang diajukan OECD menyajikan cukup perbedaan dengan meletakkan IC sebagai bagian terpisah dari dasar penetapan intangible asset secara keseluruhan suatu perusahaan. Selanjutnya menurut Ulum (2007), terdapat item-item intangible asset yang secara logika tidak membentuk bagian dari IC suatu perusahaan, salah satunya adalah reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan mungkin merupakan hasil sampingan (atau suatu akibat) dari kinerja IC secara perusahaan, tetapi itu bukan merupakan bagian dari IC.
Edvinsson dan Malone (1997) dan Brooking (1996) sebagai peneliti pertama menyangkut IC. Pandangan mereka terhadap IC meskipun tidak terlalu sama, akan tetapi saling melengkapi satu dengan yang lain. Perbedaan pandangan antara Edvinson dan Malone (1997) dengan Brooking (1996) dapat dengan mudah dilihat ketika tujuan penelitian dipahami.
Edvinsson dan Malone (1997) dalam penelitiannya menjelaskan pentingnya intellectual capital komponen-komponen parameter, alat ukur, dan pendekatan yang dilakukan manajemen dalam mengukur intellectual capital. Mereka memandang bahwa pengelolaan intellectual capital yang baik merupakan langkah vital dalam membangun kemakmuran perusahaan dan dalam mempertahankan nilai perusahaan. Sedangkan Brooking (1996) memiliki beberapa tujuan yang sama kecuali pandangannya bahwa komponen intellectual capital digunakan untuk tujuan audit. Penelitiannya memberikan kontribusi dalam proses identifikasi, dokumentasi dan pengukuran intellectual capital. Brooking memberikan gambaran metodologi audit
22
untuk membantu organisasi mencapai tujuannya melalui pengelolaan yang baik atas aset intelektual.
Menurut Bontis et al. (1996) dalam Chen (2005) menyatakan bahwa IC secara umum tersusun atas human capital (HU) dan structural capital (SC). Selanjutnya menurut Bontis et al. (1999) dalam Chen et. al (2005), human capital merupakan hal yang berhubungan dengan karyawan dan terpengaruh oleh individual karyawan (employee-dependent), antara lain; kompetensi, komitmen dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Meskipun, diketahui bahwa human capital merupakan inti dari penciptaan intelectual capital, diketahui pula bahwa human capital akan berubah atau mungkin hilang seiring dengan keluarnya pegawai perusahaan (Bontis, 1999). Sedangkan, structural capital merupakan segala sesuatu yang menjadi milik perusahaan, termasuk innovative capital, relational capital, dan organisational infrastructure, dan lain sebagainya. Sementara, Roos et al. (1997, p. 42) mengartikan structural capital sebagai segala sesuatu yang masih tinggal di perusahaan ketika para pegawai tinggal di rumah pada malam hari. Lebih lanjut Bontis et al. (2000) dalam Ulum (2007), menyebutkan bahwa SC meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam SC adalah database, organizational chart, process manual, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai materialnya. Sedangkan relational capital atau customer capital (CC) adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship. Pemahaman dari nilai intellectual capital sejalan dengan pandangan teori stakeholder (Donaldson dan Preston, 1995), yang berpendapat bahwa
23
hubungan dengan stakeholder adalah segala bentuk hubungan perusahaan dengan stakeholdernya, diantaranya employees, customers, suppliers, dan anggota kelompok masyarakat (residents of the community).

No comments:

Post a Comment