Tuesday, June 14, 2016

Pendahuluan Skripsi Tinjauan Yuridis Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah

Tindak pidana dewasa ini semakin marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut berkaitan erat dengan berbagai aspek, khususnya pada aspek ekonomi. Salah satu penyebab maraknya tindak pidana yang terjadi karena kebutuhan ekonomi yang harus terpenuhi secara mendesak,sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak dapat memenuhi semua masyarakat Indonesia untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang tetap.


Jhon Chipman Gray mengemukakan bahwa banyak defenisi hukum yang dibuat pada berbagai waktu dan tempat yang berbeda-beda, namun beberapa diantaranya tidak bermakna dan pada sebagian defenisi lain kebenarannya terdistorsi menjadi kabut retorika belaka. Namun demikian, menurut Gray, ada 3 (tiga) teori yang mengacu pada para pemikir yang akurat dan mempunyai potensi besar untuk dapat diterima kebenarannya.[1] Ketiga teori dimaksud menolak anggapan bahwa pengadilan adalah “the author” dari hukum, melainkan pengadilan hanyalah juru bicara yang mengespresikan hukum. Teori pertama adalah teori yang memandang hukum sebagai perintah-perintah dari pemegang kedaulatan, teori defenisi hukum yang kedua adalah teori yang memandang sifat hukum sebagai apa yang diputuskan oleh pengadilan dan merupakan suatu kebenaran yang menerapkan kesadaran umum rakyat yang telah ada sebelumnya, teori pendefenisian hukum ketiga adalah teori yang menganggap hukum hanyalah apa yang diputuskan oleh hakim.
Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
IndonesiaTahun 1945telah secara jelas menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat).Hukum pada dasarnya adalah sesuatu yang abstraksehingga menimbulkan persepsi yang berbeda-beda tentang defenisi hukum, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya.[2] Menurut Achmad Ali, hukum adalah:
“Seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum tersebut bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat sebagai satu keseluruhan dalam kehidupannya.Apabila kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.”3

Dari berbagai fokus pembahasan ilmu hukum, salah satu dari kajian ilmu hukum yang sangat penting adalah kajian ilmu hukum pidana. Hukum pidana adalah sejumlah peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan pidana, larangan, atau keharusan itu disertai ancaman pidana dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak negara untuk melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, melaksanakan pidana.[3]
Hukum pidana dapat bermakna jamak karena dalam arti objektif sering disebut ius poenaledan dalam arti subjektif disebut ius puniendi, yaitu peraturan hukum yang menetapkan tentang penyidikan lanjutan, penuntutan, penjatuhan, dan pelaksanaan pidana. Dalam arti objektif
meliputi :[4]
1.    Perintah dan larangan yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara yang berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh setiap orang.
2.    Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturanperaturan tersebut.
3.    Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-peraturan itu pada waktu dan di wilayah negara
tertentu.
Dilihat dalam garis-garis besarnya dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat atau berisi tentang ketentuan-ketentuan sebagai berikut :[5]
1.     Aturan umum hukum pidana dan yang berkaitan atau berhubungan dengan larangan melakukan perbuatanperbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.
2.     Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi atau harus ada bagi pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
3.     Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya: polisi, jaksa, hakim) terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan, dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka atau terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.
Hukumpidana yang mengandung aspek pertama dan kedua disebuthukum pidana materil yang sumber utamanya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP). Sementara itu, hukum pidana yang berisi mengenai aspek ketiga disebuthukum pidana formil yang sumber pokoknya adalah UndangUndang No. 8 Tahun1981 tentangKitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disebut KUHAP)
Hukum pidana dapat dibagi dan dibedakan atas berbagai dasar
atau cara berikut ini :[6]
1.    Hukum pidana berdasarkan materi yang diaturnya terdiri atas hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukkan orang dapat dihukum dan dapat menetapkan hukuman atas pelanggaran pidana. Sementara itu, hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggaran.
Doktrin yang juga membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil, dikemukakan olehSimons menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut :[7]
“Hukum pidana materil itu memuat ketentuan-ketentuan dan rumusan-rumusan dari tindak pidana, peraturan-peraturan mengenai syarat-syarat tentang bilamana seseorang itu menjadi dapat dihukum, penunjukan dari orang-orang yang dapat dihukum dan ketentuan-ketentuan mengenai hukumannya sendiri; jadi, ia menentukan tentang bilamana seseorang itu dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, dan siapa yang dapat dihukum serta bilamana hukuman tersebut dapat dijatuhkan. Hukum pidana formil mengatur tentangbagaimana cara negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaannya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian memuat acara pidana.”


