Soerjono Soekanto menyatakan bahwa ada beberapa faktor penghambat dalam
penegakan hukum, yaitu:
1). Faktor hukumnya sendiri
Adanya beberapa asas dalam undang-undang yang tujuannya agar undang-undang
tersebut mempunyai dampak positif. Artinya, agar undang-undang tersebut
mencapai tujuannya secara efektif dalam kehidupan masyarakat.
2). Faktor penegak hukum
Penegak hukum mempunyai kedudukan dan peranan. Penegakan hukum
merupakan salah satu pilar terpentig dalam proses penegakan hukum, sering
melakukan berbagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum
sehingga menimbulkan berbagai masalah.
3). Faktor sarana atau fasilitas
Penegakan hukum tidak mungkin berjalan dengan lancar tanpa adanya faktor
saran atau fasilitas. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai dan
keuangan yang cukup.
4). Faktor masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat. Bertujuan untuk mencapai kedamaian
dalam masyarakat, oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu masyarakat dapat
mempengaruhi penegakan hukum.
5). Faktor kebudayaan
Kebudayaan hukum masyarakat merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai
dalam rangka memahami dan berupaya untuk menerapkannya secara baik demi
kepentingan bersama. Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang nerupakan konsepsi abstrak
menegani apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
PUSTAKA BAHAN KULIAH
Monday, April 8, 2019
Jenis-jenis Sumber Daya Alam (SDA)
1. Sumber Daya Alam Berdasarkan Kemungkinan Pemulihanya
2. Sumber Daya Alam Berdasarkan Jenisnya
3. Sumber Daya Alam Berdasarkan Kegunaan dan Penggunaanya
4. Sumber Daya Alam Berdasarkan Nilai Kegunaanya atau Sumber Daya Ekonomis
- Sumber daya alam yang selalu ada, adalah sumber daya yang tidak pernah habis. Karena mengalami siklus sepanjang masa, misalnya energy sinar matahari, udara, energi pasang surut air laut, dan sumber daya air.
- Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, adalah sumber daya yang jika habis tidak dalam waktu yang lama dan cepat tersedia kembali baik dengan reproduksi atau pengembangbiakan seperti hewan dan tumbuhan. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, adalah sumber daya yang sulit atau bahkan tidak bisa menyediakannya kembali karena membutuhkan waktu yang sangat lama dan bahkan sampai jutaan tahun, seperti barang- barang tambang.
2. Sumber Daya Alam Berdasarkan Jenisnya
- Sumber daya alam hayati/biotik, adalah sumber daya alam berupa makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan, mikroba dan manusia.
- Sumber daya alam nonhayati/abiotik, adalah sumber daya alam fisik yang berupa benda-benda mati, seperti barang tambang, kincir angin, air dan tanah.
3. Sumber Daya Alam Berdasarkan Kegunaan dan Penggunaanya
- Sumber daya alam penghasil bahan baku, adalah sumber daya alam yang digunakan untuk menghasilkan benda atau barang lain dengan nilai guna yang tinggi.
- Sumber daya alam penghasil energi, adalah sumber daya alam sebagai penghasil energi untuk kebutuhan manusia. Salah satunya sinar matahari yang memancarkan energi untuk manusia. Begitu juga dengan arus air yang digunakan sebagai penghasil energi dalam penggerak turbin pembangkit listrik.
4. Sumber Daya Alam Berdasarkan Nilai Kegunaanya atau Sumber Daya Ekonomis
- Sumber daya alam ekonomis tinggi, adalah sumber daya yang didapatkan dengan biaya yang besar. Seperti mineral-mineral logam mulia contohnya intan, perak dan emas.
- Sumber daya alam ekonomis renda, adalah sumber daya alam yang didapatkan dengan biaya yang cukup murah dan tersedia dengan jumlah yang cukup banyak. Seperti bahan-bahan bangunan. Contohnya batu, gamping dan pasir .
- Sumber daya alam nonekonomis, adalah sumber daya alam yang didapatkan tanpa mengeluarkan biaya, tanpa pengorbanan yang tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas. Contohnya sinar matahari, suhu, udara dan angin.
Vermikompos
Kascing merupakan campuran dari perombakan kotoran cacing tanah dengan sisa
media atau pakan yang dilakukan oleh cacing tanah, sehingga kascing bersifat ramah
lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain
(Mashur, 2001). Begitu pula menurut Nusantara et al. (2010), vermikompos merupakan
pupuk organik yang diproduksi dengan bantuan sistem pencernaan dan mikro-organisme
dalam usus cacing tanah yang berpotensi positif sebagai pengganti pupuk buatan untuk
meningkatkan produksi biomassa tanaman.
Unsur-Unsur Tindak Pidana
Dari segi teoritik tindakan pidana terdiri dari unsur subjektif dan
unsur obyektif. Unsur objektif berkaitan dengan suatu tindakan yang
bertentangan dengan hukum dan mengindakan akibat yang oleh
hukum dilarang dengan ancaman hukuman.
Sumber Daya Alam Pertanian
Alam merupakan semua kekayaan yang terdapat di alam untuk
dimanfaatkan dalam proses produksi, karena sudah begitu saja ada pada kita dan
sejak dulu dimanfaatkan untuk produksi, maka SDA ini termasuk faktor produksi
yang meliputi tanah, air, iklim, udara, dan sebagainya.
Kekayaan alam yang besar belum tentu menjamin tingkat kemakmuran
yang tinggi, alam sebagai faktor produksi hanya menyediakan bahan-bahan atau
kemungkinan-kemungkinan untuk berproduksi, jika kemungkinan-kemungkinan
yang tersedia di dalam lingkungan alam itu tidak dimanfaatkan, maka
kemungkinan-kemungkinan itu tinggal potensi belaka.
Perlunya pengelolaan tanah dalam pertanian, karena dengan adanya pengelolaan tanah akan mencakup berbagai faktor yaitu:
1. Perencanaan penggunaan tanah sesuai dengan kesanggupannya.
2. Menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik.
3. Pergiliran tanaman yang tersusun dengan baik.
4. Konservasi tanah dan air.
5. Mnegusahakan unsure hara tersedia dengan baik melalui pemupukan.
Selain itu perlu juga adanya pengelolaan tanah berkelanjutan karena dngan adanya pengelolaan tanah berkelanjutan akan dapat menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu yang lama serta tetap memelihara kesehatan dan kualitas lingkungan.
Selanjutnya, Dumenski (1994), dalam Winarso (2005) menyatakan bahwa pengelolaan berkelanjutan akan memperhatikan dan memadukan teknologi yang mencakup empat pilar utama, yaitu:
a. Melindungi lingkungan,
b. Secara ekonomis sangat layak dan produktif,
c. Secara sosial diterima, dan
d. Mengurangi resiko.
Pertanian berkelanjutan didefinisikan sebagai pertanian yang dapat mengarahkan pemanfaatan oleh manusia lebih besar, efisiensi penggunaan sumberdaya lahan lebih besar dan seimbang dengan lingkungan, baik dengan manusia maupun dengan hewan.
