Showing posts with label Kewarganegaraan. Show all posts
Showing posts with label Kewarganegaraan. Show all posts

Thursday, June 28, 2012

SANKSI-SANKSI DALAM PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL



1.             Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Dalam rangka memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, maka tindakan kepolisian sebagai penyidik terhadap Pegawai Negeri Sipil hendaknya dilakukan dengan tertib dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalamkaitan ini apabila seornag Pegawai Negeri Sipil diperiksa, ditangkap dan atau ditahan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan tindak pidana, maka pejabat yang berwajib tersebut secepat mungkin memberitahukan kepada atasan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
   Adapun pengertian pelanggaran disiplin berdasarkan Pasal 1 huruf (a) UU No.43 Tahun 1943 adalah : setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar kedinasan.
   Kemudian menurut Pasal 1 huruf (c) dari undang-undang tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
   Selanjutnya dalam Pasal 6 UU No.43 Tahun 1999 disebutkan pula mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil, adapun tingkat dan jenis hukuman disiplin tersebut adalah :
(1)        Hukuman Disiplin Ringan
Dalam tingkat hukuman disiplin ringan ini terdapat 3 (tiga) jenis hukuman yang terdiri dari :
a.         Teguran lesan,
b.        Teguran tertulis,
c.         Pernyataan tidak puas secara tertulis.
(2)        Hukuman Disiplin Sedang
Pada tingkat hukuman disiplin sedang ini juga terdapat 3 (tiga) jenis hukuman, yaitu :
a.         Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,
b.        Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,
c.         Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3)        Hukuman Disiplin Berat
Adapun pada tingkat disiplin berat ini terdapat atau ada 4 (empat) jenis hukuman yaitu :
a.         Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun,
b.        Pembebasan dari jabatan,
c.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,
d.        Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

2.             Pejabat yang Mempunyai Wewenang Menghukum
   Sebagaimana telah disampaikan di atas, Pegawai Negeri diangkat oleh Pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang baik mengangkat maupun memberhentikan yang bersifat hukuman, menurut ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf (a – e) Peraturan UU No.43 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a.         Presiden,
b.         Menteri dan Jaksa Agung,
c.         Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
d.        Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,
e.         Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.
   Kemudian yang disebut dengan Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya, kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara dan kepentingan Pengadilan.[1]
3.             Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin
   Menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor 21/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pada angka Romawi VIII disebutkan bahwa hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku sejak :
1.         Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, bagi jenis hukuman disiplin ringan.
2.         Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, bagi hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, kecuali :
a.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
b.        Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3.         Terhitung mulai tanggal keputusan hukuman disiplin ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, bagi jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.
4.         Hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal penyampaian surat keputusan hukuman disiplin, kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan apabila tidak ada keberatan mengenai jenis hukuman disiplin :
a.         Penundaan kenaikan gaji,
b.         Penurunan gaji,
c.         Penundaan kenaikan pangkat,
d.        Penurunan panhkat,
e.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
f.          Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
5.         Terhitung mulai tanggal keputusan atas keberatan hukuman disiplin itu ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum atau oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, apabila ada keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan mengenai jenis hukuman disiplin :
a.         Penundaan kenaikan gaji,
b.         Penurunan gaji,
c.         Penundaan kenaikan pangkat,
d.        Penurunan pangkat,
e.         Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,
f.          Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
6.         Hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk menyampaikan keputusan hukuman disiplin tersebut, apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin.


