Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya ( Pasal 1 butir 2
KUHAP ).
Penyidikan adalah
suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing ( Belanda ) dan
investigation ( Inggris ) atau penyiasatan
atau siasat ( Malaysia ) ( Hamzah, 2010 : 120 ) ).
Pengetahuan dan
pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal itu
langsung menyinggung dan membatasi hak hak asasi manusia. Bagian bagian hukum
acara pidana yang menyangkut penyidikan menurut Andi Hamzah ( 2010 : 120 )
adalah :
1. Ketentuan
tentang alat alat penyidik
2. Ketentuan
tentang diketahui terjadinya delik
3. Pemeriksaan
ditempat kejadian
4. Pemanggilan
tersangka atau terdakwa
5. Penahanan
sementara
6. Penggeledahan
7. Pemeriksaan
atau interogasi
Menurut Rusli
Muhammad ( 2007:58 ) ada hal yang membedakan antara penyelidikan dan penyidikan
:
Pada tindakan penyelidikan
penekanan diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang
dianggap atau diduga sebagai tindak pidana. Sedangkan pada penyidikan, titik
berat tekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti
supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat
menemukan dan menentukan pelakunya.
Penyelidikan dan
penyidikan merupakan tindakan pertama-tama yang dapat dan harus segera
dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan
telah terjadi suatu tindak pidana. Menurut Andi Hamzah ( 2010:121 ) persangkaan
atau pengetahuan adanya tindak pidana tersebut dapat diperoleh dari empat
kemungkinan, yaitu :
1) Kedapatan
tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP))
2) Karena
laporan (Pasal 1 butir 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Karena
pengaduan (Pasal 1 butir 25 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP))
4) Diketahui
sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui
terjadinya delik, seperti baca di surat kabar, dengar di radio, dengan orang
bercerita dan selanjutnya.
Penyidikan yang
dilakukan tersebut didahului dengan pemberitahuan kepada penutut umum bahwa
penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana telah mulai dilakukan. Secara formal
pemberitahuan tersebut disampaikan melalui mekanisme Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP). Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 109
KUHAP. Namun kekurangan yang dirasa sangat menghambat adalah tidak ada
ketegasan dari ketentuan tersebut kapan waktunya penyidikan harus diberitahukan
kepada Penuntut Umum.
Menurut Rusli
Muhammad ( 2007 : 58 ), tujuan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
diharapkan dapat diperoleh keterangan keterangan berupa :
1. Jenis
dan kualifikasi tindak pidana yang terjadi Jenis jenis tindak pidana yang
sangat banyak dan dalam satu jenis tindak pidana terdapat beberapa kualifikasi,
penyidikan yang dilakukan adalah untuk mengetahui bentuk bentuk tindak pidana
apa yang sesungguhnya telah terjadi sehingga dapat menentukan pasal pasal yang
dilanggarnya.
2. Waktu
tindak pidana dilakukan
Penyidikan yang dilakukan harus
dapat mengungkap waktu yang dilakukannya suatu kejahatan ( hari, bulan, tahun,
tanggal ). Mengungkapkan waktu untuk memberikan keyakina tentang terjadinya
suatu tindak pidana dan untuk dapat menjadi ukuran jika adanya alibi atau dalih
pengingkaran dari pelaku.
3. Tempat
terjadinya tindak pidana
Penyidikan dilakukan untuk
mengetahui dimana tindak pidana dilakukan, juga untuk mencari keterangan dan
menemukan saksi atau barang bukti yang digunakan pelaku.
4. Dengan
apa tindak pidana dilakukan
Untuk mengungkapkan alat alat yang
digunakan oleh pelaku dalam melakukan kejahatannya dan juga sebagai barang
bukti guna untuk mendukung alat alat bukti yang ada sehingga menambah keyakinan
hakim dalam menjatuhkan putusannya.
5. Alasan
dilakukan tindak pidana
Untuk mengetahui yang menyebabkan
pelaku melakukan kejahatannya dan apa tujuan yang akan dicapainya sehingga
melakukan kejahatan dan juga sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat
ringannya pidana.
6. Pelaku
tindak pidana
Tujuan terpenting adalah untuk
mengungkap siapa pelaku dari tindak pidana tersebut.
Penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik harus diberitahukan kepada Penuntut Umum. Jika
penyidikan telah selesai, penyidik wajib segera
menyerahkan berkas perkara itu kepada
Penuntut Umum. Kadangkadang hasil penyidikan dinilai oleh Penuntut Umum
kurang lengkap sehingga perlu dilengkapi penyidik. Jika terjadi demikian,
Penuntut Umum harus segera mengembalikan
berkas perkara itu kepada penyidik disertai
petunjuk untuk dilengkapi. Apabila berkas perkaranya dikembalikan,
penyidik harus segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari
Penuntut Umum.
I. Tersangka
dan terdakwa
Tersangka dan
terdakwa adalah sebutan atau status bagi pelaku tindak pidana sesuai tingkat
atau tahap pemeriksaan. Menurut Bambang
Waluyo (2000:35) :
Dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP bahwa
tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pasal 1 butir 15
KUHAP menyatakan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa,
dan diadili di sidang pengadilan.
Dari pernyataan di
atas, dapat dikatakan bahwa tersangka adalah sebutan orang yang diduga sebagai
pelaku tindak pidana dalam tahap penyidikan. Sedangkan menurut H.M.A Kuffal (
2003:139 ) :
Untuk menetapkan seseorang
berstatus sebagai tersangka, cukup didasarkan pada bukti permulaan atau bukti
awal yang cukup. KUHAP tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud
dengan bukti permulaan dan status terdakwa adalah didasarkan pada alat alat
bukti yang sah serta didasarkan berkas perkara hasil penyidikan yang menurut
penilaian penuntut umu sudah memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan (
Pasal 1 butir 14 jo pasal 139 KUHAP ).
Pasal 17 KUHAP,
menyatakan bahwa : “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
Berdasarkan
Penjelasan Pasal 17 KUHAP, yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup
adalah bukti permulaan untuk menduga adanya suatu tindak pidana sesuai dengan
bunyi Pasal 1 Butir 14 KUHAP. Pengertian ini tidak jelas karena hanya merupakan
pengulangan kata bukti permulaan tanpa menjelaskan arti kata tersebut. Jika
pengertian ketentuan penjelasan Pasal 17 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 1 Butir
14 KUHAP, maka bukti permulaan dapat diartikan sebagai suatu nilai bukti yang
telah mampu atau telah selaras untuk menduga seseorang sebagai tersangka, di
mana bukti yang diperoleh penyidik telah bersesuaian dengan keadaan yang
dijumpai pada seseorang tersebut.
Menurut
Andi Hamzah (2008:67), dalam bukunya Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana mengatakan
bahwa:
Bukti permulaan yang cukup dalam
rumusan Pasal 17 KUHAP itu harus diartikan sebagai bukti-bukti minimal, berupa
alatalat bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dapat
menjamin bahwa penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan terhadap
seseorang yang disangka melakukan tindak pidana setelah terhadap orang tersebut
dilakukan penangkapan.
Jika yang dimaksud
bukti permulaan untuk menentukan seseorang diduga sebagai tersangka menurut M.
Yahya Harahap (2005:158) bahwa:
Yang paling rasional adalah bila
perkataan permulaan dibuang, sehingga akan didapat pengertian serupa dengan
pengertian yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana Amerika Serikat, yang
menegaskan bahwa untuk melakukan tindak penangkapan atau penahanan harus
didasarkan pada affidavit dan testimony, yakni harus didasarkan pada
adanya bukti dan kesaksian.
Apabila ditelaah
lebih lanjut uraian di atas, bukti permulaan yang cukup menurut Hukum Acara
Pidana Amerika Serikat, mempunyai kemiripan pengertian dengan rumusan ketentuan
Pasal 183 KUHAP, yang menganut prinsip batas minimal pembuktian, yaitu
sekurangnya 2 (dua) alat bukti, bisa terdiri dari 2 orang saksi, dan bukti
lain.
Menurut Andi Hamzah (2008:65) bahwa :
Wetboek van Strafvordering Belanda tidak membedakan istilah
tersangka dan terdakwa (tidak lagi memakai dua istilah beklaagde dan verdachte).
Namun demikian, dibedakan pengertian verdachte
sebelum penuntutan dan sesudah penuntutan, dan pengertian verdachte sebelum penuntutan paralel dengan pengertian tersangka
dalam KUHAP kita. Sedangkan pengertian verdachte
sesudah penuntutan paralel dengan pengertian terdakwa pada butir 15 .
No comments:
Post a Comment