FAO (1990) merevisi batasan di atas dengan adanya pengukuran berkelanjutan pertanian saat ini dan perkembangan masa depan, dengan criteria sebagai berikut:
a. Kebutuhan pangan saat ini dan generasi yang akan datang
b. Memberikan lapangan pekerjaan yang cukup, pendapatan layak dan kehidupan manusia yang diiinginkan dalam produksi pertanian.
c. Memelihara dan jika mungkin meningkatkan kapasitas produksi SDA secara keseluruhan tanpa mengganggu siklus alam dan keseimbangan ekologi, merusak identitas sosial budaya komunitas pedesaan.
d. Sektor pertanian lebih lentur melawan factor-faktor alami dan sosial ekonomi yang merusak, resiko lain serta meningkatkan kepercayaan diri penduduk pedesaan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pertanian berkelanjutan dapat mempertahankan produktivitas tanah untuk generasi mendatang baik secara ekologi, ekonomi, dan budaya.
Perlunya pengelolaan tanah dalam pertanian, karena dengan adanya pengelolaan tanah akan mencakup berbagai faktor yaitu:
1. Perencanaan penggunaan tanah sesuai dengan kesanggupannya.
2. Menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik.
3. Pergiliran tanaman yang tersusun dengan baik.
4. Konservasi tanah dan air.
5. Mnegusahakan unsure hara tersedia dengan baik melalui pemupukan.
Selain itu perlu juga adanya pengelolaan tanah berkelanjutan karena dngan adanya pengelolaan tanah berkelanjutan akan dapat menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu yang lama serta tetap memelihara kesehatan dan kualitas lingkungan.
Selanjutnya, Dumenski (1994), dalam Winarso (2005) menyatakan bahwa pengelolaan berkelanjutan akan memperhatikan dan memadukan teknologi yang mencakup empat pilar utama, yaitu:
a. Melindungi lingkungan,
b. Secara ekonomis sangat layak dan produktif,
c. Secara sosial diterima, dan
d. Mengurangi resiko.
Pertanian berkelanjutan didefinisikan sebagai pertanian yang dapat mengarahkan pemanfaatan oleh manusia lebih besar, efisiensi penggunaan sumberdaya lahan lebih besar dan seimbang dengan lingkungan, baik dengan manusia maupun dengan hewan.
FAO (1990) merevisi batasan di atas dengan adanya pengukuran berkelanjutan pertanian saat ini dan perkembangan masa depan, dengan criteria sebagai berikut:
a. Kebutuhan pangan saat ini dan generasi yang akan datang
b. Memberikan lapangan pekerjaan yang cukup, pendapatan layak dan kehidupan manusia yang diiinginkan dalam produksi pertanian.
c. Memelihara dan jika mungkin meningkatkan kapasitas produksi SDA secara keseluruhan tanpa mengganggu siklus alam dan keseimbangan ekologi, merusak identitas sosial budaya komunitas pedesaan.
d. Sektor pertanian lebih lentur melawan factor-faktor alami dan sosial ekonomi yang merusak, resiko lain serta meningkatkan kepercayaan diri penduduk pedesaan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pertanian berkelanjutan dapat mempertahankan produktivitas tanah untuk generasi mendatang baik secara ekologi, ekonomi, dan budaya.
Tahapan Penegekan Hukum PIdana
Terdapat beberapa tahapan dalam penegakan hukum pidana, yaitu:
a) Tahap Formulasi Adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undangundang yang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.
b) Tahap Aplikasi Adalah tahap penegakan hukum pidana oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan atau pemeriksaan dihadapan persidangan.
c). Tahap Eksekusi Adalah tahap penegakan hukum (pelaksanaan hukum) secara konkret oleh aparataparat pelaksana pidana pada tahap ini aparat penegak hukum pelaksana pidana bertugas mengakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh badan 11 pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang ditetapkan oleh pengadilan.
a) Tahap Formulasi Adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undangundang yang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.
b) Tahap Aplikasi Adalah tahap penegakan hukum pidana oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan atau pemeriksaan dihadapan persidangan.
c). Tahap Eksekusi Adalah tahap penegakan hukum (pelaksanaan hukum) secara konkret oleh aparataparat pelaksana pidana pada tahap ini aparat penegak hukum pelaksana pidana bertugas mengakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh badan 11 pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang ditetapkan oleh pengadilan.
Pengertian Tindak
Pidana
Tindak pidana yang merupakan hasil terjemahan dari
Strafbaarfeit oleh berbagai pakar ternyata telah diberikan berbagai
definisi yang berbeda-beda meskipun maksudnya mungkin sama.
Bambang Poernomo (www.gsihaloho.blogspot.com, 2
September 2014, pukul 10.00 Wita) pengertian Strafbaarfeit
dibedakan menjadi dua yaitu :
Friday, April 5, 2019
Stres dan Self Efficacy
Mahasiswa merupakan kalangan muda yang berumur 18-25 tahun. Dalam usia tersebut
mahasiswa mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa
juga “kental” dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwan yang dimiliki dalam melihat
sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional (Susantoro, 2003). Mahasiswa
yang sedang mengambil kuliah S-1 memiliki beberapa syarat untuk lulus, salah satunya
menulis skripsi. Namun pada prosesnya mahasiswa memiliki kendala dalam menyusun skripsi
yaitu kesulitan menemui dosen pembimbing, kesulitan dalam proses pengambilan data
penelitian, kesulitan dalam mencari subjek, kesulitan mencari referensi, adanya data yang
hilang. kendala-kendala tersebut menjadi stresor bagi mahasiswa yang sedang menyusun
skripsi.
Definisi Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang
menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati
pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menerapkan batas-batas yang
tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara
(bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan
inkompetensi sosial anak-anak. Misalnya, seorang orang tua yang otoriter
mungkin mengatakan, “Kau lakukan itu sesuai dengan perintahku atau tidak
sama sekali. Tidak usah banyak bicara!”. Anak-anak dengan orang tua yang
otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai
20
kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah (Santrock,
2007).
Monday, April 1, 2019
Konsep Hasil Belajar
Sebelum diuraikan mengenai hasil belajar terlebih dahulu diuraikan
pengertian belajar itu sendiri. Pemahaman yang benar mengenai arti belajar
dengan segala aspek, bentuk dan manivestasinya yang mutlak diperlukan oleh
pendidik. Kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi terhadap proses belajar dan
hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang
bermutunya hasil belajar yang dicapai peserta didik.
Ada beberapa definisi belajar menurut beberapa ahli psikologi dalam
Sahabuddin (2007: 80) diantaranya adalah:
1. Gagne, menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam sifat, kecenderungan atau kemampuan manusia, yang bukan hanya semata berasal dari proses pertumbuhan.
2. Kimble, menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relative permanen dalam kemampuan berprilaku yang terjadi sebagai hasil latihan kontinyu, yang diperkuat.
3. Karlth Smith, menyatakan bahwa belajar adalah proses reorganisasi pola balikan penginderaan yang mengubah tingkat penguasaan siswa atas perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan objek dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya.
4. Hilgard dan Bower, menyatakan bahwa proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya prilaku melalu reaksi terhadap situasi yang dihadapi, asalkan karakteristik perubahan itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecenderungan respon alamiah, kematangan atau keadaan yang sewaktu-waktu (misalnya kelelahan, pengaruh obat-obatan, dsb).
Syah (2013: 63) mengemukakan bahwa “belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat pundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan”. Sejalan dengan hal tersebut Sanjaya (2001: 229) mengemukakan bahwa “belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku”. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa pengertian belajar ditinjau dari beberapa sumber, diantaranya, Slavin dalam Chatrina (2004), “belajar merupakan proses porelahan kemampuan yang berasal dari pengalaman”.
