Monday, April 21, 2014

Teori Stakeholder Theory


Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka, bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan dalam Ulum, 2007). Lebih lanjut Deegan (2004) dalam Ulum (2007) menyatakan bahwa teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.

Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.

Persepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur dan stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan biasanya tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. Nilai pasar saham adalah keseluruhan nilai perusahaan dalam bentuk saham yang diterbitkan. Dengan kata lain, nilai pasar saham adalah jumlah yang harus dibayar untuk membeli perusahaan secara keseluruhan. Naik turunnya nilai pasar saham perusahaan dipengaruhi oleh nilai buku perusahaan, tingkat laba, gambaran ekonomi, serta spekulasi dan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai. Sedangkan nilai buku merupakan nilai dari kekayaan, hutang dan ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis dan biasanya tercantum dalam neraca. Akan tetapi, nilai buku berbeda dengan jumlah total aset dan kewajiban perusahaan. Dengan kata lain, jika perusahaan menjual seluruh aset dan membayar semua kewajibannya, maka selisih dari jumlah tersebut adalah nilai buku perusahaan (Syed Najibullah, 2005). Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek
etika dari teori stakeholder. Penciptaan nilai (value cretion) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi aset perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added bagi perusahaan (dalam hal ini disebut dengan VAIC™), yang kemudian dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986, dalam Ulum, 2007). Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi. Para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang efektif dan efisien atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value added perusahaan yang merupakan tujuan para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.

1 comment: