Saturday, October 8, 2016

Teori Penyidikan


Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya ( Pasal 1 butir 2 KUHAP ).
Penyidikan adalah suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing ( Belanda ) dan investigation ( Inggris ) atau penyiasatan atau siasat ( Malaysia )  ( Hamzah, 2010 : 120 ) ).
Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak hak asasi manusia. Bagian bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan menurut Andi Hamzah ( 2010 : 120 ) adalah :
1.    Ketentuan tentang alat alat penyidik
2.    Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik
3.    Pemeriksaan ditempat kejadian
4.    Pemanggilan tersangka atau terdakwa
5.    Penahanan sementara
6.    Penggeledahan
7.    Pemeriksaan atau interogasi 
Menurut Rusli Muhammad ( 2007:58 ) ada hal yang membedakan antara penyelidikan dan penyidikan :
Pada tindakan penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana. Sedangkan pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. 
Penyelidikan dan penyidikan merupakan tindakan pertama-tama yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Menurut Andi Hamzah ( 2010:121 ) persangkaan atau pengetahuan adanya tindak pidana tersebut dapat diperoleh dari empat kemungkinan, yaitu :
1)   Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP))
2)   Karena laporan (Pasal 1 butir 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3)   Karena pengaduan (Pasal 1 butir 25 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP))
4)   Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik, seperti baca di surat kabar, dengar di radio, dengan orang bercerita dan selanjutnya.
Penyidikan yang dilakukan tersebut didahului dengan pemberitahuan kepada penutut umum bahwa penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana telah mulai dilakukan. Secara formal pemberitahuan tersebut disampaikan melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 109 KUHAP. Namun kekurangan yang dirasa sangat menghambat adalah tidak ada ketegasan dari ketentuan tersebut kapan waktunya penyidikan harus diberitahukan kepada Penuntut Umum.
Menurut Rusli Muhammad ( 2007 : 58 ), tujuan dalam penyidikan terhadap tindak pidana diharapkan dapat diperoleh keterangan keterangan berupa :
1.    Jenis dan kualifikasi tindak pidana yang terjadi Jenis jenis tindak pidana yang sangat banyak dan dalam satu jenis tindak pidana terdapat beberapa kualifikasi, penyidikan yang dilakukan adalah untuk mengetahui bentuk bentuk tindak pidana apa yang sesungguhnya telah terjadi sehingga dapat menentukan pasal pasal yang dilanggarnya.


2.    Waktu tindak pidana dilakukan
Penyidikan yang dilakukan harus dapat mengungkap waktu yang dilakukannya suatu kejahatan ( hari, bulan, tahun, tanggal ). Mengungkapkan waktu untuk memberikan keyakina tentang terjadinya suatu tindak pidana dan untuk dapat menjadi ukuran jika adanya alibi atau dalih pengingkaran dari pelaku.
3.    Tempat terjadinya tindak pidana
Penyidikan dilakukan untuk mengetahui dimana tindak pidana dilakukan, juga untuk mencari keterangan dan menemukan saksi atau barang bukti yang digunakan pelaku.
4.    Dengan apa tindak pidana dilakukan
Untuk mengungkapkan alat alat yang digunakan oleh pelaku dalam melakukan kejahatannya dan juga sebagai barang bukti guna untuk mendukung alat alat bukti yang ada sehingga menambah keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusannya.
5.    Alasan dilakukan tindak pidana
Untuk mengetahui yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatannya dan apa tujuan yang akan dicapainya sehingga melakukan kejahatan dan juga sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya pidana.
6.    Pelaku tindak pidana
Tujuan terpenting adalah untuk mengungkap siapa pelaku dari tindak pidana tersebut.