Jihad dkk (2012: 14) mengemukakan bahwa “belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap”. Menurut Sutikno (2013: 4) “Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Definisi tersebut, menunjukkan bahwa hasil dari belajar ditandai dengan adanya “perubahan” yaitu, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas tertentu. Perubahan dalam belajar disini adalah perubahan yang terjadi secara sadar dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan hasil belajar juga bersifat aktif. Maksudnya, bahwa prubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha dari individu itu sendiri, perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Jadi perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai sesuatu yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar.
Dengan kalimat yang sangat sederhana, secara garis besar ada tiga tujuan belajar, sebagai berikut: (1) pengumpulan pengetahuan, (2) penanaman konsep dan kecekatan, (3) pembentukan sikap dan perbuatan.
1. Gagne, menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam sifat, kecenderungan atau kemampuan manusia, yang bukan hanya semata berasal dari proses pertumbuhan.
2. Kimble, menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relative permanen dalam kemampuan berprilaku yang terjadi sebagai hasil latihan kontinyu, yang diperkuat.
3. Karlth Smith, menyatakan bahwa belajar adalah proses reorganisasi pola balikan penginderaan yang mengubah tingkat penguasaan siswa atas perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan objek dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya.
4. Hilgard dan Bower, menyatakan bahwa proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya prilaku melalu reaksi terhadap situasi yang dihadapi, asalkan karakteristik perubahan itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecenderungan respon alamiah, kematangan atau keadaan yang sewaktu-waktu (misalnya kelelahan, pengaruh obat-obatan, dsb).
Syah (2013: 63) mengemukakan bahwa “belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat pundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan”. Sejalan dengan hal tersebut Sanjaya (2001: 229) mengemukakan bahwa “belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku”. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa pengertian belajar ditinjau dari beberapa sumber, diantaranya, Slavin dalam Chatrina (2004), “belajar merupakan proses porelahan kemampuan yang berasal dari pengalaman”.
Jihad dkk (2012: 14) mengemukakan bahwa “belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap”. Menurut Sutikno (2013: 4) “Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Definisi tersebut, menunjukkan bahwa hasil dari belajar ditandai dengan adanya “perubahan” yaitu, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas tertentu. Perubahan dalam belajar disini adalah perubahan yang terjadi secara sadar dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan hasil belajar juga bersifat aktif. Maksudnya, bahwa prubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha dari individu itu sendiri, perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Jadi perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai sesuatu yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar.
Dengan kalimat yang sangat sederhana, secara garis besar ada tiga tujuan belajar, sebagai berikut: (1) pengumpulan pengetahuan, (2) penanaman konsep dan kecekatan, (3) pembentukan sikap dan perbuatan.
Pemanfaat Aset Milik Daerah
Optimalisasi pemanfaatan aset daerah merupakan optimalisasi terhadap
penggunaan aset disamping meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat juga
menghasilkan pendapatan (return) dalam bentuk uang. Pemanfaatan aset dalam
struktur pendapatan daerah termasuk dalam rincian objek hasil pemanfaatan atau
pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan , Jenis lain-lain PAD yang
Sah dan Kelompok PAD. Semua pendapatan dalam bentuk uang ini merupakan
hasil Pendapatan Asli Daerah yang harus disetorkan langsung kepada Kas Daerah
dan selanjutnya akan dapat digunakan untuk kegiatan belanja daerah secara
berkelanjutan (sustainable) melalui APBD. Pada dasarnya pemanfaatan barang
milik daerah bisa dikategorisasikan sebagai bagian dari investasi. Investasi dari
pendayagunaan kekayaan daerah yanag tidak dipisahkan. Barang milik daerah
berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang telah
diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimal
sehingga tidak membebani APBD, khususnya biaya pemeliharaan dan
kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Pemanfaatan barang milik daerah yang optimal akan membuka lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan masyarakat dan menambah/meningkatkan pendapatan
daerah. Jenis Barang Milik Daerah yang bisa dimanfaatkan secara garis besar
yaitu, pertama tanah dan/atau bangunan; kedua selain tanah dan/atau bangunan.
Kepmendagri No. 152/2004, Pasal 1 angka 25 menyatakan, Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang Daerah oleh instansi dan atau Pihak Ketiga dalam bentuk pinjam pakai, penyewaan dan pengguna-usahaan tanpa merubah status kepemilikan. Selanjutnya Kepmendagri No. 152/2004 ini telah diganti dengan Permendagri No. 17/2007, bandingkan definis pemanfaatan dengan angka 11. UU No. 1 Tahun 2004 tidak menyebutkan definisi pemanfaatan, hanya menyebutkan nomenklatur pemanfaatan dalam pasal penjelasan. Pasal 49 Ayat (6) Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya Penjelasan Pasal 49 Ayat (6) Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini meliputi perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, dan pemindahtanganan. Pasal 1 Angka 8 PP No. 6 Tahun 2006 mendifinisikan pemanfaatan sebagai pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, pemanfaatan yang dibahas terkait dengan kriteria pemanfaatan dan bentuk-bentuk pemanfaatan.
Selanjutnya hal ini diperjelas dalam Permendagri No. 22 17 Tahun 2007. Pasal 1 angka 18 Permendagri No. 17 Tahun 2007 mendifiniskan pemanfaatan sebagai pendayagunaan Barang Milik Daerah (BMD) yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam bentuk Sewa, Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG) dengan tidak mengubah status kepemilikan
Kepmendagri No. 152/2004, Pasal 1 angka 25 menyatakan, Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang Daerah oleh instansi dan atau Pihak Ketiga dalam bentuk pinjam pakai, penyewaan dan pengguna-usahaan tanpa merubah status kepemilikan. Selanjutnya Kepmendagri No. 152/2004 ini telah diganti dengan Permendagri No. 17/2007, bandingkan definis pemanfaatan dengan angka 11. UU No. 1 Tahun 2004 tidak menyebutkan definisi pemanfaatan, hanya menyebutkan nomenklatur pemanfaatan dalam pasal penjelasan. Pasal 49 Ayat (6) Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya Penjelasan Pasal 49 Ayat (6) Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini meliputi perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, dan pemindahtanganan. Pasal 1 Angka 8 PP No. 6 Tahun 2006 mendifinisikan pemanfaatan sebagai pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, pemanfaatan yang dibahas terkait dengan kriteria pemanfaatan dan bentuk-bentuk pemanfaatan.
Selanjutnya hal ini diperjelas dalam Permendagri No. 22 17 Tahun 2007. Pasal 1 angka 18 Permendagri No. 17 Tahun 2007 mendifiniskan pemanfaatan sebagai pendayagunaan Barang Milik Daerah (BMD) yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam bentuk Sewa, Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG) dengan tidak mengubah status kepemilikan
Pengertian Aset/Barang Milik Daerah
Kemudian menurut Soleh dan Rochmansjah (2010), mengemukakan bahwa
aset atau barang milik daerah daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang di
beli atau di peroleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun
yang berasal dari perolehan lain yang sah baik bergerak maupun tidak bergerak
beserta bagian-bagian ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat di nilai,
di hitung, atau di timbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang
dan surat-surat berharga lainya.
Adapun pengertian aset yang di temui dalam Keputusan Menteri Dalam
Negeri dan Keputusan Menteri Keuangan mempunyai maksud dan pengertian
yang sama yaitu semua barang di beli atau di peroleh atas beban APBN/APBD
atau berasal dari perolehan lainya yang sah.
Indikator Kesejahteraan
Badan Pusat Statistik Indonesia (2005) menerangkan bahwa guna melihat
tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang
dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah :
Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:
- 1. Tingkat pendapatan keluarga
- 2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan
- 3. Tingkat pendidikan keluarga
- 4. Tingkat kesehatan keluarga
- 5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga
Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:
- 1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya
- 2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya
- 3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya
- 4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya .
Tuesday, October 11, 2016
Tahap-tahap dan proses pencucian uang
Untuk melaksanakan
tindak pidana pencucian uang, para pelaku memliki metode tersendiri dalam
melakukan tindak pidana tersebut. Walaupun setiap pelaku seringa melakukan
dengan menggunakan metode yang bervariasi tetapi secara garis besar metode
pencucian uang dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu Placement, Layering, dan
Integration. Walaupun ketiga metode tersebut dapat berdiri sendiri atau mandiri
terkadang dan tidak menutup kemungkinan ketiga metode tersebut dilakukan secara
bersamaan.
Berikut
adalah penjelasan dari metode pencucian uang tersebut:
(1)
Placement
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu
pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam sistem
keuangan (financial system). Karena
uang itu sudah masuk ke dalam sistem kauangan perbankan, berarti uang itu juga
telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang
yang telah ditempatkan pada suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke
bank lain, baik dinegara tersebut maupun di negara lain, uang tersebut bukan
saja telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan, melainkan
juga telah masuk kedalam sistem keuangan global atau international.
(2)
Layering
Layering
adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu tindak pidananya
melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan dan menyamarkan
asal usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses perpindahan dana dari
beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang
kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan
menghilangkan jejak sumber dana
tersebut.
(3)
Integration
Integration
adalah upaya menggunakan harta
kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan
ke dalam berbagai bentuk kekayaan materiil atau keuangan, dipergunakan untuk
membiayai kegiatan bisnis yang sah, maupun untuk membiayai kembali kegiatan
tindak pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalumempertimbangkan hasil yang akan
diperoleh dan besarnya biaya yang harus dilakukan karena tujuan utamanya adalah
untuk menyamarkan dan menghilangkan asal usul uang sehingga hasil akhir dapat
dinikmati atau digunakan secara aman.
Ketiga kegiatan
tersebut diatas dapat terjadi secara terpisah atau stimulan, namun secara umum
dilakukan secara tumpang tindih. Modus
Operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan
menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal itu terjadi,
baik pada tahapan placement, layering,
maupun integration sehingga
penanganannya pun menjadi semakin sulit dan membutuhkan peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan
berkesinambungan. Pemilihan modus
operandi pencucian uang bergantung pada kebutuhan pelaku tindak pidana.
Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)
Tidak ada definisi
yang seragam dan komperhensif mengenai
oencucian uang atau money loundering. Masing-masing
negara memiliki definisi mengenai pencucian uang sesuai dengan terminologi
kejahatan menurut hukum negara yang bersangkutan. Pihak penuntut dan lembaga
penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara-negara yang
telah maju dan negara-negara dari dunia ketiga, masing-masing mempunyai
definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Tetapi
semua negara sepakat, bahwa pemberantasan pencucian uang sangat penting untuk
melawan tindak pidana terorisme, bisnis narkoba, penipuan ataupun korupsi.
Terdapat beberapa
pengertian mengenai pencucian uang (money loundering). Secara umum, pengertian
atau definisi tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian pencucian uang sebagai
term used ti describe investment or of
other transfer of money flowing from rocketeeting, drug transaction, and other
illegal sources into legitimate channels so that is original source cannot be
traced. (Pencucian uang adalah istilah untuk menggambarkan investasi
dibidang-bidang yang legal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut tidak
dapat diketahui lagi asal usulnya). Pencucian uang adalah proses menghapus
jejak asal uang hasil kegiatan illegal atau kejahatan melalui serangkaian
kegiatan investasi atau transfer yang dilakukan berkali-kali dengan tujuan
untuk mendapatkan status legal untuk uang yang diinvestasikan atau dimusnahkan
ke dalam sistem keuangan.25
Beberapa
pengertian pencucian uang menurut para ahli:
(1)
Menurut Welling
Pencucian uang
adalah proses penyembunyian keberadaan sumber tidak sah atau aplikasi pendapat
tidak sah,sehingga pendapatan itu
menjadi sah.
(2)
Menurut Fraser
Pencucian uang adalah sebuah proses yang
sungguh sederhana dimana uang kotor di proses atau dicuci melalui sumber yang
sah atau bersih sehingga orang dapat menikmati keuntungan tidak halal itu
dengan
aman.
(3)
Menurut Prof.Dr.M.Giovanoli
Money
laundering merupakan proses dan dengan csra seperti itu,maka aset yang di
peroleh dari tindak pidana dimanipulasikan sedemikian
rupa sehingga aset tersebut
seolah berasal dari sumber yang sah.
(4)
Mr.J.Koers
Money
laundering merupakan suatu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan kedalam suatu
peredaran yang sah dan menutupi asal-usul
tersebut
(5)
Byung-Ki Lee
Money laundering merupakan proses
memindahkan kekayaan yang di
peroleh dari aktivitas yang
melawan hukum menjadi modal yang sah.
Sejarah Pencucian Uang (Money Loundering).
Problematik pencucian
uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan money loundering sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks,
apakah itu buku teks hukum pidana atau problematika uang haram ini sudah meminta perhatian dunia international karena
dimensi dan implikasinya yang melnggara batas-batas suatu fenomena kejahatan yang menyangkut terutama dunia kejahatan yang
dinamakan organized crime, ternyata
ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas
pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang Erat
bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan yang pada satu sisi beroperasi atas dasar kepercayaan para
konsumen, namum pada sisi lain, apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang
ini terus
Al Capone, Penjahat
terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya
dengan memakai si genius Mayer Lansky, Orang Polandia. Lansky, seorang akuntan,
mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (Demikian
asal muasal muncul nama money laundering.
Istilah pencucian
uang atau money laundering telah
dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika Mafia membeli
perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya.Investasi
terbesar adalah perusahaan pencuci pakaian atau disebut Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. pencucian pakaian ini berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil
kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian
pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan
hasil usaha pelacuran.
Pada tahun 1980-an
uang hasil kejahatan semakin berkembang, dengan berkembangnya bisnis haram
seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah
sehingga kemudian muncul istilah narco
dollar, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika.
Tindak Pidana Ekonomi
Tindak pidana ekonomi
adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi
penting dalam masyarakat atau pekerjaannya. Pengertian kejahatan ekonomi adalah
setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang
perekonomian dan bidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana.
Unsur-unsur tindak pidana yaitu:
(1)
Suatu perbuatan hukum yang diancam dengan sanksi
pidana.
(2)
Dilakukan oleh seorang atau korporasi didalam
pekerjaannya yang sah atau di dalam
pencarian atau usahanya di bidang industri atau perdagangan.
