Eksistensi
putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah “putusan pengadilan” sangat
diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan adanya “putusan
hakim”diharapkan para pihak dalam perkara pidana khususnya bagi terdakwa dapat
memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat memersiapkan
langkah berikutnya, yaitu menerima putusan, melakukan upaya hukum banding atau
kasasi, melakukan grasi, dan sebagainya.
“Putusan adalah hasil atau
kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan
semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.”
Bab I angka 11 KUHAP menyebutkan “Putusan Pengadilan”
adalah:
“Pernyataan hakim yang diucapkan
dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”
Pengertian “Putusan
Pengadilan” menurut Lilik Mulyadi ditinjau dari visi teoretik dan praktik
adalah :[2]
“Putusan yang diucapkan oleh
hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk
umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya
berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum
dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya.”
2. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim
a. Putusan Bebas (Vrijspraak)
Secara teoretik,
putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental lazim disebut dengan istilah
putusan “Vrijspraak”, sedangkan dalam
rumpun Anglo-Saxon disebut putusan “Acquittal”.
Pada dasarnya, esensi putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan. Putusan bebas
dijatuhkan oleh Majelis Hakim oleh karena dari hasil pemeriksaan di sidang
pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.Akan tetapi, menurut
penjelasan pasal demi pasal atas Pasal 191 (1) KUHAP menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan
meyakinkan adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar
pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Secara yuridisdapat disebutkan bahwa putusan bebas apabila Majelis Hakim
setelah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa :[3]
1. Ketiadaan
alat bukti seperti ditentukan asas minimum
pembuktian
menurut Undang-Undang secara
negatif(negatieve wettelijke bewijs theorie)sebagaimana
dianut dalam KUHAP. Jadi, pada prinsipnya Majelis Hakim dalam persidangan tidak
cukup membuktikan tentang kesalahan terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap
kesalahan tersebut.
2. Majelis
Hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian yang ditetapkan oleh
Undang-Undang telah terpenuhi, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan kesalahan
terdakwa.
b. Putusan
Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag
van alle Rechtsvervolging)
Ketentuan Pasal 191 (2) KUHAP mengatur secara eksplisit tentangputusan
pelepasan dari segala tuntutan hukum (Onslag
van alle Rechtsvervolging). Pada pasal tersebut di atas, putusan pelepasan
dari segala tuntutan hukum dirumuskan dengan redaksional bahwa :
“Jika pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala
tuntutan hukum.”
Dengan demikian bahwa titik tolak ketentuan Pasal 191 (2) KUHAP ditarik
suatu konklusi dasar bahwa pada putusan pelepasan, tindak pidana yang
didakwakan oleh Jaksa atau Penuntut Umum memang terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum, tetapi terdakwa tidak dapat dipidana karena perbuatan
yang dilakukan terdakwa bukan merupakan “perbuatan pidana".
c. Putusan Pemidanaan (
Veroordeling )
Putusan pemidanaan atau “Veroordeling”
padadasarnya diatur dalam Pasal 193 (1) KUHAP dengan redaksional bahwa
:
“Jika pengadilan berpendapat
bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana.”
Apabila hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim telah yakin
berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa
terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan. Hakim tidak
melanggar ketentuan Pasal 183 KUHAP. Selain itu, jika dalam menjatuhkan putusan
pemidanaan, terdakwa tidak dilakukan penahanan, maka dapat diperintahkan
Majelis Hakim supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila tindak pidana yang
dilakukan itu diancam dengan pidana penjara lima Tahun atau lebih, atau apabila
tindak pidana itu termasuk yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 (4) huruf b
KUHAP dan terdapat cukup alasan untuk itu. Dalam aspek terdakwa dilakukan suatu
penahanan, pengadilan dapat menetapkan terdakwa tersebut tetap berada dalam
tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat cukup alasan untuk itu (Pasal 193
Ayat 2 KUHAP).
No comments:
Post a Comment