Pasar Berjangka (Future Market) merupakan bagian dari pasar derivatif (turunan
saham) yang digunaan oleh berbagai pihak untuk mengelola risiko. Pasar ini di
Indonesia sudah lama dirasakan kebutuhannya, tetapi realisasinya sangat lambat.
Berbagai kendala seperti sedikitnya yang berminat jadi promotor kesan bahwa
perdagangan berjangka sama dengan judi dan sebagainya, belum lagi masalah
persaingan dan perselisihan antara pemerintah dengan pialang tidak resmi
(Sofyan, 2000: 7).
Krisis ekonomi dan keuangan mereposisikan
urgensi akan bursa berjangka di Indonesia yang sudah sangat telat di banding
negara lain yang telah memulai perdagangan sejak seabad yang lalu. Akibat
kendala diatas maka sosialisasi akan perlunya pasar berjangka menjadi
terabaikan.
Sebagai penghasil komoditi yang besar di dunia, Indonesia berkepentingan
untuk memiliki bursa sendiri, sehingga dapat membentuk harga lokal yang jadi
acuan global dan bukan ditentukan oleh negara lain. Hal itu juga memudahkan
pemasaran komoditi tersebut dan penyebarluasan informasi ke produsen prosesor
dan konsumen memberi nilai tambah bagi petani dan membuka lapangan kerja baru.
Prospek perdagangan berjangka di Indonesia
cukup menjanjikan karena selain produsen beberapa komoditi pertanian,
pertambangan, Indonesia juga membutuhkan komoditi energi dan finansial dari
luar negeri. Hingga saat ini di perkirakan terdapat 2500 orang lebih yang telah
bertransaksi dalam perdagangan berjangka dan beberapa yang bekerja sebaga
tenaga analis, marketing pada berbagai perusahaan perdagangan berjangka.
Berdasarkan data tersebut sebetulnya sudah cukup tersedia tenaga kerja dan
pemain, tetapi mereka belum terbiasa dengan mekanisme transaksi melalui bursa.
Transaksi selama ini diamanatkan melalui perusahaan yang beroperasi sebagai Commission house tersebut (Sofyan, 2000:
9).
Kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK)
cukup rumit, karena ada tahapan yang harus dimengerti oleh seorang calon
investor. Investor untuk terjun
didalam kegiatan PBK dituntut untuk
mengerti tentang margin dan
pengelolaaannya, bagaimana pembukaan rekening, dan lain sebagainya. Investor
apabila berinvestasi didalam PBK, hal yang terpenting ialah perlu memilih
perusahaan pialang dan mengetahui jenis-jenisnya. Sebagai contoh Bursa-bursa di
AS, Ada tiga kriteria umum yang dikategorikan baik tidaknya sebuah perusahaan
pialang, yaitu legalitas, semua perizinan atas keterlibatannya didalam kegiatan
perdagangan Berjangka Komoditi lengkap, domosili dan alamat perusahaannya jelas
dengan dibursa berjangka mana sajakah mereka melakukan kegiatannya selama itu.
Hal terpenting lainnya yaitu transparan, terpercaya dan jujur dalam mengemban
amanat nasabahnya terutama menyangkut penempatan, pengelolaan dan penggunaan
dana nasabahnya dalam suatu rekening yang terpisah (segregated account), dan yang terakhir adalah piawai. Perusahaan
Pialang yang bonafide, biasanya
dilengkapi dengan divisi “Research &
development” yang ditempati oleh orang-orang yang rajin, tekun dan cermat
dalam mengamati pekembangan pasar. Mereka selalu membuat berbagai analisis
tentang kondisi pasar terakhir.
Pialang dan nasabah harus melakukan
komunikasi yang harmonis dan terbuka. Karena setiap saat nasabah akan bertanya
dan pialang pun akan memberikan berbagai analisisnya untuk mempermudah nasabah
dalam membuat suatu keputusan.
Industri berjangka di Indonesia mengenal
istilah nama seperti Perusahaan Pialang Berjangka, Penasihat Berjangka, dan
Pengelola Sentra Dana Berjangka. Ketiga jenis pialang tersebut semuanya
berbentuk perusahaan perseroan terbatas yang memberikan pelayanan jasa kepada
nasabah. Perusahaan Pialang Berjangka wajib memiliki minimum 3 orang Wakil
Pialang Berjangka yang dapat berhubungan langsung dengan nasabah. Penasihat
Berjangka berhak memiliki beberapa Wakil Penasihat Berjangka. Pengelola Sentra
Dana Berjangka sedikitnya harus memiliki dua orang Wakil Pengelola Sentra Dana
Berjangka. Semua perusahaan pialang, Penasihat atau Pengelola Dana Berjangka
beserta wakil dan pihak-pihak terkait lainnya bernaung dibawah organisasi Indonesian futures Association
(IFA).
No comments:
Post a Comment