(3)
Untuk tujuan memperoleh uang atau kekayaan,
untuk menghindari pembayaran uang atau menghindari kehilangan atau kerugian
kekayaan, memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi dengan cara
melawan hukum.
Bentuk-bentuk tindak pidana
ekonomi:
(1)
Pelanggaran penghindaran pajak
(2)
Penipuan atau kecurangan di bidang perkreditan (credit fraud)
(3)
Penggelapan dana-dana masyarakat (embezzlement of public founds) dan penyelewengan dana-dana masyarakat
(missappropriation of public founds)
(4)
Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan
keuangan (violation of currency
regulations)
(5)
Spekulasi dan penipuan dalam transaksi tanah (speculation and swindling in land
transaction) serta penyelundupan (smuggling)
(6)
Delik-delik lingkungan
(7)
menaikkan harga (over pricing) serta melebihi harga faktur (over invoicing), juga mengekspor dan mengimpor barang-barang di
bawah standar dan bahkan hasil produksi yang membahayakan (export and import of substandart and dangerously unsafe products)
(8)
Eksploitasi tenaga kerja (labour exploitation)
(9)
Penipuan konsumen (coustamer fraud)
Salah satu bentuk rill tindak pidana ekonomi adalah kejahatan komersial
yaitu kejahatan yang berhubungan dengan ekonomi perdagangan dan keuangan.
Kategori kejahatan komersial:
(1)
Penyimpangan perbankan yaitu penipuan uang muka
L/C, promes dan wesel, pemalsuan uang penyimpanan dalam pengiriman uang.
(2)
Penyimpangan perdagangan yaitu kepailitan,
kejahatan perdagangan, perubahan aset perusahaan dan pemalsuan kontrak.
(3)
Penyimpangan pembayaran perdagangan eceran, cek
palsu, kredit palsu, cek kosong.
(4)
Penyimpangan yang berkaitan dengan iverstasi,
surat-surat berharga, saham dan obligasi palsu, manipulasi pasar, penyimpangan
pasar.
(5)
Penyimpangan pajak dan kejahatan asuransi.
Pengertian Tindak Pidana
Pengertian tentang
tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan
istilah straftbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering
mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu
undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu
pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan
kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak
pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit
dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti
yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan
istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.
Moeljatno meyatakan bahwa Pengertian Tindak Pidana berarti perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yg melanggar
larangan tersebut. Perbuatan tersebut harus juga dirasakan oleh masyarakat
sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakatPengertian Hukum Pidana
Istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti obyektif, yang juga
sering disebut ius ponale meliputi:
(1)
Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya
atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan
negara yang berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan harus
diindahkan oleh setiap orang;
(2)
Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara
apa atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran
peraturan-peraturan itu; d.k.l. hukum penentiair
atau hukum sanksi;
(3)
Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup
berlakunya peraturanperaturan itu pada waktu dan wilayahnegara tertentu.
Di samping itu, hukum pidana dipakai juga dalam arti
subjektif yang lazim juga disebut ius
puniendi, yaitu peraturan hukum yang menetapkan tentang penyidikan lanjutan, penuntutan, penjatuhan
dan pelaksanaan
pidana
Monday, October 10, 2016
Pola Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan diselenggarakan
otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
itu, perlu ada pengaturan secara adil dan selaras mengenai hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, dan antar pemerintahan daerah.
Untuk mendukung
penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan
berdasarkan kewenangan
pemerintah pusat, desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah berupa sistem keuangan yang diatur
berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang jelas antar
susunan pemerintahan.
Hubungan keuangan
pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang telah digariskan dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Perimbangan keuangan
antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan suatu system pembagian
keuangan yang adil, proposional, demokratis, transparan, dan efisien dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan
Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan
Negara dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan
pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan dan
ditugasbantukan kepada daerah.
Pemberian sumber
keuangan Negara kepada pemerintahan daerah dilakukan dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yang didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daereah dengan memperhatikan stabilitas kondisi perekonomian
nasional dan keseimbangan fiscal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang
menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan
dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dengan demikian, pengaturan perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek
pendapatan daerah, tetapi juga mengatur aspek pengelolaan dan
pertanggungjawabannya.
Hubungan keuangan
pusat dan daerah dalam rangka otonomi daerah dilakukan dengan memberikan
kebebasan kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. UU Nomor 33
Tahun 2004 telah menetapkan dasar-dasar pendanaan pemerintahan daerah. Sesuai
dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai APBD.
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang
dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentralisasi didanai
APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam
rangka tugas pembantuan didanai APBN. Pelimpahan kewenangan dalam rangaka
pelaksanaan dekonstrantralisasi dan /atau penugasan dari pemerintah kepada
pemerintah daerah diikuti dengan pemberian dana yang disesuaikan dengan
besarnya beban kewenangan yang dilimpahkan dan/ atau tugas pembantuan yang
diberikan.
Untuk member
pemahaman yang komprehensif mengenai pola hubugnan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah secara utuh, dapat
dilihat dari penjelasan umum Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
dipaparkan berikut
ini.
Negara Kesatuan
Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintah negara dan pembangunan nasional
untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerahdaerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap
daerah tersebut mempunyai hak kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 18A ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar
hubungan keuangan, pelayanan Umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Dengan demikian, pasal ini
merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan
Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Institusi dalam Perdagangan Berjangka
Perdagangan Berjangka diawasi oleh
beberapa institusi yang berperan penting dan secara lagsung terlibat dalam
kegiatan perdagangan berjangka,yaitu:
A. Badan Pengawas
Badan pengawas
merupakan lembaga pemerintah yang diberi tugas dan wewenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengawasi kegiatan perdagangan
berjangka. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang perdagangan berjangka
komoditi, keberadaan badan pengawas diatur dalam Bab II Pasal 4 sampai dengan
Pasal 9. Sesuai Undang-undang tersebut, badan pengawas merupakan salah satu
unit yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri di bidang
Perdagangan. Badan pengawas tersebut dinamakan Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti). Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti) mempunyai wewenang yang cukup luas yang pada dasarnya diarahkan
untuk memudahkan terselenggaranya perdagangan berjangka yang tertib dan
teratur. Kewenangan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
diantaranya adalah :
1.
Mencakup memberikan penafsiran dan pembuatan
peraturan teknis pelaksanaan perdagangan berjangka;
2.
Sebagai lembaga pemberi perizinan bagi pengelola
pasar dan para professional dalam perdagangan berjangka;
3.
Sebagai lembaga yang memberi persetujuan
berbagai bentuk peraturan dan tata-tertib bursa berjangka dan lembaga kliring
berjangka (termasuk persyaratan kontrak).
4.
Melakukan pemantauan harian, pemeriksaan dan
penyidikan terhadap kegiatan perdagangan berjangka apabila tidak sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi.
B. Bursa
Berjangka
Bursa berjangka
merupakan institusi yang berperan sebagai penyelenggara kegiatan perdagangan
berjangka. Hal ini sesuai dengan pengertian Bursa berjangka itu sendiri
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997
tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yaitu badan usaha yang menyelenggarakan
dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli Komoditi
berdasarkan Kontrak Berjangka dan Opsi atas Kontrak Berjangka.