[1] Siti Soetami, Op. cit, hal. 39

Pengertian Disiplin Kerja



Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahas alatin “Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan.[1]
Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah :
“Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.[2]
Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa :
“Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.[3]
Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.[4]
Di samping beberapa pengertian mengenai disiplin pegawai tersebut di atas, A.S. Moenir mengemukakan bahwa :
“Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi.[5]
Kaitannya dengan kedisiplinan, Astrid S. Susanto[6] juga mengemukakan sesuai dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
a.              Disiplin yang bersifat positif.
b.             Disiplin yang bersifat negatif.
Merupakan tugas seorang pemimpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu disiplin yang mempunyai sifat positif, dengan demikian dapat menghindarkan adanya disiplin yang bersifat negatif.
Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi dimana seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin negatif sebagai unsur di dalam sikap patuh yang disebabkan oleh adanya perasaan takut akan hukuman.
Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai menurut I.S. Levine[7], adalah sebagai berikut :
“Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian serba baik dan tepat pada pekerjaannya, apabila mereka mempergunakan bahan-bahan dan perlengkapan dengan hati-hati, apabila menghasilkan jumlah dan cara kerja yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan, dan selesai pada waktunya.”
Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas, maka tolak ukur pengertian kedisiplinan kerja pegawai adalah sebagai berikut :
1.    Kepatuhan terhadap jam-jam kerja.
2.    Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, serta pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
3.    Berpakaian yang baik pada tempat kerja dan menggunakan tanda pengenal instansi.
4.    Menggunakan dan memelihara bahan-bahan dan alat-alat perlengkapan kantor dengan penuh hati-hati.
5.    Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan.
            Selanjutnya untuk lebih memperjelas arti dan makna displin kerja, Alex S. Nitisemito[8] antara lain mengemukakan, bahwa kedisiplinan lebih dapat diartikan suatu sikap atau perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau instansi yang bersangkutan baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
            Adapun menurut peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagimana telah dimuat di dalam Bab II Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999, ada beberapa keharusan yang harus dilaksanakan yaitu :
1.             Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, serta melaksanakan perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berhak.
2.             Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memebrikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya.
3.             Menggunakan dan memelihara barang-barnag dinas dengan sebaik-baiknya.
4.             Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil dan atasannya.
            Dengan demikian, maka disiplin kerja merupakan praktek secara nyata dari para pegawai terhadap perangkat peraturan yang teradapat dalam suatu organisasi. Dalam hal ini disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi, berdasarkan pada hal tersebut diharapkan efektifitas pegawai akan meningkat dan bersikap serta bertingkah laku disiplin.
            Kedisiplinan pegawai dapat ditegakkan apabila peraturan-peraturan yang telah ditetapkan itu dapat diatasi oleh sebagian besar pegawainya dalam kenyataan, bahwa dalam suatu instansi apabila sebagian besar pegawainya mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan, maka disiplin pegawai sudah dapat ditegakkaan.


[1] I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian. Kenisisus, Yogyakarta, 1989, hal. 108
[2] Wawasan Kerja Aparatur Negara, BP-7 Pusat, jakarta, 1993, hal. 24
[3] Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, jakarta, 1988, hal. 102
[4] I.S. Livine Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. Terjemahan oleh iral Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980, hal 71
[5] A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta, 1983, hal. 152.
[6] Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1974, hal 305.
[7]  I.S. Levine, Op. City, hal. 72.
[8] Alex S. Nitisemito, Menegemen Sumber Saya Manusia, Sasmito Bross, Jakarta, 1980, hal. 260.

Friday, February 24, 2012

PELAKSANAAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN UU NO. 43 TAHUN 1999 DI


