Showing posts with label Hidrologi. Show all posts
Showing posts with label Hidrologi. Show all posts

Wednesday, July 11, 2012

Kualitas Air Hujan



Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6 merupakan nilai yang
dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara
internasional oleh badan dunia WMO ( World Meteorological Organization ).
Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering
disebut dengan hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar 5,6 maka hujan
bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung
atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danaudanau,
dan aliran sungai (Aryanti, 2004). Sifat hujan yang agak asam disebabkan
karena terlarutnya asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk dari gas CO2 di dalam
air hujan. Asam karbonat itu bersifat asam yang lemah sehingga pH air hujan
tidak rendah, Apabila air hujan tercemar oleh asam yang kuat, pH air hujan turun
di bawah 5,6 hujan demikian disebut hujan asam.
Istilah hujan asam sebenarnya kurang tepat, yang tepat adalah deposisi
asam. Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah.
Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada di dalam udara. Ini dapat terjadi di daerah perkotaan karena pencemaran
udara dari lalu lintas yang berat dan di daerah yang langsung terkena udara yang
tercemar dari pabrik. Dapat pula terjadi perbukitan yang terkena angin membawa
yang mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat dekat sumber
pencemaran.
Deposisi basah adalah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi
apabila asam di dalam udara larut di dalam butir-butir air di dalam awan. Jika
turun hujan dari awan itu, air hujan bersifat asam. Asam itu terhujankan atau
rainout. Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang
mengandung asam sehingga asam itu larut ke dalam air hujan dan turun ke bumi.
Asam itu tercuci atau wash-out. Deposisi basah dapat terjadi di daerah yang jauh
dari sumber pencemaran (Soemarwoto, 1992).

Tinjuan Kepustakaan Teoritis Skripsi tentang Air Hujan



Air hujan adalah air yang menguap karena panas dan dengan proses
kondensasi (perubahan uap air menjadi tetes air yang sangat kecil) membentuk
tetes air yang lebih besar kemudian jatuh kembali ke permukan bumi. Pada waktu
berbentuk uap air terjadi proses transportasi (pengangkutan uap air oleh angin
menuju daerah tertentu yang akan terjadi hujan). Ketika proses transportasi
tersebut uap air tercampur dan melarutkan gas-gas oksigen, nitrogen,
karbondioksida, debu, dan senyawa lain. Karena itulah, air hujan juga
mengandung debu, bakteri, serta berbagai senyawa yang terdapat dalam udara.
Jadi kualitas air hujan juga banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Air hujan diduga akan mengandung lebih banyak gas-gas daripada air
tanah, terutama kandungan CO2 dan O2. Air hujan biasanya tidak mengandung
garam-garam mineral, zat-zat racun, atau zat yang dapat mengandung kesehatan.
Karena itu hujan yang bersih dapat digunakan sebagai air minum apalagi untuk
keperluan mandi. Air hujan termasuk air lunak.
Air atmosfir dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi sering terjadi
pengotoran karena industri, debu dan sebagainya. Oleh karena itu untuk
menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air
hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih banyak
mengandung kotoran. Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa
penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini mempercepat terjadinya
karatan (korosi) air hujan juga memiliki sifat lunak, sehingga boros terhadap
pemakaian sabun (Waluyo, 2005).
8
Untuk beberapa orang, rasa air hujan dianggap tidak enak atau terasa
hambar. Hal ini mungkin karena air hujan tidak banyak mengandung garamgaram
tetapi banyak mengandung gas.
Dibandingkan dengan air minum biasa, air hujan mempunyai sedikit
kelemahan yaitu kandungan garam-garam. Bila perlu ke dalam air hujan dapat
ditambahkan atau dibubuhi garam. Karena beberapa garam juga terdapat dalam
bahan makanan kita, sedang garam dapur selalu ditambahkan dalam persiapan
hidangan, maka dalam prakteknya bila dibubuhkan kapur saja sudah cukup. Kapur
yang dapat digunakan adalah kapur-kapur yang banyak didapat di pedagangpedagang
bahan bangunan. Sebelum digunakan kapur disaring sehingga baik
batu/kerikil serta kotoran lain dapat dipisahkan. Jumlah kapur yang ditambahkan
adalah 25-100 mg/liter (Hadi, 1973 dalam Winarno,1996). Bila penambahan
terlalu banyak rasa air akan menjadi pahit.