Bursa berjangka
merupakan lembaga yang menyediakan fasilitas serta menyelenggarakan dan
mengawasi kegiatan transaksi di pasar berjangka agar sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Bursa berjangka mendapatkan wewenang untuk membuat aturan sendiri
dalam organisasinya (Self Regulatory Organization/SRO) yaitu peraturan dan
tata tertib yang harus dipatuhi anggotanya dan para pelaku transaksi.
Keberadaan bursa berjangka diatur dalam Bab III Pasal 10 sampai dengan Pasal
23. Peraturan tersebut bursa berjangka disyaratkan harus berbentuk perseroan
terbatas (PT) dengan minimal 11 pendiri sebagai badan usaha yang tidak
berafiliasi satu dengan yang lainnya. Bursa berjangka untuk menghindari
kepemilikannya dikuasi oleh satu orang atau kelompok tertentu, maka setiap pemegang
saham hanya boleh memiliki satu saham saja.
C. Lembaga
Kliring Berjangka
Lembaga Kliring
Berjangka merupakan lembaga penunjang atau pelengkap bursa berjangka. Transaksi
yang dilakukan di bursa berjangka di jamin dan diselesaikan oleh lembaga
kliring berjangka. Lembaga Kliring Berjangka bertindak sebagai wakil penjual
terhadap pembeli dan sebagai pembeli terhadap penjual.
Pasal 1 angka 7
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi,
Lembaga Kliring dan Penjaminan Berjangka, yang selanjutnya disebut Lembaga
Kliring Berjangka, adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan/atau sarana untuk pelaksanaan kliring dan penjaminan transaksi di
Bursa Berjangka. Lembaga Kliring Berjangka diatur dalam Bab II Pasal 24 sampai
dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi. Mengingat tugas Lembaga Kliring Berjangka harus menyelesaikan semua
transaksi yang terjadi dibursa berjangka, anggota kliring disyaratkan memiliki
kemampuan keuangan yang kuat, untuk menjamin terlaksananya kegiatan penjaminan
dan penyelesaian transaksi dengan lancar dan baik. Lembaga Kliring Berjangka
untuk menjamin pelaksanaan tugasnya, berwewenang untuk membuat peraturan dan
tata tertib organisasinya sendiri termasuk sistem pelaporan dan pemantauan
transaksi termasuk pemeriksaan terhadap anggotanya.
D. Perusahaan
Pialang Berjangka
Pialang berjangka
merupakan pelaku utama dan transaksi yang terjadi di bursa berjangka. Pialang
Berjangka adalah pelaku yang mengelola amanat (order) dari nasabah dan
meneruskannya untuk ditransaksikan di bursa berjangka.
Pengertian pialang berjangka terdapat
dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi yaitu Pialang Perdagangan Berjangka, yang selanjutnya
disebut Pialang Berjangka, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli
Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka atas amanat Nasabah dengan menarik
sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut. Pialang Berjangka diatur
dalam Bab IV Pasal 31 sampai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997
tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Perusahaan pialang berjangka
disyaratkan berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan menjadi anggota
bursa berjangka serta mendapat izin usaha dari Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti). Perusahaan pialang berjangka Dalam hubungannya
dengan Lembaga Kliring Berjangka, pialang berjangka dapat dikelompokan menjadi
:
1. Pialang
Berjangka yang merupakan anggota Lembaga Kliring Berjangka
2. Pialang
berjangka yang bukan anggota Lembaga Kliring Berjangka
Pelaksanaan kegiatannya pialang berjangka
harus memenuhi pedoman perilaku yang ditetapkan dalam menyalurkan amanat dari
nasabahnya. Pialang berjangka sebelum dapat menjadi pialang berjangka setiap
orang harus mengikuti tes dan mendapat sertifikat dari Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai bentuk izin menjadi pialang
berjangka.
E. Sentra Dana Berjangka
Sentra
Dana Berjangka dikelola oleh Pengelola Sentra Dana Berjangka
(PSDB) yang merupakan badan usaha
berbadan hukum perseroan terbatas (PT).
Sentra Dana Berjangka diberi izin usaha
oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) untuk menyelenggarakan
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat yang dipergunakan dalam transaksi
kontrak berjangka di bursa berjangka. Dana yang dihimpun tersebut dikelola
dalam Sentra Dana Berjangka yang dibentuk atas kesepakatan dengan peserta
Sentra Dana Berjangka. Setiap peserta dalam Sentra Dana Berjangka mendapat
sertifikat penyertaan yang telah ditetapkan nominalnya. Dana Sentra Berjangka
disimpan dan di admnistrasikan di bank penitipan yang disetujui oleh Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Pengertian
Sentra Dana Perdagangan Berjangka diatur dalam Pasal 1 angka
14
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi. Sentra Dana Berjangka, adalah wadah yang
digunakan untuk menghimpun dana secara kolektif dari masyarakat untuk
diinvestasikan dalam Kontrak Berjangka.
Pengelola
Sentra Dana Perdagangan Berjangka, diatur dalam Pasal 1 angka
15
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi. Pengelola Sentra Dana Berjangka, adalah Pihak
yang melakukan usaha yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana
dari peserta Sentra Dana Berjangka untuk diinvestasikan dalam Kontrak
Berjangka.
F. Pedagang Berjangka
Perdagang berjangka
adalah anggota bursa berjangka yang hanya berhak melakukan transaksi untuk
rekeningnya sendiri dan/atau kelompok usahanya. Perdagangan berjangka dapat
berbentuk perusahaan atau perorangan. Perdagangan berjangka wajib memperoleh
sertifikat pendaftaran dari Bappebti sebelum bertransaksi.
Hak dan Kewajiban Perusahaan Pialang Berjangka
Berdasarkan Peratura Pemerintah No. 9 Tahun
1999 tentang penyelenggaraan Perdagangan berjangka Komoditi, dalam melaksanakan
kegiatan perdagangan berjangka Perusahaan Pialang Berjangka wajib :
1.
Membuat dan melaksanakan Prosedur Operasional
Standar (POS) tentang tata cara penerimaan Nasabah yang disetujui oleh Bappepti
;
2.
Membentuk unit yang berfungsi untuk
menyelenggarakan pelatihan mengenai Perdagangan Berjangka kepada calon Nasabah
;
3.
Membuat materi pelatihan mengenai Perdagangan
Berjangka yang paling
sedikit meliputi ;
a. Peraturan
perundang-undangan di bidang perdagangan berjangka ;
b. Pengetahuan
tentang komoditi dan kontrak berjangka ;
c. Pengetahuan
tentang mekanisme transaksi dan resiko di bidang
Perdagangan Berjangka ;
d. Hak-hak
dan kewajiban Nasabah ;
e. Sarana
penyelesaian peselisihan perdata ;
4.
Menjelaskan mengenai pengertian dan fungsi
Rekening terpisah (Segregated Acount) ;
5.
Menjelaskan bahwa dana Nasabah harus ditransfer
atau disetorkan ke rekening terpisah
(segregated Account) ;
6.
Menjelaskan biaya-biaya yang akan dikenakan
kepada Nasabah ;
7.
Menyediakan sarana simulasi transaksi
perdagangan Berjangka bagi calon
Nasabah ;
8.
Membuat dan melaksanakan Prosedur Operasional
Standar (POS) tetang pelaksanaan transaksi yang ditetapkan oleh Pialang
Berjangka dan telah disetujui oleh Bappepti ;
9.