SKRIPSI

Sebagaimana telah diamanatkan di dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara 1999 – 2004 Bab IV huruf ke ( 3 ) tentang Aparatur Negara bahwa, dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan system karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara terus ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan aparat sangat di perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Undang – Undang Pokok Kepegawaian yaitu Undang – Undang No. 8  Tahun 1974 telah dirubah melalui UU No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil, adalah suatu landasan hukum untuk menjamin pegawai negeri dan dapat di jadikan dasar untuk mengatur penyusunan aparatur negara yang baik dan benar. Penyusunan aparatur negara menuju kepada administrasi yang sempurna sangat bergantung kepada kualitas pegawai negeri dan mutu kerapian organisasi aparatur itu sendiri.                
Dapat di ketahui bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting dan menentukan. Berhasil tidaknya misi dari pemerintah tergantung dari aparatur negara karena pegawai negeri merupakan aparatut\r negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita pembangunann  nasional.                 
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah termaktub didalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan pembangunan tersebut dapat di capai dengan melalui pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realitas serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguh – sungguh.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spirituil yang berdasarkan pada Pancasila di dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri . Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional tersebut di atas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila  dan   Undang – Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna, berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan akan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, abdi negara, serta abdi masyarakat. Untuk mewujudkan pegawai negeri sebagaimana tersebut di atas maka perlu adanya pembinaan dengan sebaik – baiknya atas dasar system karier dan system prestasi kerja.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             
Sistem karir adalah suatu sistem kepegawaian di mana suatu pengangkatan pertama di dasrkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedangkan di dalam pengembangannya selanjutnya yang dapat menjadi pertimbangan adalah masa kerja, kesetiaan , pengabdian serta syarat – syarat objektif lainnya.
Adapun sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian, dimana pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk kenaikan pangkat di dasrkan atas kecakapan dan prestasi kerja yang di capai oleh pegawai. Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasidi buktikan secara nyata dan sistem prestasi kerja ini tidak memberikan penghargaan terhadap masa kerja.
            Pegawai negeri bukan saja unsur Aparat Negara tetapi juga merupakan Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, oleh karena itu dalam pelaksanaan pembinaan pegawai negeri bukan saja di lihat dan diperlakukan sebagai Aparatur Negara, tetapi juga di lihat dan diperlakukan sebagai warga negara. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam melaksanakan pembinaan hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan , maka kepentingan dinaslah yang harus di utamakan.
Pengertian negara  yang bersih, kuat dan berwibawa yaitu aparatur yang seluruh tindakannya dapat di petanggung jawabkan, baik di lihat dari segi moral dan nilai – nilai luhur bangsa maupun dari segi peraturan perundang – undangan serta tidak mengutamakan orientasi kekuasaan yang ada dalam dirinya untuk melayani kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Tetapi kadang kenyataannnya, berdasarkan pada observasi mengenai pembangunan menunjukan bahwa hambatan pelaksanaan pembangunan terkadang justru muncul dari kalangan Aparatur Negara sendiri. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh The Liang Gie adaalah sebagai berikut :
“ Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain  adalah masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian – bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai ketepatan waktu “.
Jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak adanya pengembangan pola pikir  kerja sama dan pemakaian kelengkapan peralatan dalam mendukung kelancaran tugas.
Berdasarkan pada hal tersebut, Pegawai Negeri Indonesia dipandang masih banyak kekurangan yaitu kurang adanya menghargai waktu, mengefisienkan tenaga dan kedisiplinan kerja.
Kaitannya dengan pembinaan pegawai sebagai mana telah ditegaskan didalam Garis Garis Besar Haluan Negara 1998 didalam bab VI mengenai Pembangunan Lima Tahun KeTujuh  terutama dalam bidang aparatur negara yaitu pada angka (9) huruf c, disebutkan antara lain pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan pada peningkatan kualitas, efisien, dan efektif dalam seluruh jajaran administrasi pemerintahan.
Sedangkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU No. 43 tahun 1999 sebagai berikut :
“Agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh yaitu suatu pengaturan pembinaan yang berlaku baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada ditingkat daerah. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil pusat dengan sendirinya berlaku pula pada Pegawai Negeri yang ada ditingkat daerah, kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang. Selain dari pada itu perlu dilaksanakan usaha penertiban dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, kepegawaian maupun sarana dan fasilitas kerja, sehingga keseluruhan Aparatur Negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah benar benar merupakan Aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat, berdayaguna, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang Undang 1945, Negara dan Pemerintah”
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah satu faktor yang dipandang sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa adalah masalah kedisiplinan para Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil  tersebut, sebenarnya pemerintah telah memberikan suatu kebijaksanaan dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1999 yaitu tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat pemerintah dan abdi masyarakat diharapkan selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya dengan baik, akan tetapi sering terjadi di dalam suatu instansi pemerintah pegawainya melakukan pelanggaran disiplin seperti datang terlambat, pulang sebelum waktunya, bekerja sambil ngobrol dan penyimpangan – penyimpangan lainnya yang menimbulkan kurang efektifnya pegawai yang bersangkutan.
Dengan adanya pelanggaran disiplin sebagaimana tersebut di atas, yang kesemuanya menunjukkan adanya pelanggaran terhadap disiplin kerja pegawai yang menimbulkan suatu pertanyaan yaitu apakah pelanggaran pelanggaran tersebut sudah sdemikian membudaya sehingga sulit untuk di adakan pembinaaan atau penertiban sebagaimana telah di atur dalam UU No. 43 Tahun 1999.
Kaitannya dengan kedisiplinan , Kejaksaan Negeri sebagai lembaga penegak hukum, maka kedisiplinan pegawai sangat penting untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.