Penyidikan yang dilakukan oleh penyidik harus diberitahukan kepada Penuntut Umum. Jika penyidikan telah selesai, penyidik wajib segera  menyerahkan berkas perkara itu kepada  Penuntut Umum. Kadangkadang hasil penyidikan dinilai oleh Penuntut Umum kurang lengkap sehingga perlu dilengkapi penyidik. Jika terjadi demikian, Penuntut  Umum harus segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai  petunjuk untuk dilengkapi. Apabila berkas perkaranya dikembalikan, penyidik harus segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari Penuntut Umum.

                I.       Tersangka dan terdakwa

Tersangka dan terdakwa adalah sebutan atau status bagi pelaku tindak pidana sesuai tingkat atau tahap pemeriksaan. Menurut Bambang
Waluyo (2000:35) :  
Dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pasal 1 butir 15 KUHAP menyatakan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa tersangka adalah sebutan orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana dalam tahap penyidikan. Sedangkan menurut H.M.A Kuffal ( 2003:139 ) : 
Untuk menetapkan seseorang berstatus sebagai tersangka, cukup didasarkan pada bukti permulaan atau bukti awal yang cukup. KUHAP tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan bukti permulaan dan status terdakwa adalah didasarkan pada alat alat bukti yang sah serta didasarkan berkas perkara hasil penyidikan yang menurut penilaian penuntut umu sudah memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan ( Pasal 1 butir 14 jo pasal 139 KUHAP ).

Pasal 17 KUHAP, menyatakan bahwa : “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
Berdasarkan Penjelasan Pasal 17 KUHAP, yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya suatu tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 Butir 14 KUHAP. Pengertian ini tidak jelas karena hanya merupakan pengulangan kata bukti permulaan tanpa menjelaskan arti kata tersebut. Jika pengertian ketentuan penjelasan Pasal 17 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 1 Butir 14 KUHAP, maka bukti permulaan dapat diartikan sebagai suatu nilai bukti yang telah mampu atau telah selaras untuk menduga seseorang sebagai tersangka, di mana bukti yang diperoleh penyidik telah bersesuaian dengan keadaan yang dijumpai pada seseorang tersebut.
Menurut Andi Hamzah (2008:67), dalam bukunya Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana mengatakan bahwa:
Bukti permulaan yang cukup dalam rumusan Pasal 17 KUHAP itu harus diartikan sebagai bukti-bukti minimal, berupa alatalat bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dapat menjamin bahwa penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan terhadap seseorang yang disangka melakukan tindak pidana setelah terhadap orang tersebut dilakukan penangkapan.

Jika yang dimaksud bukti permulaan untuk menentukan seseorang diduga sebagai tersangka menurut M. Yahya Harahap (2005:158) bahwa:
Yang paling rasional adalah bila perkataan permulaan dibuang, sehingga akan didapat pengertian serupa dengan pengertian yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana Amerika Serikat, yang menegaskan bahwa untuk melakukan tindak penangkapan atau penahanan harus didasarkan pada affidavit dan testimony, yakni harus didasarkan pada adanya bukti dan kesaksian.
Apabila ditelaah lebih lanjut uraian di atas, bukti permulaan yang cukup menurut Hukum Acara Pidana Amerika Serikat, mempunyai kemiripan pengertian dengan rumusan ketentuan Pasal 183 KUHAP, yang menganut prinsip batas minimal pembuktian, yaitu sekurangnya 2 (dua) alat bukti, bisa terdiri dari 2 orang saksi, dan bukti lain.
Menurut Andi Hamzah (2008:65) bahwa :

Wetboek van Strafvordering Belanda tidak membedakan istilah tersangka dan terdakwa (tidak lagi memakai dua istilah beklaagde dan verdachte). Namun demikian, dibedakan pengertian verdachte sebelum penuntutan dan sesudah penuntutan, dan pengertian verdachte sebelum penuntutan paralel dengan pengertian tersangka dalam KUHAP kita. Sedangkan pengertian verdachte sesudah penuntutan paralel dengan pengertian terdakwa pada butir 15 . 

No comments:

Post a Comment