Menyediakan ruangan perdagangan (dealing room) yang terpisah dengan
ruangan penyelesaian (settlement room)
;
10. Menyediakan
sarana untuk transaksi secara langsung maupu tidak langsung ;
11. Merekam
dan mencatat penerimaan amanat dari Nasabah dalam kartu Amanat ;
12. Mengkonfirmasikan
kepada Nasabah tentang transaksi yang telah dilaksanakan, dalam hal penyampaian
transaksi dilakukan secara tidak langsung oleh Nasabah ;
13. Menyampaikan
Laporan Transaksi Harian (Daily Statement)
kepada Nasabah
14. Menjelaskan
alternatif penyelesaian perselisihan perdata khususnya mengenai sengketa
keuangan ;
15. Membuat
dan melaksanakan Prosedur Operasional Standar (POS) tentang penanganan
pengaduan Nasabah oleh Pialang Berjangka dan telah disetujui oleh Bappepti ;
dan
16. Membentuk
unit yang berfungsi untuk memberikan pelayanan pengaduan
Nasabah dan mengawasi kepatuhan terhadap
peraturan.
Hak Perusahaan Pialang Berjangka yaitu:
1.
Hak pialang berjangka melikuidasi posisi nasabah,
menutup posisi terbuka nasabah secara keseluruhan atau sebagian, membatasi
transaksi, atau tindakan lain untuk melindungi dirinya dalam pemenuhan margin tersebut dengan terlebih dahulu
memberitahu nasabah dan Pialang berjangka tidak bertanggung jawab atas kerugian
yang timbul akibat tindakan tersebut.
2.
Pialang Berjangka dapat membatasi posisi terbuka
kontrak berjangka nasabahnya tanpa pemberitahuan sebelumnya.
3.
Pialang Berjangka dapat setiap saat
mengambil/mengalihkan dana dari rekening nasabah sehubungan dengan kegiatan
transaksi yang dilakukan nasabah seperti pembayaran komisi, keterlambatan dalam
memenuhi kewajibannya, tanpa terlebih dahulu memberitahukan kepada nasabah.
Transfer yang telah dilakukan harus segera diberitahukan secara tertulis kepada
nasabahnya.
Pialang
Berjangka dalam melaksanakan kegiatan Perdagangan Berjangka
dilarang :
1.
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (bukan Warga
Negara Indonesia) untuk berhubungan langsung dengan calon Nasabah dalam rangka
pelaksanaan transaksi kontrak berjangka ;
2.
Mencari calon Nasabah dengan dalih iklan
lowongan pekerjaan ;
3.
Menerima setoran dana margin awal Nasabah secara Tunai ;
4.
Menerima setoran margin untuk suatu rekening Nasabah yang pengirimnya tidak sama
identitasnya denga identitas Nasabah tersebut yang tertera dalam dokumen
Perjanjian Penberian Amanat ;
5.
Memberi pinjaman dana untuk margin Nasabah ;
6.
Menyerahkan kode akses transaksi Nasabah (Personal Acces Pasword) kepada pihak
lain selain Nasabah ;
7.
Menugaskan tenaga penyelesaian transaksi (settlement) merangkap sebagai tenaga
pelaksana transaksi (dealing) dan/atau
sebaliknya ;
8.
Melakukan pembayaran secara tunai dalam hal
Nasabah menarik dananya
(withdrawal) ;
9.
Memindah bukukan dana Nasabah dari Rekening
Terpisah (Segregated Account) Pialang
Berjangka ke Rekening yang nama dan nomornya tidak sesuai dengan nama dan nomor
Rekening Bank Nasabah untuk penarikan sebagaimana tercantum dalam dokumen
Aplikasi pembukaan Rekening
Transaksi ;
10. Menggunakan
dana Nasabah yang terdapat di dalam Rekening Terpisah (segregated Account) untuk kepentingan lain kecuali untuk membayar
komisi dan biaya lain sehubungan dengan Transaksi Kontrak Berjangka ;
11. Menyerahkan
laporan Transaksi Harian (Daily Statement)
kepada pihak lain kecuali Nasabah atau kuasanya.
Yuridiksi dan Pengaturan Competentie Relatief kejahatan Cyber Crime
Dalam
membicarakan masalah juridiksi di ruang maya (“mayantara” atau “cybercrime”).
Jurisdiksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Sucipto Suntoro, 2000:463)
didefinisikan sebagai :
1.
Kekuasaan mengadili lingkup kuasa kehakiman;
peradilan;
2.
Lingkungan hak dan kewajiban serta tanggungjawab
disuatu wilayah atau lingkungan tertentu ketentuan negara;
Para pengguna internet beranggapan bahwa cyberspace adalah dunia global yang
lepas dari batas-batas wilayah teritorial negara manapun. Padahal berbagai
bentuk cyber crime telah merajalela
dan merugikan banyak pihak. Oleh karena itu diperlukan adanya ketentuan
jurisdiksi diruang maya yang dapat menjangkau cyber crime. Masaki Hamano dalam tulisannya berjudul “Comparative Studyin the Approach to
Jurisdiction in Cyberspace”147, yang dijelaskan oleh Barda Nawawi Arif
(2003:246), mengemukakan adanya jurisdiksi yang didasarkan pada prinsip-prinsip
tradisional. Menurutnya ada tiga kategori jurisdiksi tradisional, yaitu :
1.
Jurisdiksi legislative (legislative jurisdictionataujurisdiction
to prescribe), yaitu kewenangan pembuatan hukum substantif;
2.
Jurisdiksi judisial (judicial jurisdiction atau jurisdiction
to adjudicate),yaitu kewenangan mengadili atau menerapkan hukum;
3.
Jurisdiksi eksekutif (executive jurisdictionatau jurisdiction
to enforce),yaitu kewenangan melaksanakan atau memaksakan kepatuhan hukum
yang dibuatnya.
Berkaitan dengan jurisdiksi diruang maya,
Masaki Hamano membedakan pengertian cyberjuris
diction dari sudut pandang dunia cyber/virtual
dan dari sudut hukum. Dari sudut dunia virtual, cyberjuris diction sering diartikan sebagai “kekuasaan sistem
operator dan para pengguna (users) untuk
menetapkan aturan dan melaksanakannya pada suatu masyarakat di ruang cyber/virtual”. Dari sudut hukum, cyberjuris diction atau “jurisdiction in cyber-space”adalah
“kekuasaan fisik pemerintah dan kewenangan Pengadilan terhadap pengguna
internet atau terhadap aktivitas mereka di ruang cyber(physical government’s power and court’s authority over Netusers
ortheir activity in cyber-space). Adanya upaya untuk menetapkan jurisdiksi
di dunia maya, berarti akan menetapkan siapa yang memiliki hak/wewenang untuk
mengatur internet.(Nawawi Arief, 2003:248) Didalam KUHP memang mengatur tentang
tempus dan locus delicti namun didalam UU ITE Nomor 8 Tahun 2008, tidak diatur
lebih spesifik mengenai penentuan tempus
dan locus delicti kejahatan mayantara
. Pada hakekatnya juga KUHAP (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981) juga tidak
mengatur segala exspressis verbis tempus
dan locus delicti, hal tersebut hanya
mengatur mengenai hukum formil, akan tetapi menentukan komptensi relatif yakni
wilayah hukum suatu Pengadilan Negara untuk mengadili suatu perkara pidana,
kata lain Pengadilan Negara mana yang berwenang mengadili suatu peristiwa
pidana sedangkan kompetensi absolut yakni kewenangan Pengadilan untuk mengadili
perkara berdasarkan atas tingkatan Pengadilan lain. Sedangkan dalam Pasal 84
ayat (1) KUHAP hanya menyatakan, bahwa “Pengadilan Negeri berwenang mengadili
segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.
