Wednesday, May 18, 2016

Isi Teori Agensi


Jensen dan Meckling (1976) menyatakan hubungan keagenan adalah suatu kontrak di mana satau atau lebih orang (principal) melibatkan orang lain (agent)
untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka dan kemudian mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Berdasarkan argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilik atau pemegang saham perusahaan menunjuk manajemen untuk mengelola perusahaan. Masalah yang timbul dari hubungan keagenan adalah konflik kepentingan antara principal (pemegang saham) dan agent (manajemen). Konflik kepentingan ini nantinya dapat menimbulkan adanya biaya agensi.
Konflik kepentingan timbul karena kemungkinan agent tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal. Akuntan publik sebagai pihak yang independen berperan untuk menengahi kedua pihak dengan kepentingan berbeda tersebut dengan cara memberi penilaian dan opini terhadap kewajaran laporan keuangan yang disajikan (Trisnawati dan Wijaya, 2009). 
Eisenhardt (1989) dalam Nuratama (2011) berpendapat bahwa teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent, sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Berdasarkan asumsi pertama mengenai sifat manusia yang mementingkan dirinya sendiri dapat terlihat dari perilaku principal dan agent. Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari keterlibatannya dalam hubungan agensi, seperti memutuskan untuk melakukan auditor switching karena adanya ketidaksepakatan atas praktik akuntansi tertentu dengan auditor (Andra, 2012).
Teori agensi dijadikan dasar dari hipotesis pertama. Adanya persepsi bahwa investor lebih percaya pada data akuntansi yang diaudit oleh auditor bereputasi baik menyebabkan manajemen tidak akan mengganti auditornya jika perusahaan telah diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan KAP big 4 yang dianggap memiliki kualitas dan reputasi yang baik (Lestari, 2012). 
Penelitian ini juga menjadikan teori agensi sebagai dasar hipotesis kedua. Menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Nasser et al. (2006) perusahaan yang besar berusaha untuk dapat mengurangi agency cost  karena kompleksitas usaha serta adanya peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan. Dengan demikian, manajemen akan berusaha mempertahankan auditornya agar tidak terjadi peningkatan agency cost.
Hipotesis ketiga penelitian ini juga didasarkan pada teori agensi. Nasser et al. (2006) menyatakan bahwa saat perusahaan mengalami pertumbuhan, perusahaan memerlukan auditor yang independen dan berkualitas tinggi untuk mengurangi biaya agensi sehingga perusahaan cenderung akan mempertahankan auditornya untuk menekan biaya agensi.
Teori agensi juga dijadikan dasar hipotesis keempat bahwa klien yang mengalami kesulitan keuangan cenderung akan mengganti auditornya. Menurut Francis dan Wilson (1988) klien yang mengalami financial distress cenderung akan mengganti auditornya dengan auditor yang lebih independen. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pemegang saham dan kreditur terhadap laporan keuangan yang diahsilkan manajemen.

Teori agensi kemudian juga digunakan sebagai dasar hipotesis kelima bahwa klien yang tidak mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian cenderung mengganti auditornya. Tandirerung (2006) dalam Damayanti dan Sudarma (2008) menyatakan bahwa jika auditor tidak memberikan opini sesuai dengan harapan manajer perusahaan maka kemungkinan manajer akan mengganti auditornya dengan auditor lain yang dapat memberikan opni sesuai harapan manajer. Hal tersebut dikarenakan opini dari auditor dapat mempengaruhi harga saham perusahaan dan juga kompensasi yang akan diterima oleh manajer (Chow dan Rice, 1982). 

No comments:

Post a Comment