Friday, June 29, 2012

Pengertian Kaleng; Karekteristik



Kaleng adalah lembaran baja yang disalut timah (Sn) atau berupa wadah yang dibuat dari baja dan dilapisi timah putih tipis dengan kadar tidak lebih dari 1,00-1,25% dari berat kaleng itu sendiri. Terkadang lapisan ini dilapisi lagi oleh lapisan bukan metal yaitu untuk mencegah reaksi dengan makanan ataupun minuman di dalamnya. Kelebihan menonjol dari kemasan ini adalah bisa dilakukannya proses sterilisasi, sehingga makanan yang disimpan di dalamnya menjadi steril, tidak mudah rusak, dan awet. Dan pengertian dari baja adalah logam alloy yang komponen utamanya adalah besi (Fe), dengan karbon sebagai material pengalloy utama. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat memperkeras dan memperkuat besi, tetapi juga lebih rapuh. Definisi klasik, baja adalah besi-karbon alloy dengan kadar karbon sampai 5,1 persen; ironisnya, alloy dengan kadar karbon lebih tinggi dari ini dikenal dengan besi (Fe). Definisi yang lebih baru, baja adalah alloy berdasar besi yang dapat dibentuk secara plastik (http://id.wikipedia.org/wiki/Baja). Pada kaleng, daya ketahanan timah terhadap korosi juga tidak sempurna, akan tetapi terhadap reaksi dengan makanan di dalamnya lebih lambat dibandingkan dengan baja. Bagi orang awam, kaleng sering diartikan sebagai tempat penyimpanan atau wadah yang terbuat dari logam dan digunakan untuk mengemas makanan, minuman, atau produk lain. Dalam pengertian ini, kaleng juga termasuk wadah yang terbuat dari aluminium (Al). Kaleng timah (tin can) merupakan pengembangan dari penemuan Nicolas Francois Appert pada dasawarsa 1800-an. Produk ini dipatenkan oleh seorang berkebangsaan Inggris, Peter Durand pada 1810. Berkat penemuan produksi massal, pada akhir abad ke-19, kaleng yang berbahan dasar timah (Sn) menjadi standar produk konsumen. Produk-produk makanan maupun minuman yang biasanya mengalami proses pengalengan ataupun menggunakan kaleng sebagai tempat (wadahnya) adalah produk-produk yang disterilisasi dengan panas. Proses pembuatan kaleng dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Proses pembuatan kaleng (Desrosier, 1988)
Keterangan :
(1) Bakal badan kaleng ditakik,
(2) Dibuat kait,
(3) Bakal badan kaleng dibentuk dengan mempertemukan kait ujung satu dengan yang lain,
 (4) Bakal badan kaleng berkait dipipihkan untuk membentuk keliling samping,
 (5) Bagian permukaan luar keliling dipatri, dan
(6) Bagian badan kaleng dibengkuk keluar dengan bentuk khusus untuk membuat bibir kaleng.
Dalam kemasan kaleng, makanan dapat dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang tinggi pula. Dengan demikian semua mikroba yang hidup bersama makanan tersebut akan mati. Karena kaleng juga ditutup dengan sangat rapat, maka mikroba baru tidak akan bisa masuk kembali ke dalamnya. Oleh karena itu makanan kaleng dapat disimpan hingga dua tahun dalam keadaan baik, tidak busuk, dan tidak beracun. Semua jenis makanan bisa dikemas didalam kaleng. Mulai dari daging, susu, ikan, sayuran, buah-buahan dan makanan olahan seperti sosis, bumbu nasi goreng hingga sayur lodeh. Kini kita bisa menyaksikan berbagai jenis makanan yang dikemas di dalam kaleng ada di warung atau toko kelontong (pasar tradisional) dan supermarket atau swalayan. Merknyapun bermacam-macam, baik produksi dalam negeri maupun impor. Jadi, umur tempat jalannya reaksi panas makanan selama penyimpanan ditentukan oleh daya tahan kaleng terhadap korosi.

 Banyak sekali faktor yang mempengaruhi besarnya korosi pada kaleng bagian dalam, diantaranya :
a.  Tingginya sisa oksigen dalam makanan.
b.  Adanya akselator korosi, seperti Nitrat dan senyawa Sulfur lainnya.
c.   pH makanan dalam kaleng
d.              Suhu dan lama penyimpanan
e.  Jenis kaleng dan lapisan penahan korosi
Biasanya besarnya korosi di bagian luar akan lebih mudah terkontrol, hal tersebut dikarenakan oleh :
a.       Komposisi air pendingin (mengandung klor, melarutkan garam, dsb).
b.      Ketipisan lapisan timah dan jenis kaleng yang digunakan.
Sedangkan untuk bagian dalam kaleng dihindarkan dari terjadinya karat ataupun reaksi terhadap makanan di dalamnya terutama reaksi dengan asam, yaitu dengan cara melapisinya dengan Enamel. Dan biasanya enamel yang dipakai adalah campuran dari Oleoresin Seng Oksida (ZnO). Oleh karenanya logam timah (Sn) dipilih sebagai bahan dasar pembentuk kaleng karena relatif tidak beracun dan menambah daya tarik kemasan karena berkilat dan tahan karat (http://id.wikipedia.org/wiki/Timah).