Namun, Pasal 84 ayat (2) memungkinkan juga Pengadilan Negeri yang bukan di
daerahnya dilakukan tindak pidana mengadili terdakwa yang bersangkutan
bertempat tinggal, berdiam terakhir, ditemukan atau ditahan di daerah hukum
Pengadilan Negeri tersebut, dengan syarat bahwa sebagian besar saksi yang
dipanggil lebih dekat tempat tinggalnya daripada tempat kedudukan pengadilan
itu dilakukan. Pasal 84 Ayat (2) tersebut memungkinkan tidak sesuainya teori locus delicti dengan tempat diadilinya
perkara tersebut oleh
Pengadilan Negeri
tersebut.
Dalam
Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP tidak secara experessisverbis mengenai tempus
dan locus delicti, tetapi
menentukan competentie relative Pengadilan
Negeri. Contoh dalam Pasal 84 ayat (1) dan (2), suatu ketentuan baru yang
diatur dalam Pasal 85 KUHAP ialah dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan
suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua
Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri
tersebut, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan
Pengadilan Negeri lain dari pada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili
perkara tersebut. Dalam penjelasan Pasal 85 itu dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan “keadaan daerah yang tidak mengizinkan” ialah antara lain tidak amannya
daerah atau adanya bencana alam dan sebagainya. Ketentuan yang terdapat pada Pasal 86 KUHAP yang menyatakan bahwa KUHP menganut asas
personalitas aktif dan asas personalitas pasif, yang membuka kemungkinan
apabila seseorang melakukan tindak pidana diluar negeri yang dapat diadili
menurut hukum di Republik Indonesia, dengan maksud perkara pidana tersebut
dapat dengan mudah dan lancar maka ditunjuk Pengadian Negeri Jakarta Pusat yang
berwenang mengadilinya.
Batas
berlakunya hukum pidana berdasarkan tempat dan orangnya
penting diketahui
dalam hal-hal:
a)
Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
b)
Kompetensi relatif suatu Pengadilan
Kegiatan Usaha Perusahaan Pialang Berjangka
Pasar Berjangka (Future Market) merupakan bagian dari pasar derivatif (turunan
saham) yang digunaan oleh berbagai pihak untuk mengelola risiko. Pasar ini di
Indonesia sudah lama dirasakan kebutuhannya, tetapi realisasinya sangat lambat.
Berbagai kendala seperti sedikitnya yang berminat jadi promotor kesan bahwa
perdagangan berjangka sama dengan judi dan sebagainya, belum lagi masalah
persaingan dan perselisihan antara pemerintah dengan pialang tidak resmi
(Sofyan, 2000: 7).
Krisis ekonomi dan keuangan mereposisikan
urgensi akan bursa berjangka di Indonesia yang sudah sangat telat di banding
negara lain yang telah memulai perdagangan sejak seabad yang lalu. Akibat
kendala diatas maka sosialisasi akan perlunya pasar berjangka menjadi
terabaikan.
Sebagai penghasil komoditi yang besar di dunia, Indonesia berkepentingan
untuk memiliki bursa sendiri, sehingga dapat membentuk harga lokal yang jadi
acuan global dan bukan ditentukan oleh negara lain. Hal itu juga memudahkan
pemasaran komoditi tersebut dan penyebarluasan informasi ke produsen prosesor
dan konsumen memberi nilai tambah bagi petani dan membuka lapangan kerja baru.
Prospek perdagangan berjangka di Indonesia
cukup menjanjikan karena selain produsen beberapa komoditi pertanian,
pertambangan, Indonesia juga membutuhkan komoditi energi dan finansial dari
luar negeri. Hingga saat ini di perkirakan terdapat 2500 orang lebih yang telah
bertransaksi dalam perdagangan berjangka dan beberapa yang bekerja sebaga
tenaga analis, marketing pada berbagai perusahaan perdagangan berjangka.
Berdasarkan data tersebut sebetulnya sudah cukup tersedia tenaga kerja dan
pemain, tetapi mereka belum terbiasa dengan mekanisme transaksi melalui bursa.
Transaksi selama ini diamanatkan melalui perusahaan yang beroperasi sebagai Commission house tersebut (Sofyan, 2000:
9).
Kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK)
cukup rumit, karena ada tahapan yang harus dimengerti oleh seorang calon
investor. Investor untuk terjun
didalam kegiatan PBK dituntut untuk
mengerti tentang margin dan
pengelolaaannya, bagaimana pembukaan rekening, dan lain sebagainya. Investor
apabila berinvestasi didalam PBK, hal yang terpenting ialah perlu memilih
perusahaan pialang dan mengetahui jenis-jenisnya. Sebagai contoh Bursa-bursa di
AS, Ada tiga kriteria umum yang dikategorikan baik tidaknya sebuah perusahaan
pialang, yaitu legalitas, semua perizinan atas keterlibatannya didalam kegiatan
perdagangan Berjangka Komoditi lengkap, domosili dan alamat perusahaannya jelas
dengan dibursa berjangka mana sajakah mereka melakukan kegiatannya selama itu.
Hal terpenting lainnya yaitu transparan, terpercaya dan jujur dalam mengemban
amanat nasabahnya terutama menyangkut penempatan, pengelolaan dan penggunaan
dana nasabahnya dalam suatu rekening yang terpisah (segregated account), dan yang terakhir adalah piawai. Perusahaan
Pialang yang bonafide, biasanya
dilengkapi dengan divisi “Research &
development” yang ditempati oleh orang-orang yang rajin, tekun dan cermat
dalam mengamati pekembangan pasar. Mereka selalu membuat berbagai analisis
tentang kondisi pasar terakhir.
Pialang dan nasabah harus melakukan
komunikasi yang harmonis dan terbuka. Karena setiap saat nasabah akan bertanya
dan pialang pun akan memberikan berbagai analisisnya untuk mempermudah nasabah
dalam membuat suatu keputusan.
Industri berjangka di Indonesia mengenal
istilah nama seperti Perusahaan Pialang Berjangka, Penasihat Berjangka, dan
Pengelola Sentra Dana Berjangka. Ketiga jenis pialang tersebut semuanya
berbentuk perusahaan perseroan terbatas yang memberikan pelayanan jasa kepada
nasabah. Perusahaan Pialang Berjangka wajib memiliki minimum 3 orang Wakil
Pialang Berjangka yang dapat berhubungan langsung dengan nasabah. Penasihat
Berjangka berhak memiliki beberapa Wakil Penasihat Berjangka. Pengelola Sentra
Dana Berjangka sedikitnya harus memiliki dua orang Wakil Pengelola Sentra Dana
Berjangka. Semua perusahaan pialang, Penasihat atau Pengelola Dana Berjangka
beserta wakil dan pihak-pihak terkait lainnya bernaung dibawah organisasi Indonesian futures Association
(IFA).
Subscribe to:
Posts (Atom)