Tuesday, June 14, 2016

Pengertian Putusan Hakim



Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah “putusan pengadilan” sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan adanya “putusan hakim”diharapkan para pihak dalam perkara pidana khususnya bagi terdakwa dapat memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat memersiapkan langkah berikutnya, yaitu menerima putusan, melakukan upaya hukum banding atau kasasi, melakukan grasi, dan sebagainya.



“Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.”
Bab I angka 11 KUHAP menyebutkan “Putusan Pengadilan”
adalah:
“Pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Pengertian “Putusan Pengadilan” menurut Lilik Mulyadi ditinjau dari visi teoretik dan praktik adalah :[2]
“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya.”

2. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim

a. Putusan Bebas (Vrijspraak)

Secara teoretik, putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental lazim disebut dengan istilah putusan “Vrijspraak”, sedangkan dalam rumpun Anglo-Saxon disebut putusan “Acquittal”. Pada dasarnya, esensi putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan. Putusan bebas dijatuhkan oleh Majelis Hakim oleh karena dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.Akan tetapi, menurut penjelasan pasal demi pasal atas Pasal 191 (1) KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. Secara yuridisdapat disebutkan bahwa putusan bebas apabila Majelis Hakim setelah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa :[3]
1.    Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum
                                pembuktian           menurut          Undang-Undang           secara
negatif(negatieve wettelijke bewijs theorie)sebagaimana dianut dalam KUHAP. Jadi, pada prinsipnya Majelis Hakim dalam persidangan tidak cukup membuktikan tentang kesalahan terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap kesalahan tersebut.
2.    Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian yang ditetapkan oleh Undang-Undang telah terpenuhi, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.


b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag van alle Rechtsvervolging)

Ketentuan Pasal 191 (2) KUHAP mengatur secara eksplisit tentangputusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (Onslag van alle Rechtsvervolging). Pada pasal tersebut di atas, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dirumuskan dengan redaksional bahwa :
“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”

Dengan demikian bahwa titik tolak ketentuan Pasal 191 (2) KUHAP ditarik suatu konklusi dasar bahwa pada putusan pelepasan, tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa atau Penuntut Umum memang terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, tetapi terdakwa tidak dapat dipidana karena perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan “perbuatan pidana".

c. Putusan Pemidanaan ( Veroordeling )

Putusan pemidanaan atau “Veroordeling” padadasarnya diatur dalam Pasal 193 (1) KUHAP dengan redaksional bahwa : 
“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana.”

Apabila hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim telah yakin berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan. Hakim tidak melanggar ketentuan Pasal 183 KUHAP. Selain itu, jika dalam menjatuhkan putusan pemidanaan, terdakwa tidak dilakukan penahanan, maka dapat diperintahkan Majelis Hakim supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila tindak pidana yang dilakukan itu diancam dengan pidana penjara lima Tahun atau lebih, atau apabila tindak pidana itu termasuk yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 (4) huruf b KUHAP dan terdapat cukup alasan untuk itu. Dalam aspek terdakwa dilakukan suatu penahanan, pengadilan dapat menetapkan terdakwa tersebut tetap berada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat cukup alasan untuk itu (Pasal 193 Ayat 2 KUHAP).

No comments:

Post a Comment