Pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang
menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati
pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menerapkan batas-batas yang
tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara
(bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan
inkompetensi sosial anak-anak. Misalnya, seorang orang tua yang otoriter
mungkin mengatakan, “Kau lakukan itu sesuai dengan perintahku atau tidak
sama sekali. Tidak usah banyak bicara!”. Anak-anak dengan orang tua yang
otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai
20
kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah (Santrock,
2007).
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter sebagai
disiplin orang tua secara otoriter yang bersifat disiplin tradisional. Dalam
disiplin yang otoriter orang tua menetapkan peraturan-peraturan dan
memberitahukan anak bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut. Anak tidak
diberikan penjelasan mengapa harus patuh dan tidak diberi kesempatan
mengemukakan pendapat meskipun peraturan yang ditetapkan tidak masuk
akal.
Menurut Santrock (2011) pola asuh otoriter adalah gaya membatasi dan
menghukum ketika orang tua memaksa anak-anak untuk mengikuti arahan
mereka dan menghormati pekerjaan serta upaya mereka.
Menurut Hurlock (1993) pola asuh dibagi menjadi tiga yaitu otoriter,
demokratis, dan permisif. Ciri-ciri pola asuh otoriter anak harus tunduk dan
patuh pada kehendak orang tua, pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak
sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian, sering memberikan hukuman
fisik jika terjadi kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua,
Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal.
Pola asuh demokratis
memiliki ciri-ciri anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan
kontrol internal, anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan
dalam pengambilan keputusan, menetapkan peraturan serta mengatur
kehidupan anak. Pola asuh permisif memiliki ciri-ciri kontrol orang tua kurang,
Bersifat longgar atau bebas, anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya, Hampir tidak menggunakan hukuman, Anak diijinkan membuat keputusan
sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri.
Hurlock (2005) menjelaskan bahwa dalam pola asuh otoriter, karena
adanya sikap pengekangan orangtua, anak selalu menahan gejolak hati
sehingga anak tampak tegang.
Apabila anak ada kesempatan dan mendapat
jalan keluar, gejolak hati ini muncul dan dapat menimbulkan perilaku
maladaptif
No comments:
Post a Comment