1.    Atas dasar pada siapa berlakunya hukum pidana, hukum pidana dapat dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana khusus dengan penjelasan bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga negara (subjek hukum) dan tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Sementara itu, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh negara yang hanya dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu (Contoh : Buku II KUHP, kejahatan jabatan yang hanya berlaku bagi pegawai negeri).[1]
2.    Atas dasar sumbernya, hukum pidana dapat dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana khusus yang berbeda pengertian dengan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus di atas. Hukum pidana umum dalam hal ini adalah semua ketentuan hukum pidana yang terdapat atau bersumber pada kodifikasi [2] sehinggadisebut dengan hukum pidana kodifikasi. Sementara itu, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang bersumberpada peraturan perundang-undangan di
luar kodifikasi.
3.    Atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana dapat dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana lokal. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh pemerintahan negara pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara. Sementara itu, hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut.
4.    Atas dasar bentuk atau wadahnya, hukum pidana dapat dibedakan menjadi hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis. Hukum pidana tertulis meliputi KUHP dan KUHAP yang merupakan kodifikasi hukum pidana materil dan hukum pidana formil, termasuk hukum pidana tertulis yang bersifat khusus dan hukum pidana yang statusnya lebih rendah dari perundang-undangan pidana daerah (lokal). Hukum pidana adat tidak tertulis adalah sebagian besar hukum adat pidana yang berdasarkan Pasal 5 (3) Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun
1951.[3]
Salah satu tindak pidana yang marak terjadi adalah tindak pidana penipuan. Hal ini disebabkan karena tindak penipuan tidaklah sulit dalam melakukannya, hanya dengan bermodalkan kemampuan seseorang
meyakinkan orang lain melalui serangkaian kata-kata bohong atau fiktif, menjanjikan atau memberikan iming-iming dalam bentuk apapun, baik terhadap sesuatu yang dapat memberikan kekuatan (magis) maupun pada harta kekayaan.
Tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkhusus aparat penegak hukum sebagai pihak yang menjalankan peraturan perundang-undangan menyebabkan seringnya terjadi kekeliruan dalam menafsirkan tindak pidana penipuan tersebut. Bukti menunjukkan bahwa masyarakat atau aparat penegak hukum yang menjalankan tugas apabila telah terjadi mengenai utang piutang menganggap bahwa hal tersebut adalah sebuah penipuan, padahal jika hal tersebut dikaji lebih dalam ternyata berkaitan dengan hukum perdata tentang ingkar dalam perjanjian yang lebih dikenal dengan istilah wanprestasi. Seiring dengan hal tersebut, aparat penegak hukum harus teliti dalam menangani dan menentukan perbuatan tersebut tergolong dalam tindak pidana penipuan ataupun wanprestasi sehingga menghindariadanya kesalahan penafsiran dalam penegakan hukum.
Adapun contoh kasus terkait dengan tindak pidana penipuan sebagaimana yang hendak Penulis teliti adalah terjadinya tindak pidana penipuan di lingkup masyarakat Kota Makassar. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dalam kasus ini adalah tindak pidana penipuan dengan modus pelaku yakni dengan memberikan keyakinan dan membujuk korban selaku Direktur PT. Rodamas Baja Inti untuk menyediakan kebutuhan besi beton untuk pembangunan proyek Carrefour dan Hypermart Panakukang yang merupakan perusahaan dari Perancis dan pasti akan menghasilkan keuntungan yang besar sehingga pembayaran dan total jumlah pembelian akan dibayar sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Selain itu, untuk lebih meyakinkan David Gautama bahwa besi beton akan dibayar dengan tepat waktu, pelaku juga menjanjikan dan mengiming-iming akan menyerahkan 7 (tujuh) bidang tanah ukuran 7 x 270 m2type Paris yang berada di Golden Park Panakukang Mas sebagai pemotongan 10 % dari pembayaran DP 30 % total pembelian. Akan tetapi, pelaku sebenarnya mengetahui bahwa ketujuh bidang tanah tersebut sedang dalam sengketa/berperkara dengan pihak lain mengenai kepemilikannya sehingga pelaku menyadari bahwa sebenarnya dia tidak dapat berbuat bebas terhadap ketujuh bidang tanah tersebut.Namun, pelaku dengan sengaja tidak memberitahukan kepada David Gautama selaku Direktur PT. Rodamas Baja Inti bahwa tanah tersebut sedang dalam perkara ditingkat kasasi sehingga korban menyetujui penyerahan tanah sebagai kompensasi pembayaran DP pembelian besi tersebut.Akhirnya, David Gautama tergerak hatinya dan menyetujui disusunnya kontrak penjualan besi beton dan wiremesh beserta pengiriman sesuai jadwal yang ditetapkan. 
Ketentuan tindak pidana penipuan termuat dalam Pasal 378KUHP yang rumusannya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Klik Disini Untuk Download Skripsi Lengkap

[1] Andi Zainal Abidin, 2010, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 18.
[2] Kodifikasi adalah pembukuan hukum undang-undang dalam bidang tertentu dengan sistem secara lengkap oleh suatu Negara.
[3] Andi Zainal Abidin, 2010, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 22. 

[1] Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Volume 1, Kencana, Jakarta, hal 309-400.
[2] Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, hal 11. 3 Ibid, hal.30.
[3] Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana,  Rangkang Education dan Pukap,Makassar, hal. 3.
[4] Andi Zainal Abidin, 2010, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 1.
[5] Adami Chazawi, 2001, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 2.


[6] Adami Chazawi, 2001, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 8.
[7] P.A.F. Lamintang 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 11. 

No comments:

Post a Comment