Tuesday, February 21, 2012

Pengertian dan Dimensi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan



Di dalam kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan dijelaskan bahwa mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship) adalah mata pelajaran yang ingin membentuk warga negara yang ideal yaitu warga negara yang memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, menguasai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip kewarganegaraan. Sehubungan dengan itu, dinyatakan bahwa mata pelajaran kewarganegaraan mencakup tiga dimensi yaitu:

1. dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral, meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasioanal, hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, hak sipil dan hak politik;
2. dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skill) yang meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society), keterampilan mempengruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan, dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan mengelola konflik;
3. dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) yang mencakup kepercayaan diri, komitmen, penguasaan atas nilai-nilai religi, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, keberbasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul dan perlindungan terhadap minoritas (Depdiknas).

Konsep Dasar dan Perubahan Kurikulum PKN



Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Seperti dikemukakan oleh Darsono (2000: 127) bahwa  pengertian kurikulum menurut para ahli dapat dicermati seperti di bawah ini.
a. Beauchamp, berpendapat bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah.
b. Macdonal, mengemukakan kurikulum sebagai rencana kegiatan untuk menuntun pengajaran.
c. Hilda Taba, mendefinisikan kurikulum sebagai rencana untuk membelajarkan peserta didik.
d. Krugi, menguraikan bahwa kurikulum merupakan semua cara yang ditempuh sekolah agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang diinginkan.

Pada sisi lain yaitu Pasal 1 ayat 19 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menerangkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Artinya kurikulum merupakan rencana, pengaturan tentang pelaksanaan proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru. Kurikulum merupakan pedoman yang akan direalisasikan oleh guru dalam menciptakan situasi belajar.

Atas dasar pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah rencana kegiatan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai pengalaman belajar yang diinginkan. Kurikulum senantiasa berubah seiring dengan perkembangan zaman dan adanya perubahan terhadap pendidikan oleh pemerintah pusat. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah yang berlaku pada awalnya adalah Kurikulum 1994 yang ditetapkan melalui Keputusan Mendikbud No. 060/V/1993 dan No. 061/V/1993. Setelah beberapa tahun diimplementasikan, pemerintah memandang perlu dilakukan kajian dan penyempurnaan sehingga mulai tahun 2001 Depdiknas melakukan serangkaian kegiatan untuk menyempurnakan Kurikulum 1994 dan melakukan rintisan secara terbatas untuk validasi dan mendapatkan masukan yang empiris. Kurikulum itu disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Draf kurikulum hasil rintisan tersebut semula akan diberlakukan penerapannya di sekolah-sekolah mulai tahun ajaran 2004/2005. Namun dengan lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka draf kurikulum tersebut perlu disesuaikan kembali. Adapun penyempurnaan kurikulum selanjutnya dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP, Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Permen Diknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permen Diknas No.24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, selanjutnya BSNP menggagas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Adapun KTSP mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2006/2007 bagi Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Nasional
Berstandar Internasional (SNBI), dan bagi sekolah yang telah siap. Pada tahun 2009/2010 diharapkan semua sekolah telah melaksanakan KTSP (Puskur Balitbang, 2006).