Pembentuk Undang-Undang
dalam berbagai perundang-undangan menggunakan perkataan “tindak pidana” sebagai
terjemahan dari “strafbaar feit”tanpa
memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan
perkataan “tindak pidana”tersebut. Secara harfiah perkataan “tindak pidana”dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang
dapat dihukum”.Akan tetapi, diketahui bahwa yang dapat dihukum sebenarnya
adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan.
Moeljatno menerjemahkan
istilah “strafbaar feit” dengan
perbuatan pidana.Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar
larangan tersebut.
Menurut Wirjono
Prodjodikoro bahwa dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah
“perisitiwa pidana” pernah digunakan secara resmi dalam UUDS 1950, yakni dalam
Pasal 14 (1).Secara substansif, pengertian dari istilah “peristiwa pidana”
lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan oleh perbuatan
manusia maupun oleh gejala alam.
Teguh Prasetyo merumuskan bahwa :
“Tindak pidana adalah perbuatan
yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana.Pengertian perbuatan
di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya
dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu
yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).”
Menurut
Pompe, perkataan “tindak pidana”secara teoretis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
“Suatu pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib
hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh
seorang pelaku yang penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu
demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.”
Jonkers merumuskan
bahwa :
“Tindak pidana sebagaiperisitiwa
pidana yang diartikannya sebagai suatu perbuatanyang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan
dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.”
Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi
sebagaimana dikutip dari oleh Amir Ilyas bahwa tindak pidana mempunyai 5 (lima)
unsur-unsur,
yaitu :
1. Subjek;
2. Kesalahan;
3.
Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan;
4. Suatu
tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-
Undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana;
5. Waktu,
tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).
Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai
suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan
perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang
telah dilakukannya. Akan tetapi, sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya
suatu perbuatanmengenai perbuatannya sendiriberdasarkan asas legalitas (Principle of Legality)yang menentukan
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak
ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan (Nullum Delictum Nulla Poena
Sine Praevia Lege
Poenali).
No comments:
Post a Comment